Dr.dr.Bahtiar Husain, Dulu Pendorong Becak di Parepare, Kini Pemilik Rumah Sakit Firdaus di Jakarta

0
4070
- Advertisement -

Harapan menghadirkan RS Firdaus yang terdepan di Jakarta Utara, kecil tapi luxury lewat layanan “bermartabat”.

PINISI.co.id- Hanya sebagian orang yang mampu menggapai impiannya, sementara separuh lagi mimpinya layu sebelum mekar menjadi bunga. Pengecualian buat Bahtiar Husain yang senantiasa bersyukur menyandang predikat Dr.dr. di depan namanya.

Menghabiskan SD hingga SMA di Parepare, Bahtiar sehari-hari giat mendorong gerobak di Pasar Senggol guna menjajakan barang kebutuhan pokok. Esok pagi ia kembali membuka lapak di pasar Sentral Lakessi di kota kecil itu bersama kawan-kawannya dari Kampung Baru.

Bahtiar begitu tekun melakoni kerja hariannya semata-mata demi membiayai sekolahnya mengingat orangtuanya berasal dari keluarga sederhana. Di sela-sela kesibukannya berjualan, ia menyisihkan waktu untuk belajar kadang dengan rasa lelah dan terkantuk-kantuk.

Upaya belajarnya tidak sia-sia. Pria kelahiran Parepare 7 April 1963 ini lantas kuliah di fakultas favorit di Universitas Hasanuddin yakni Kedokteran.

- Advertisement -

Bagaimana mungkin, pikir kawan-kawannya di kampung, Bahtiar yang semula pendorong becak atau gerobak mampu kuliah dan di Kedokteran pula. Tapi bukankah cita-cita mulia bakal menemukan jalannya sendiri seperti yang Bahtiar alami?

Beralasan ia memilih Kedokteran lantaran ayahnya kerap dirundung sakit. Alih-alih ke rumah sakit, membeli obatpun tak mampu karena ketiadaan biaya. Inilah yang merangsang Bahtiar untuk berangan-angan menjadi seorang dokter.

Begitu sang ayah menunjukkan gelagat hendak meninggal pada 1974, ia berwasiat kepada putranya. “Kau Bahtiar, sekolah dan mengajiko,” begitu kira-kira pesan ayahnya dalam bahasa Bugis yang selalu tergiang di kupingnya.

Tanpa mengalami hambatan, usai meraih sarjana kedokteran, Bahtiar merantau ke Ibu Kota untuk mencari pengalaman di medan yang lebih luas. Tak menunggu lama, predikat dokter tentu tak sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan ransel di punggung dokter muda Bahtiar bekerja di klinik kesehatan.

Namun, bekerja di klinik tak bertahan lama. Ia terdorong membuka klinik sendiri di rumahnya pada 1995 dengan papan nama Kinik Spesialis Firdaus Jln. Siak No 14 Komplek Bea Cukai Sukapura, Jakarta Utara.

Serta merta, pasien pun datang berobat setiap hari. Umumnya keluhan pasien mengidap gangguan pernafasan alias paru.
Tak dinyana pasien berdatangan dari berbagai penjuru dan di lain pihak kliniknya pun terus berkembang. Nama dokter Bahtiar lambat laun menyebar dari mulut ke mulut melampaui permukimannya di kawasan Cilincing.

Oleh karena masyarakat kebanyakan yang berobat mengidap penyakit paru, terpikir olehnya untuk mengambil spsesialis paru di Universitas Indonesia. Akibat konsentrasi kuliah, Bahtiar lantas mengajak teman-teman dokternya untuk mengembangkan klinik secara bersama.

Sejurus dengan waktu, Bahtiar mulai menemui titik terang. Hingga pada 2011, klinik rumahan diluaskan menjadi Rumah Sakit Firdaus setelah ia merampungkan pendidikan spesialisnya. Alhasil, Bahtiar berhasil mengembangan klinik yang sederhana menjadi sebuah rumah sakit umum mentereng; berlantai empat, terletak di Kompleks Bea Cukai Sukapura Jakarta Utara.

“Kalau kita hanya melayani penyakit paru, segmennya amat terbatas, jadi kita membuka rumah sakit umum,” timbang Bahtiar yang kini menjabat sebagai Komisaris di RS Firdaus.

Terlebih lagi karena tuntutan BPJS dan kemendesakan masyarakat lebih luas maka tak bisa lain RS Firdaus diorientasikan kepada kelas sosial menengah bawah. Apalagi lokasinya terletak di wilayah suburban.

“Target awalnya pasien kita adalah menengah ke bawah sebab segmennya memang penyakit paru yang paling dominan. Berbeda kalau menengah ke atas umumnya penyakit kardiovaskular,” kata Bahtiar menambahkan.

Bahtiar mengaku modal membangun RS Firdaus dengan kelengkapan fasilitas adalah kepercayaan masyarakat yang nota bene dananya dikumpulkan dari hasil pengobatan dari warga masyarakat itu sendiri.

Layanan Bermartabat

Yang istimewa, RS Firdaus lebih banyak melayani orang miskin, duafa atau kaum kurang beruntung dengan motto layanan “Bermartabat”. Maklum, lokasi rumah sakit kelas C ini, terletak di kawasan permukiman padat penduduk.

Tak heran apabila orientasi layanannya bukan mengedepankan materi. Sebab, menurut Bahtiar, jika ada uang, itu hanya mengikut dengan apa yang kita perbuat. Dengan niat memberi kontribusi kepada warga dan dilandasi oleh sebuah ketulusan RS Firdaus hadir sebagai pelayan dan pengabdi kemanusiaan. “Kalau mau berbisnis tentu saya bekerja di tempat lain,” tutur Bahtiar.

Jujur saja, Bahtiar terus berupaya mewujudkan layanan kesehatan yang bermartabat. Artinya, bukan sekadar melayani seperti pramuniaga yang menjual barang dan setelah itu lepas tanggung jawab.

Seperti namanya Firdaus yang bermakna surgawi, pelayanan di sini mengutamakan luxury dalam arti kenyamanan hingga keamanan.

“Saya menekankan jangan sampai tindakan medis kita tidak berguna, membuat pasien celaka atau cedera. Pelayanan martabat bagaimana kita melayani dengan empati,” ungkap Bahtiar yang berobsesi mendirikan lembaga pendidikan perawat.

Kepada dokter dan tenaga medis, Bahtiar senantiasa pesankan, bahwa kita harus memiliki empati. Menghargai pasien secara proporsional karena melayani pasien berbeda dengan melayani tamu di hotel yang datang menginap untuk bersenang-sebang, sebaliknya yang ke rumah sakit adakalanya orang stres, dan tidak mempunyai uang. Itu semua harus dilayani dengan baik,” ungkapnya.

Induk KKSS

Sebagai warga Sulawesi Selatan, Bahtiar mengakui bahwa Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) adalah induk organisasi yang harus dijaga marwahnya. Karena itu, RS Firdaus sedikit banyak disupor oleh Badan Pengurus Pusat KKSS sejak periode Mayjen TNI A. Rivai sebagai Ketua Umum lewat sumbangan sebuah mobil jenazah dan satu ambulans yang diperuntukkan bagi warga KKSS dan warga umum lainnya.

Akan hal pada masa pandemi Covid-19 yang melanda selama dua tahun, RS Firdaus merupakan salah satu rumah sakit di Jakarta yang terbanyak melayani pasien covid, lebih-lebih karena rumah sakit ini sejak awalnya dikenal sebagai balai kesehatan yang melayani penyakit paru. (Alif)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here