Kolom Ruslan Ismail Mage
Konsep Politik Kebhinekaan adalah konsep baru di wilayah akademik. Selama ini orang hanya berteriak penjaga Pancasila, merawat nilai-nilai Pancasila. Belum ada yang melihat bahwa untuk menjaga dan merawat nilai Pancasila harus dengan gerakan nyata, bukan sekedar teriakan. Sehingga tidak mengherankan kalau para pembelajar belum memahami apa yang dimaksud Politik Kebhinekaan. Bisa jadi baru tulisan ini yang merumuskan dan memperkenalkan konsep Politik Kebhinekaan yang akan menjawab gerakan yang diperlukan dalam menjaga Pancasila.
Kendatipun konsep Politik Kebhinekaan ini baru, tetapi bisa dipertanggungjawabkan secara akademik. Itulah sesungguhnya tugas akademisi, harus cerdas dan punya keberanian untuk memperkenalkan konsep baru ke ruang publik. Sesungguhnya Politik Kebhinekaan terinspirasi dari Politik Multikultural Eropa Barat. Untuk melihat dan mengkaji lebih jauh Politik Kebhinekaan, berikut deskripsinya yang diharapkan bisa membantu pembaca menangkap esensinya.
Pengertian Politik
Hampir tidak ada aktivitas manusia yang lepas dari politik. Menurut Ramalan Surbakti, politik merupakan hal yang melekat pada lingkungan hidup manusia. politik hadir di mana-mana, di sekitar kita. Sadar atau tidak sadar, mau atau tidak, politik ikut mempengaruhi kehidupan kita sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok masyarakat. Hal ini berlangsung sejak kelahiran sampai kemarin. Selama ada kerjasama, interaksi, disitu pasti ada elemen politiknya.
Dari berbagai sumber kepustakaan, di temukan pengertian politik sangat beragam narasinya, tetapi esensinya sama, yaitu sebuah gerakan untuk mempengaruhi. Ada beberapa pengertian politik yang diungkapkan para filosof. Namun pendapat Aristoteles yang dipilih menjadi rukukan tulisan ini. Aristoteles mengatakan, “Politik itu berarti mengatur apa yang seyogyanya kita lakukan dan apa yang seyogyanya kita tidak lakukan.
Pendapat Aristoteles ini sinergis dengan Pansila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai menyaring segala sesuatu yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Segala sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila seyogyanya tidak dilakukan.
Pengertian Kebhinekaan
Kata Bhinneka Tunggal Ika diambil dari kutipan Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Semboyan negara ini diambil dari bahasa Jawa kuno. Kata “Bhinneka” artinya beraneka ragam atau berbeda-beda, kata “Tunggal” artinya satu, sedangkan “Ika” artinya itu. Kalau digabung artinya “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Penjabaran lebih dalam,
Kebhinekaan adalah kesadaran dan penghargaan terhadap perbedaan yang ada dalam masyarakat, seperti perbedaan suku, agama, ras, budaya, bahasa, dan pandangan hidup. Kebhinekaan juga berarti beraneka ragam atau bermacam-macam.
Kebhinekaan merupakan identitas utama bangsa Indonesia. Semboyan nasional Indonesia, “Bhinneka Tunggal Ika”, mencerminkan kebhinekaan Indonesia. Karena itu Kebhinekaan di Indonesia harus dijaga dan dipelihara agar bangsa Indonesia tetap bersatu dan tidak mudah terpecah.
Politik Kebhinekaan
Mengambil salah satu dari elemen politik yaitu, “Pergerakan”, maka kalau “politik” dan “Kebhinekaan” disatukan akan menjadi suatu “gerakan” yaitu, “Gerakan untuk menyadarkan seluruh warga bangsa senantiasa bersatu dalam perbedaan dan bersama dalam keragaman”. Kalau pendapat Aristoteles di atas dipinjam, dapat dikatakan Politik Kebhinekaan adalah suatu gerakan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di atas berbagai keragaman.
Politik Kebhinekaan ini muncul karena melihat realitas pengelolaan negara yang salah arah. Satu dasawarsa terakhir, tidak sedikit kebijakan negara berpotensi menabur benih-benih perpecahan, karena hanya berpihak kepemilik modal, dan mengabaikan kepentingan rakyat. Kebijakan Proyek Strategis Nasional (PSN) di beberapa daerah salah satu contoh yang bisa memicu konflik sosial.
Sementara di lapangan, polarisasi di tengah kehidupan masyarakat yang ditinggalkan Pemilu, bukannya meredah, tetapi justru semakin tajam. Narasi merdeka tidak sembunyi-sembunyi lagi di dengungkan beberapa daerah. Maluku merdeka, Papua merdeka, Aceh merdeka, adalah contoh betapa disintegrasi bangsa bukan sekedar teriakan, tetapi sudah diambang pintu. Nilai-nilai Pancasila sudah luntur kalau tidak bisa disebut sudah hilang dalam kehidupan masyarakat. Nasionalisme anak bangsa sudah mulai rapuh digrogoti oleh kebutuhan kapital.
Melihat realitas seperti itu, sebagai akademisi ilmu politik, dirasa perlu ada sebuah gerakan jiwa untuk bisa mempertahankan rasa nasionalisme dalam merawat persatuan dan kesatuan bangsa. Gerakan itu disebut “Politik Kebhinekaan”. Tanpa kesadaran merawat kebhinekaan lewat aksi nyata berupa kebijakan-kebijakan negara yang pro rakyat, dan kesadaran ditingkat bawa menyingkirkan segala bentuk ego sektoral, tidak menutup kemungkinan kebhinekaan kita akan tercabik-cabik. Sebuah kalimat bijak menutup tulisan ini, “Kalau kapal besar ini pecah, yang untung hanya ikan besar, sementara ikan kecil akan kehabisan makanan”.
Penulis, akademisi, penulis buku-buku politik demokrasi dan kepemimpinan