Founder BN : Penjaga Api Literasi

0
54
- Advertisement -

Kolom  Dr.Tammasse Balla, M.Si

Kaum Sufi mengatakan bahwa, dunia ini hanya bisa bertahan karena ada orang-orang yang dengan ikhlas menyalakan pelita, meski dirinya sendiri sering berjalan dalam kegelapan. Dari lubuk hati terdalam, izinkan saya menundukkan kepala dan menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada sosok yang menjadi salah seorang pelita itu—Founder Bengkel Narasi. Dialah mata air yang menyejukkan dahaga para pehobi literasi yang gundah-gulana mencari rumah, tempat bernaung, dan wadah untuk menyapa sesama melalui kata.

Bengkel Narasi bukan sekadar forum. Ia adalah rahim yang melahirkan banyak jiwa. Ia menjelma menjadi payung besar yang menaungi keresahan dan kebahagiaan, tawa dan air mata, ilmu dan pengalaman. Di dalamnya, pikiran saling berinteraksi, ide saling bersujud, semangat saling menular, dan pengetahuan mengalir tanpa sekat. Seperti sungai yang tak pernah berhenti mengalir, literasi di Bengkel Narasi adalah kehidupan itu sendiri.

Betapa indahnya, dari tulisan-tulisan yang bertebaran, kita saling memperkaya batin. Kata-kata bukan lagi sekadar deretan huruf, melainkan jembatan jiwa menuju pengertian. Setiap narasi adalah doa yang melayang ke langit, setiap kalimat adalah sutra yang menenun persaudaraan. Di sanalah kebijaksanaan tumbuh, seperti pohon raksasa yang akarnya menghunjam bumi dan dahannya menjulur ke langit.

Bengkel Narasi, pada hakikatnya, adalah monumen keabadian literasi. Ia saksi bahwa meski raga tak pernah bersua, pikiran kita bercengkerama, bersenda gurau, bahkan saling menyapa. Kata-kata menjadi tangan yang berjabatan, gagasan menjadi pelukan, dan setiap untaian kalimat menjadi persaudaraan yang tak lekang oleh jarak dan waktu.

Siapakah arsitek kebajikan ini? Tak lain dan tak bukan: Ruslan Ismail Mage (RIM). Sosok yang lahir dengan visi tembus langit, dan wawasan yang menembus bumi. Ia membaca tanda-tanda zaman, bukan hanya dengan mata, melainkan dengan hati. Ia bukan sekadar pemimpin, melainkan penenun kebersamaan, penjahit persaudaraan, dan penjaga bara kata agar tak padam ditelan angin zaman.

Saudara-saudaraku di Bengkel Narasi tahu benar: manfaatnya sungguh luar biasa. Teman bertambah banyak, dan dari pertemanan itu mengalir rezeki, doa, serta keberkahan. Di sinilah filosofi hidup bekerja: “yang satu tak bisa hidup sendiri, yang satu membutuhkan yang lain.” Kita saling mendoakan, saling mengilhami, saling menguatkan. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Terima kasih sekali lagi, Founder Bengkel Narasi. Engkau menyalakan api yang tak akan padam, sebab bara kata ini telah menyusup ke dalam dada kami. Engkau tahu benar: literasi bukan hanya urusan pena dan kertas, melainkan urusan jiwa, urusan hidup dan mati sebuah peradaban. Bara apii yang kau nyalakan kini telah menjadi cahaya bagi langkah kami.

Mari kita bergandengan tangan, bersatu padu menggoyang pena kebersamaan. Pena itu bukan hanya alat tulis, melainkan tongkat yang menuntun arah. Di tangannya, manusia bisa terjerumus, tapi dengan cahaya literasi yang kau
bangun, kami belajar bagaimana pena menjadi jembatan ke surga. Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, dan saling memuliakan dalam keberagaman.

Pada akhirnya, Bengkel Narasi bukan sekadar ruang menulis. Ia adalah sekolah jiwa. Ia adalah pesantren kata. Ia adalah rumah persaudaraan yang membuat kita sadar: literasi adalah jalan panjang menuju cahaya peradaban. Terima kasih, Founder Bengkel Narasi. Semoga gagasanmu menjadi warisan abadi, bukan hanya bagi pehobi literasi, melainkan juga bagi anak cucu yang kelak akan bertanya: “siapakah yang pertama kali menyalakan api kata di tengah kegelapan itu?” [HTB]

Penulis : Akademisi senior Universitas Hasanuddin Makasar]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here