Kolom Fiam Mustamin
MASIH segar dalam ingatan kita ketika seru-serunya kampanye pemilihan Presiden muncul wacana Presiden untuk pemindahan Ibu Kota Negara, Jakarta Raya yang dalam tinjauan banyak analisis bahwa untuk jangka waktu panjang Jakarta sudah tidak kondusif lagi menjadi Ibu Kota Negara pusat pemerintahan.
Dengan wacana itu mendapat respon masyarakat yang mengasumsikan bahwa Ibu Kota Negara yang baru itu akan tetap terfokus ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah sebagaimana yang pernah diwacanakan oleh Presiden Sorkarno di tahun 1950 an.
Pada suatu kesempatan Presiden Jokowi beserta staf dan menteri terkait menyempatkan untuk meninjau langsung lokasi daerah yang akan dijadikan Ibu Kota Negara itu.
Respon publik begitu antusias mengapresiasi menyambut gagasan Presiden Jokowi yang inovatif dan visioner itu bagi kemaslahatan untuk bangsa ke depan.
Penulis sendiri menulis pandangannya yang secara kepentingan georafis dan sosio kultural mengajukan alternatif bahwa Ibu Kota Negara di Kalimantan Tiimur dan Sulawesi Selatan.
Di Kaltim saya pernah menulis esay: Antara Samarinda ke Balikpapan Bagai Sebuah Perjalanan Ibadah dari Kota Suci Medinah al Munawwarah ke Makkah al Mukatramah, tahun 2009.
Subhahanallah. Penulis menangkap hal yang menyenangkan yang dengan alam raya yang tertangkap secara indrarawi/mata batin, dalam hati mengatakan akankah daerah itu kelak akan menjadi kota besar yang menarik dikunjungi oleh masyarakat dunia sepeti di musim umrah dan haji.
Begitu pula dengan daerah Sulawesi Selatan yang memiliki geografi lahan daratan dan bukit, pegunungan yang luas selain dengan garis pantainya yang panjang.
Kabupaten Tatkalar diwacanakan menjadi Kawasan Pusat Pengembangan Ekomomi Khusus/ KEK selain degan potensi alam, budaya dan sejarahnya.
Dua daerah — Kaltim dan Sulsel, — berpotensi untuk membangun dan melestarikan nilai-nilail peradaban banga ke depan menuju Indonesia Maju dan berperadaban, insya Allah.
Kapakah Ibu Kota baru itu terealisasi, tentu hal ini akan memakan waktu untuk membangun sejumlah prangkat infrasrtruktur perkantoran pemeritahan dan prsarana pelayanan lainnya.
Mungkin saja diperlukan waktu lebih kurang dua masa jabatan pemerintahan Presiden berikutnya.
Kita doakan bersama segera terwujud ‘Lebih Cepat Lebih Baik’.
Penulis adalah pemerhati kebudayawan