Jalan Lurus untuk Bertemu Dengan-Nya

0
4803
- Advertisement -

Kolom Arfendi Arif

Tunjukilah kami jalan yang lurus. Ihdinash shiraathal mustaqiim. Ayat ini 17 kali kita baca setiap hari. Itu baru dalam shalat fardhu atau wajib,belum termasuk  dalam shalat sunat, baik shalat sunah qabliyah maupun ba’diyah (sebelum maupun sesudah shalat wajib), dan shalat sunat lainnya yang cukup banyak.

Mengapa permintaan jalan lurus dalam hidup begitu penting dan sangat diutamakan dalam.permohonan kita kepada Allah? Mengapa al Qur’an berulangkali menyebutnya? Apa sesungguhnya jalan lurus itu?

Selain jalan lurus (shiratul mustaqim) dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 16 disebutkan pula ada jalan keselamatan (subulas salam). Namun, yang paling populer adalah jalan yang lurus atau shiratul mustaqim yang banyak kita baca sehari-hari dalam surat al- Faatihah.

Bila kita pahami dari surat al-Faatihah maka jalan yang lurus itu dimaksudkan adalah jalan orang-orang yang telah Allah anugerahkan nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai Allah dan bukan pula jalan orang yang sesat. Menurut al-Qur’an Terjemahan Departemen Agama jalan orang yang dimurkai dan orang yang sesat itu adalah golongan orang yang menyimpang dari ajaran Islam.

- Advertisement -

Di dalam surat al-Faatihah yang dimaksudkan jalan yang lurus adalah yaitu orang yang telah diberikan anugerah nikmat oleh Allah. Pengertiannya sangat jelas dan terang benderang,  tetapi yang perlu diperinci adalah bagaimana proses untuk mendapatkan anugerah nikmat tersebut?

Memang dalam al-Qur’an dijelaskan pilihan dalam hidup hanya ada dua jalan.  Dalam surat al-Balad ayat 10 Allah berfirman,” Dan Kami telah menunjukkan kepadamu dua jalan”. Yang dimaksud dua jalan ini adalah jalan kebajikan dan jalan kejahatan.

Menyimak beberapa ayat dalam al-Quran antara lain surat al-Maidah ayat 16, al-Isra ayat 9, , al -Hajj ayat 54 menyebutkan bahwa al- Quran adalah petunjuk bagi orang yang ingin menemui jalan  yang lurus  Ini artinya, manusia harus memahami, mengerti dan tentunya mengamalkan ajaran al-Qur’an, sebab di kitab suci ini mengandung ajaran yang bisa membawa manusia pada jalan  lurus. Dalam hadist Nabi sendiri ada dikatakan, bahwa akhlak Nabi sendiri adalah al-Quran (khuluqul Qur’an)

Kemudian dalam surat  Yasin ayat 4 disebutkan bahwa seorang Rasul dalam menyampaikan dakwahnya itu berjalan pada jalan yang lurus. Beberapa ayat yang lain seperti Ali Imran ayat 101, an-Nuur 46, al An’am ayat 126 menjelaskan bahwa Allah memberi petunjuk pada jalan yang lurus, tentu bagi manusia yang memiliki.kualifikasi tertentu seperti oreng yang berpegang teguh pada agama Allah. Sedangkan dalam surat al-Mukminun ayat  74 mengatakan bahwa orang yang tidak percaya pada akhirat adalah menyimpang dari jalan yang lurus.

Secara lebih tegas jalan hidup yang lurus diungkapkan al-Qur’an dalam surat Yasin ayat 61,” Dan sembahlah Aku, inilah jalan yg lurus”. Bila kita baca al-Qur’an surat adz-Dzaariat ayat 56-58 memang manusia hanya dijadikan untuk.menyembah Allah,” Dan Aku tidak nenciptakan jin dan manusia ,melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.

Bila disarikan atau dikonklusi ada tiga hal utama yang harus dimiliki seseorang yang berjalan pada jalan yang lurus. Pertama, memiliki Iman atau keyakinan yang teguh pada Allah, yaitu berupa Tauhid, mengesakan Allah, Allah hanya satu, tidak beranak dan tidak diperanakan. Doktrin Tauhid dan monotheisme mutlaq   ini dinyatakan dengan tegas dalam al-Qur’an surat al-Ikhlas.( surat 112). Menurut Nurcholish Madjid, yang mengutip sosiolog agama  terkenal Max Weber dalam bukunya  The Sosiology of Religion mengatakan, bahwa dari ketiga agama monotheisme , Yahudi, Kristen dan Islam, maka yang paling kuat berpegang pada monotheisme adalah Islam dan Yahudi. Adapun Kristen telah banyak dicampuri oleh faham yang bersifat menjurus kepada politeis ( Nurcholish Madjid, Tauhid Sebagai Pegangan Hidup, Mihrab,Bulletin dan Kumpulan Ceramah, ICMASK No 6/III/86).

Tauhid bisa disebutkan sebagai  bagian dari Rukun Iman yang enam, yaitu selain meyakini Allah juga meyakini yang lain  seperti percaya pada Malaikat, Rasul, Al Quran, Hari Kiamat dan Taqdir.

Seorang muslim tidak cukup hanya meyakini rukun iman, tetapi juga wajib melaksanakan rukun Islam yang lima, yakni mengucapkan dua kalimah syahadat, mengerjakan shalat , berpuasa, mengeluarkan zakat dan naik haji.

Jika rukun iman menekankan keyakinan pada Allah, maka rukun Islam nenekanan pentingnya melaksanakan ibadah. Karena itu ibadah merupakan unsur kedua dari pentingnya mencapai jalan lurus yang diperintahkan Allah.

Kembali nengutip Nurcholish Madjid menjelaskan, sistem.ibadah dalam Islam bersifat Taqarrub, bukan mengetahui. Barang siapa yang sungguh-sungguh taqarrub atau mendekati Allah, maka  Allah akan menunjukkan jalan-jalan-Nya. “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridlaan) Kami, benar-bebar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami (al-Ankabut ayar 69).

Lanjut Nurcholish, itulah sebabnya Islam disebut juga “jalan”, karena itu banyak istilah-istilah seperti Syariah, Syir’ah, Maslak, Sabil, Minhaj, Thariqah yang semuanya mempunyai arti “jalan”. Yakni jalan menuju Allah, sebab Allah tidak bisa dijetahui, sebab kalau Allah bisa diketahui, maka sama dengan dikuasai.  Jelas ini mustahil.

Unsur ketiga untuk menemukan jalan yang lurus adalah memperbanyak amal shaleh. Dalam al-Quran kata iman selalu digandengkan amal shaleh. Ini bisa dipetik maknanya bahwa disamping  keyakinan yang kuat terhadap Allah harus juga disertai kesediaan untuk melakukan amal.kebaikan atau amal shaleh.

Dalam al-Quran bertebaran ayat yang menyampaikan penghargaan Allah yang sangat tinggi kepada orang yang beramal shaleh. Bahkan, Allah menyebut mereka dengan sebaik-baiknya makhluk (khairul bariyyah), seperti tertera dalam surat al-Bayyinah ayat 7-8. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk”. Dalam ayat yang lain orang yang berbuat shaleh ini juga disebut orang-orang yang benar (shodiqun). ” Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu berkorban dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, mereka itulah orang yang benar (al-Hujurat ayat 15).

Yang menarik adalah sebutan manusia Taqwa–manusia yang paling tinggi derajatnya dalam pandangan Allah–seperti disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 177 –adalah muslim yang bukan hanya beriman pada hal-hal gaib, tetapi juga  bersedia mengorbankan hartanya membantu orang-orang yang dalam kesulitan.

Bahkan, jika seorang muslim menginginkan berjumpa dengan Allah pada hari akhirat nanti, maka amal shaleh itulah yang bakal mengantarkannya bertemu dengan Sang Khalik, Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. “Barang siapa mengharap berjumpa dengan Tuhannya maka hendaklah ia nengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya ( al-Kahfi ayat 110).

Siapakah yang tidak merindukan bertemu dengan Tuhannya, karena itulah puncak kebahagiaan sejati. Bukankah para sufi dan ahli tasawuf– seperti Rabiah al Adawiyah– , ketika hidup di dunia , setiap hari berdoa dan menengadahkan batinnya pada Allah.

“Tuhanku, malam telah berlalu dan siang segera menampakkan diri. Aku gelisah, apakah amalanku Engkau terima hingga aku merasa bahagia, ataukah Engkau tolak hingga aku merasa sedih. Demi keMahakuasaanMu, inilah yang akan kulakukan selama aku Engkau beri hayat. Sekiranys Engkau usir aku dari depan puntuMu, aku tidak akan pergi, karena cinta padaMu telah memenuhi hatiku”.

Jalan lurus ihdinis shiratul mustaqiim, yang setiap sholat kita haturkan pada Allah, hanya dengan ibadah dan amal shaleh  bisa kita raih. Siapkah anda berkorban harta untuk bertemu dengan-Nya?

Arfendi Arif, peminat masalah keislaman dan perbukuan.









LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here