Hidupku Meniti Jalan Setapak, Mendaki dan Berkelok

0
558
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

DALAM menuangkan sejumlah tulisan dan esai lepas dalam buku yang ke tujuh ini dengan tahapan proses kontemplasi/renungan.

Dimulai dari proses mematangkan ide dan gagasan tentang apa yang akan ditulis dan dengan nawaitu syiar ibadah dari tulisan itu.

Lalu prosesnya memulai terus menulis yang kemudian memilah-milah topik yang akan dipilih untuk menghadirkannya menjadi sebuah buku.

Menulis Bagai Sebuah Misteri

- Advertisement -

SAYA sebut misteri karena secara genetis dari orang tua yang buta aksara/tidak ada sekolah dan tidak ada pendidikan yang menunntunnya.

Menulis memang tidak diperoleh karena waris genetika/turunan. Ia merupakan hidayah/ Pammase bagi seseorang yang bisa beramanah dalam kehidupannya.

Sejak kecil saya sudah tidak berayah dan dapat melanjutkan sekolah atas budi baik dari keluarga di kampung di semua jenjang hingga Sekolah  Menengah Atas di Makassar.

Yang ada dalan pikiran/keinginan saat itu bagaimana bisa tetap bersekolah dengan bekal pemahaman budaya;  Massaromase/ tahu membawa diri; bagaimana berperilaku hidup bersama keluarga yang ditumpangi yang sering didengar diwejangkan oleh orang tua di kampung.

Saat itu belum memahami betul , apa arti bersekolah.

Saya di Sekolah Rakyat (SR) di desa Tajuncu dan Leworeng mengikuti ayahanda Guru Laupe dan Petta Sahari. Lanjut ke Sekolah Menengah Pertama (SMPN) Satu Watansoppeng, tahun 1965 mengikuti ayahanda Hasanuddin Manna, pegawai Pemda dan Petta Bade, pada 1962.

Ke Juppandang/Makassar sekolah di SMA Kristen Batu Putih mengikuti keluarga Abdul Halim Saleng, Kepala Tata Usaha dan bunda Siti Fatimah, tahun 1968.

Hingga kelas tiga SMA jurusan ilmu pasti alam baru terbetik ada cita-cita.

Menjadi tentara seperti yang dilakoni oleh sepupu saya Overste Hodi dan kakak Ipar Kapten Onggang Alam serta ayahanda sendiri La Fiabang bin La Bandung, pasukan Tentara bantuan Ponggawa Puang Tobo/Patobo yang berbasis di Takkalasi Soppeng Riaja Barru.

Lalu kamudian mendaftar di Taruna AKABRI Kodam XIV Hasanuddin tahun 1970, lolos hingga tahap akhir, namun gagalnya di tes kesehatan.

Teman sekelas saya, Idris Gassing dari SMA Ampera lolos ke Magelang.

Beberapa tahun kemudian  bertemu kembali di Jakarta saat sudah berpangkat BrigadirJenderal.

Saya tidak larut merenungi kegagalan itu, dan keinginan untuk terus bersekolah tidak pernah padam dan pada akhirnya saat itu, sayapun ikut test untuk perogram School of Acting Dewan Kesenian Makassar yang tidak memungut pembayaran. Jadi modal utamanya adalah talenta.

Dan lagi-lagi hal ini sebuah misteri, bagaimana seorang anak kampung yang pengetahuannya pas-pasan bisa berada di wilayah komunitas program elit kota itu.

Dari program itu dampaknya meluaskan cakrawala pemikiran dan persentuhan dengan dunia Kebudayaan, Kesenian dan Kewartawanan.

Kemudian dengan bebekal  persentuhan dengan budayawan, seniman senior yang jadi dosen saat itu, sayapun nekat dan sok tau memberanikan diri hijrah ke Jakarta dan tidak tau mau menumpang dimana, tak ada saudara, sungguh nekat.

Untuk itu saya berutang budi kepada beberapa dosen senior yang sudah wafat yaitu Mattulada,  Hengky Rondonuhu, Hamzah Daeng Mangemba, Indra Chandra, Jamaluddin Latif, Anwar  Ibrahim, Arsal Al Habsy, Husni Jamaluddin, M.N. Syam, Abdullah Adam, Ida Yusuf Madjid, Andi Siti Nurhani Makkasau, Rahman Arge, Ali Walangadi, Ishak Ngelyaratan, Ramiz Parenrengi, Ichsan Saleh, SA Yatimayu, Saleh Mallombasi dan Ramto.

Mereka telah pergi mewariskan legasi kebudayaan dan kesenian bagi bangsa. Mereka putra putri bangsa terbaik yang berkelas dan menyandang sebutan, Mate Nisantani …

Begitupun ungkapan rasa terima kasih tak tehingga kepada keluarga yang dengan tulus telah menampung dan menyekolahkan hingga bisa seperti saat ini.

Terimah kasih kepada sahabat dan senior di Makassar dan Jakarta yang sudih menampung saya di rumahnya.

Sahabat saya almarhum Mahmuddin dan Baso Makatang di Makassar.

Sultan Saladin dan almarhum Muh Johan Tjasmadi yang memberi tumpangan di kantornya Bungur Jakarta Pusat.

Hormatku kepada ayahanda Prof Amura, rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta yang telah membimbing dan memasukan kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi.

Kakak senior Rahman Arge, Ketua Dewan Kesenian Makassar/DKM yang merekomendasikan kuliah di Ilmu Sinematografi Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta/LPKJ pada 1975.

Ramiz Parenrengi, Ketua PARFI Cabang Makassar yang mengutus ke Lokakarya Seni Peran Deppen LPKJ tahun 1973.

Jakarta yang Ramah dan Bersahabat

JAKARTA, gambarannya tidak sekejam dengan ibu tiri.

Siapa suruh datang ke Jakarta.

SAYA bersyukur bisa ke Jakarta tanpa ada yang menyuruh.

Saya temui ibu kota Jakarta yang berbeda dengan cerita orang yang mengkwatirkan dengan kehidupannya yang penuh tantangan.

Di kota Jakarta, seperti mendapatkan sambutan dari Patung Selamat Datang dari sepasang atlet yang sedang berlari dengan menggenggam untaian kembang di tangan yang terpasang di bundaran Hotel Indonesia.

Beberapa saat di Jakarta, saya mendapatkan kepercayaan sebagai Kepala Hubungan Masyarakat di tiga organisasi profesi perfilman: Persatuan Artis Film/PARFI, Karyawan Film/KFT dan Produser Film/PPFI  tahun 1986.

Lalu kemudian menjadi Sekretaris  Pelaksana empat periode di kepengurusan Kerukunam Keluarga Sulawesi Selatan (BPP KKSS) masa  kepemimpinan Beddu Amang dan Mohammad Taha tahun 1990-2004.

Berlanjut dengan posisi yang sama mendampingi Muh Alwi Hamu, Ketua Umum Institut Lembang Sembilan (IL 9) yang terlibat empat kali Pemilu Pilpres dengan tiga kali memenangkannya dan mengantarkan dua kali Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden pada 2004 dan 2014.

Humas Tiga Organisasi

KETIGA organisasi itu berada di satu gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail Kuningan Jakarta.

Di situ saya mengembangkan tiga penerbitan, Bulletin dan Media Film. Dengan posisi sebagai Humas, saya mendapatkan kesempatan untuk meliput produksi/ shooting film di daerah, Festival Film Indonesia/FFI, Festival Film Asia Pacivic/ FFAP ( Yogyakarta, Bali, Kuala Lumpur, Bangkok dan Taipe ).

Colombo Plan USA

LOLOS testing program studi film  Colombo Plan, kerjasama USA dan Indonesia/Departemen Penerangan/ Deppen tahun 1973.

Tertunda pemberangkatan karena alasan politik ketika itu yang tidak dijelaskan kelanjutannya.

Dengan itu semua telah menjadi memori bagi saya, seorang anak kampung yang sok tau dalam meniti kehidupannya yang bergelombang, berkelok dan menanjak untuk menemukan cahaya; itulah rahasiaNya, wallahu alam bissawad.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here