Kolom Prof. Dr. Irdam Ahmad, M.Stat Guru Besar Tetap Universitas Pertahanan
“Membangun dari pinggiran” adalah salah satu dari sembilan program kerja Nawacita dari Presiden Jokowi sejak periode pertama tahun 2014-2019, dengan cara memberikan “dana desa” kepada setiap desa yang ada di seluruh Indonesia, untuk membangun desa dan meningkatkan kesejahteraan penduduk desa. Dana desa mulai diberikan sejak tahun 2015 sebesar Rp 20,7 triliun dan terus bertambah. Pada tahun 2020, dana desa berjumlah sekitar Rp 72 triliun.
Pelaksanaan dana desa sudah berlangsung selama lima tahun, sejak tahun 2015, dan jumlah dana desa yang sudah berputar pada setiap desa diperkirakan sudah lebih dua milyar rupiah. Apakah pemanfaatan bantuan dana desa tersebut sudah tepat sasaran? Bagaimana dampak kucuran dana desa tersebut terhadap kesejahteraan penduduk desa? Apakah kesejahteraan mereka telah meningkat atau tidak banyak berubah dalam lima tahun terakhir? Mengingat dana desa yang sudah dikucurkan oleh pemerintah pusat melalui APBN sudah lebih dari Rp 300 triliun selama periode 2015-2020, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap efektifitas pelaksanaan program bantuan dana desa tersebut.
Karena karakteristik desa-desa di Indonesia sangat beragam, baik topografi, demografi maupun potensi ekonominya, maka untuk mengetahui dampak kucuran dana desa terhadap kesejahteraan penduduk suatu desa, harus dilakukan secara hati-hati dan mendalam. Disamping itu, kompetensi dan komitmen kepala desa untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk desa, juga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan kesejahteraan penduduk desa.
Dasar Hukum Dana Desa
Dasar hukum tentang dana desa terdapat pada Undang Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang pelaksanaannya dilakukan melalui Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 5 Tahun 2015 yang diperbaharui dengan Permendes Nomor 11 Tahun 2019, kedua-duanya tentang tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa. Pada Pasal 5 Permendes Nomor 5 Tahun 2015 disebutkan bahwa prioritas penggunaan Dana Desa untuk pembangunan Desa dialokasikan untuk mencapai tujuan pembangunan Desa yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan, melalui: a. pemenuhan kebutuhan dasar; b. pembangunan sarana dan prasarana Desa; c. pengembangan potensi ekonomi lokal; dan d. pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan
Sementara itu, pada Pasal 5 Permendes Nomor 11 Tahun 2019 ayat (1) disebutkan bahwa penggunaan dana desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa Prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Desa berupa: a. peningkatan kualitas hidup; b. peningkatan kesejahteraan; c. penanggulangan kemiskinan; dan d. peningkatan pelayanan publik. .
Dari kedua Permendes tersebut dapat diketahui bahwa prioritas utama dalam pemanfaatan dana desa adalah harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Lalu bagaimana pemanfaatan dana desa selama ini yang diberikan kepada sekitar 75 ribuan desa yang ada di seluruh Indonesia? Apakah sudah sesuai dengan Permendes? Apakah pemerintah, khususnya Kementerian Desa, sudah pernah melakukan evaluasi tentang efektifitas pelaksanaan program dana desa? Berapa persen penduduk desa yang sudah merasakan manfaat keberadaan dana desa dalam meningkatkan kesejahteraan mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja perlu dijawab oleh pemerintah, sebagai pertanggungjawaban kepada publik.
Pemanfaatan Dana Desa
Efektifitas pemanfaatan dana desa dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk desa tidak hanya dipengaruhi oleh potensi ekonomi yang ada pada suatu desa, tetapi yang jauh lebih penting dan menentukan adalah kreatifitas dan komitmen kepala desa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Walaupun suatu desa mempunyai potensi ekonomi yang besar untuk berkembang, tetapi kalau aparat desa nya kurang kreatif, maka potensi ekonomi tersebut akan sia-sia, dan pemanfaatan dana desa menjadi tidak efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, walaupun potensi ekonomi suatu desa kurang maju, tetapi jika kepala desanya kreatif dan mempunyai komitmen yang besar untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, maka dana desa bisa dimanfaatkan dengan baik sebagai stimulus untuk mengembangkan potensi ekonomi masyarakat desa.
Dengan berbagai macam karakteristik desa serta penduduknya, budaya dan potensi ekonomi yang juga berbeda-beda, pemanfaatan dana desa juga berbeda antara satu desa dengan desa yang lain. Sungguhpun demikian, sepanjang pemanfaatan dana desa tersebut melibatkan masyarakat desa dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tentu saja masyarakat bisa menerima apapun program yang akan dilaksanakan oleh kepala desa dalam memanfaatkan dana desa tersebut.
Persoalannya adalah jika kepala desa kurang kreatif dan tidak melibatkan masyarakat untuk menentukan prioritas pemanfaatan dana desa. Bagi kepala desa seperti ini, yang penting dana desa bisa cepat habis terserap dan secara administrasi keuangan bisa dipertanggungjawabkan, misalnya dengan membuka usaha yang nilai investasinya ratusan juta rupiah sebagai Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Anehnya, kebijakan seperti ini justru mendapat penghargaan, karena berhasil menyerap seluruh dana desa secara tepat waktu. Padahal, jika modal usaha BUMDes tersebut digunakan sebagai pinjaman bergulir untuk usaha mikro dan kecil milik masyarakat desa, bisa jadi ada ratusan kepala keluarga miskin yang akan bisa memanfaatkan dana desa sebagai modal untuk mengembangkan usahanya, yang pada akhirnya bisa meningkatkan kesejahteraan mereka.
Salah satu alasan yang mungkin telah menyebabkan banyak kepala desa mendirikan BUMDes adalah karena mereka tidak mempunyai data dasar tentang karakteristik usaha mikro dan kecil yang membutuhkan modal usaha yang ada di desa mereka, siapa nama pengusahanya, apa jenis usahanya, bagaimana skala usahanya, bantuan apa yang mereka butuhkan untuk mengembangkan usaha, dan lain-lain. Akibatnya, kepala desa kemudian membuat kebijakan instan untuk secepatnya “menghabiskan” dana desa dengan cara membuka usaha BUMDes, agar dana desa bisa terserap 100 persen.
Jika banyak desa mempunyai kepala desa yang kurang kreatif seperti ini, sulit diharapkan dana desa bisa efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, seperti tujuan awal dana desa. Walaupun kepala desa bisa berdalih bahwa keuntungan BUMDes tersebut nanti akan digunakan untuk membangun desa, dan sebagainya, tetapi kebijakan ini sulit diharapkan bisa mengurangi jumlah penduduk miskin, sesuai dengan tujuan akhir dana desa. Mungkin bisa dianalogikan dengan kebijakan Trickle Down Effect yang “gagal” pada zaman orde baru dulu, dimana pemerintah mempunyai kebijakan “membesarkan” usaha yang bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara cepat, dan berharap ada “efek menetes kebawah” kepada penduduk miskin, sehingga bisa mengurangi kemiskinan dan memeratakan pendapatan. Tetapi yang terjadi adalah usaha pengusaha besar semakin besar, dan tetesan kebawah nya sangat sedikit, tidak seperti yang diharapkan, sehingga jumlah penduduk miskin hanya berkurang sedikit.
Dana Desa Untuk Penduduk Terkena Dampak Covid 19
Tahun 2020 merupakan tahun keenam pelaksanaan dana desa, dan karena bersamaan dengan terjadinya Pandemi Covid 19 di Indonesia sejak awal Maret 2020, maka pemerintah mengeluarkan Permendes Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2020, yang mengizinkan penggunaan dana desa sebagai Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada penduduk yang terkena dampak Covid 19. Tetapi karena Permendes tersebut baru dikeluarkan bulan April 2020 (Permendes Nomor 6) dan bulan Juni 2020 (Permendes Nomor 7), efektifitas pelaksanaan bantuan BLT untuk penduduk yang terkena dampak Covid 19 mungkin baru bisa diketahui pada tahun 2021.
Penutup
Setelah berjalan selama lebih dari lima tahun, pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap efektifitas pemanfaatan dana desa, yang sudah dikucurkan oleh pemerintah kepada sekitar 75 ribu desa di seluruh Indonesia. Apakah keberadaan dana desa dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk desa, mengurangi jumlah penduduk miskin di desa serta membangun sarana dan prasarana desa menjadi lebih baik?
Di samping melakukan evaluasi terhadap pemanfaatan dana desa selama ini, pemerintah juga bisa mengumpulkan data dasar siapa saja pelaku usaha mikro dan kecil yang ada pada setiap desa, apa jenis usahanya, bagaimana skala usahanya, bantuan apa saja yang mereka butuhkan untuk mengembangkan usaha, dan lain-lain. Jika data dasar ini tersedia pada setiap desa di seluruh Indonesia, maka pelaksanaan program bantuan dana desa pada tahun-tahun yang akan datang diharapkan bisa lebih tepat sasaran.
Dari hasil evaluasi ini, pemerintah juga bisa menentukan kebijakan program bantuan dana desa pada tahun-tahun yang akan datang, apakah masih akan melanjutkan mekanisme yang sudah berjalan selama ini, atau mekanismenya perlu dimodifikasi agar bisa lebih efektif dalam membangun desa, dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk desa dan mengurangi jumlah penduduk miskin.