Catatan Ruslan Ismail Mage
Satu tahun terakhir pandemi covid-19 begitu dahsyat memporank-porandakan kehidupan sosial ekonomi warga dunia. Namun apa pun alasannya kehidupan harus tetap berlanjut dengan mengacu pada teori politik harapan yang mengajarkan, “sebesar apa pun masalah melanda bangsamu jangan pernah kehilangan harapan, karena harapan adalah identitas kemanusiaan.”
Satu diantara hampir semua elemen terdampak pandemi adalah UMKM. Karena itu hanya UMKM kreatif yang bisa tetep bertahan di tengah gelombang pandemi ini. Adalah Ardiyos Magek Bapayuang, Owner Citra Harta Perima Jakarta (penerbit buku) yang perahunya masih tetap bisa melaju melewati gelombang pandemi, walau di sana sini sudah ada beberapa bagian yang bocor dan kemasukan air, tetapi in syaa Allah tidak akan tenggelam, katanya menguatkan jiwanya.
Putra langkah kelahiran negeri para dewa penulis bersemayam Minagkabau ini selalu mengambil hikmah setiap masalah yang dihadapi, tidak terkecuali dalam menghadapi musim pandemi ini. Sesuai anjuran Satgas Covid-19, ia lebih fokus di rumah saja mengutak-atik beberapa naskah buku untuk diterbitkan. Menurutnya gerakan literasi tidak boleh berhenti berputar apa pun alasannya, karena kalau gerakan literasi berhenti maka berhentilah peradaban itu berproses.
Salah satu bentuk kreativitasnya adalah menciptakan “Gerobak Literasi”. Semua buku-buku terbitan terbarunya ditata rapi dalam gerobak lalu di upload di media sosial. Hasilnya beberapa orang yang tertarik dengan buku-buku bernapaskan Minangkabau menghubunginya. Ada yang mau beli buku, mau terbitkan buku, mengajak webinarkan buku, sampai mau bantu pasarkan buku.
Gerobak literasinya muncul bukan karena penerbitnya gulung tikar, faktanya buku-buku barunya lahir terus. Gerobak literasi ini semacam bahasa non verbalnya yang menyampaikan minimal tiga pesan kepada publik. Pertama, wahai para pencinta literasi Minangkabau silahkan terbitkan naskah bukunya, biar kami membantu mendorong gerobaknya (membantu menerbitkannya). Kedua, wahai Pemerintah Daerah Sumatera Barat, dengan segala keterbatasan kami hanya mampu menerbitkan buku-buku bernapaskan Minangkabau. Sejatinya Pemda mempasilitasi dengan menyiapkan anggaran penerbitan, sebagai bentuk dukungan menyiapkan warisan literasi kepada generasi muda. Ketiga, wahai saudaraku perkumpulan orang Minang sedunia yang tersebar di belahan bumi, kalau kami bisa menciptakan gerobak literasi, sesungguhnya perkumpulan orang Minang sedunia bisa bersatu padu mendirikan perpustakaan terhebat gedungnya, tercanggih pasilitasnya, dan terlengkap literasinya di tanah kelahirnnya bumi Minangkabau, sebagai simbol gerakan mengembalikkan kejayaan Minangkabau menjadi pusat industri otak nusantara.
Mimpi Magek Bapayuang ini pada dasarnya mimpi orang-orang yang mengenal dan memahami kejayaan dan kehebatan orang Minangkabau jaman dulu. Betapa tidak! Sekitar 60% orang yang mendesain Indonesia merdeka adalah orang Minangkabau. Begitu pula 60% satrawan dan penulis buku fenomenal jaman bergerakan adalah orang Minangkabau.
Untuk menyiapkan data-data orang Minang jaman dulu kepada generasi berikutnya, Magek Bapayuang menghabiskan lebih separuh hidupnya untuk literasi Minangkabau. Kalau Bung Hatta wakil presiden yang tidak memiliki deposito, Magek Bapayuang adalah penerbit hampir ribuan buku yang tidak memiliki deposito. Baginya warisan literasi jauh lebih bermanfaat bagi anak-anaknya di banding warisan harta apa pun. Jadi jangan tanya berapa isi rekeninnya, tapi coba tanya sudah berapa buku yang telah diterbitkan? Pasti kaget lihat jumlahnya.
Ruslan Ismail Mage : Penulis Buku “Generasi Emas (Pemikir Besar Minangkabau)”