H. Agus Nori, Generasi Pasompe/Perantau dari Tajuncu Soppeng

0
287
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

PASANGAN suami isteri H. Agus Nori dan I Besse Tombong sudah cukup lama bermukim Jakarta.

H. Agus lahir di Sungai Nyamuk, Pulau Sebatik Kalimantan Utara dan Besse lahir di Tajuncu Soppeng.

Mereka diperjodohkan dalam satu kerabat.

Orangtua H. Nori dan Hj Faisa Ali merantau ke Pulau Sebatik sebagai nelayan bagan ikan sekitar tahun 1968.

- Advertisement -

Sembari sebagai nelayan mereka juga membuka kios untuk jualan aneka kebutuhan pokok dan rokok.

Seiring waktu, orang yang merantau itu berusaha mencari peluang untuk kebutuhan konsumsi masyarakat sekitarnya dan peluang untuk investasi jangka panjang.

Dengan semangat kerja keras untuk mengembangkan nilai tambah ekonominya, pada saatnya H. Nori membeli lahan untuk menanam coklat untuk investasi kedepan.

Usaha perkebunan coklat memberikan rezki untuk membeli sejumlah lahan persawahan di kampung yang dikelola oleh keluarga dan menyumbang dimana diperlukan.

Agus dan Besse pasangan muda itu ke ibukota Jakarta untuk merambah peluang-peluang yang ada seraya membesarkan putrinya.

Seingat saya, beberapa tahun silam pernah ke rumahnya di Meruya dan mengunjungi vilanya bersama Hj. Faisa, Hj. Andi Arisa dan H. Mustomo di Puncak.

Rumah Bangunan Istana

DARI jarak beberapa meter di permukiman itu jalan Menara Meruya terlihat menonjol sebuah bangunan beratap Kuba berarsitektur Timur Tengah.

Semula saya kira itu sebuah bangunan masjid dan begitu mendekat ternyata itulah bagunan rumah H. Agus Nori dengan beberapa pekerja yang sedang menyelesaikan pagarnya.

Saya tidak langsung masuk ke rumah, saya mendatangi pekerja dan bertanya: ini rumahnya sultan siapa? Pekerja itu menyahut bahwa ini bukan rumah sultan tapi rumahnya Pak H. Agus.

Kepada pekerja saya mengatakan, setiap kali akan ke rumah ini katakan ke rumah Sultan Meruya … dan pekerja itupun tersipu sipu mencoba memahami apa yang saya katakan.

Setelah itu saya mengabadikan sisi depan rumah itu dengan pilar arsitektur Romawi full sampai ke kuba dan atapnya.

Ke interior dalamannya yang berlantaikan keramik dari luar negeri, saya mengelilingi semua sudut ruangan yang terbuka tanpa sekat dan satu kamar tidur pemilik rumah.

Saya berjalan di tangga sekitar 10 meter mencapai lantai dua dengan ruang dan kamar keluarga dibsitu.

Di lantai dua itu menampung keluarga besarn H. Agus, 40 orang yang dihadirkan dari Pulau Sebatik, Singapura, Makassar, Soppeng dan lain lain.

Berada di rumah itu, tidak berlebihan bila saya katakan serasa menjadi tamu Sultan di Istananya atau Datu di Kedaton/ Saoraja/ Bola Saba.

Rumah besar itu dibangun di lahan 500 meter yang dirancang sendiri H. Agus.

Di halaman belakang dibangun Gasebo Keluarga dan Kolam Renang.

Di depan ada ruang parkir mobil pribadi.

Rumah besar itu seperti amanah pesan orangtuanya kepada putranya untuk setiap saat dapat mengumpulkan keluarga besarnya, subhanallah.

Pesan yang sama memperkuat amanah itu seperti apa yang disampaikan oleh orangtua Faisal Kemal sesepuh keluarga Soppeng yang mengingatkan pentingnya membudayakan kegiatan silaturahmi antar sekerabat khususnya dengan menyertakan anak cucu untuk saling mengenal.

Di acara silaturahmi tasyukuran itu dihadiri kolegal dan tetangga selain keluarga besar dari Soppeng.

Pertemuan silaturahmi lain seperti ini,
saat perkawinan, lebaran, akikah kelahiran dan kedukaan.

Topada salama, mamminasa dan siallampereng sungek aamiin.

Legolego ciliwung 29 Desember 2024.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here