Jumpa Nuim Khaiyath, Wartawan Legendaris Radio Australia

0
565
- Advertisement -

Catatan Ilham Bintang

Resto Ayam Portugis Nando’s 551 Flinders Street, Senin (23/5) siang. Saya tiba di resto itu, resto ayam dari Afrika Selatan bernuansa Portugis, 10 menit sebelum jam 1 siang, sesuai waktu yang kami perjanjikan.

Saya harus tiba lebih dahulu, karena saya pihak yang wartawan legendaris radio Australia itu untuk makan siang. Tak elok rasanya jika terlambat. Apalagi dia datang dari rumahnya yang berjarak 32 km dari resto yang lokasinya di pusat kota.

Ternyata Nuim tiba lebih cepat lagi. Baru satu kaki menginjak lantai resto ketika kami dikejutkan sapa.

“Assalamu’alaiikum” dalam nada suara bariton dari dalam resto. Wow! Waalaikumsalam. Saya kalah cepat tapi tidak bisa dibilang terlambat.

- Advertisement -

Seperti pembawaan orang Sumatera Utara umumnya, begitulah Nuim. Tidak perlu basa basi. Kami langsung ngobrol seru. Satu porsi terbesar ayam Nando’s Peri-Peri dan tiga mangkok nasi pedas khas Nando’s (spicy rice) menjadi santapan kami bertiga ( saya dengan istri), sambil ngobrol sekitar 90 menit.

Ini yang seru. Mengenai kisah perjalanan kariernya. Juga — ini yang seru — heboh kesaksiannya tempo hari soal kasus pengemplang pajak Syamsul Nursalim, hingga Pemilu Australia yang baru saja berlangsung. Hari itu pas hari pelantikan
PM yang baru terpilih, Anthony Albanese (59) dari Partai Buruh sebagai Perdana Menteri yang ke-31 menggantikan PM lama Scott Morrison (dari Partai Liberal).

PM baru adalah putra dari ibu tunggal yang dibesarkan di kompleks perumahan rakyat yang dibangun pemerintah ( semacam Perumnas). Cita-cita lama Anthony Albanese duda seorang anak, menduduki kursi Perdana Menteri akhirnya terkabul.

Pemilu di Australia kemarin berlangsung tenang-tenang saja. Tidak ada keriuhan yang berarti. Berbanding terbalik dengan keadaan di Tanah Air. Yang jadwal Pemilunya masih 2024, tapi sudah gaduh sejak tahun lalu. Entah seperti apa riuhnya seandainya Presiden RI yang terpilih statusnya seperti PM Australia yang baru : anak dari ibu tunggal.

Swab Antigen

Nama lengkap wartawan legendaris ini : Nuim Mahmud Khaiyath. “Arti hayat adalah “yang hidup”, sedangkan khaiyath, artinya tukang jahit – Panjaitan.. Hahaha,” sergahnya spontan.

Ayah 4 Anak dan kakek 11 cucu, kelahiran Medan, Sumatera Utara, 7 Desember 1938 itu tampak masih sangat bugar.

“Insya Allah, tahun ini saya menginjak usia 84 tahun,” ujarnya.

Apa resepnya sehingga awet muda dan bugar?

” Jangan anggap diri sudah tua, terus berkarya dan olahraga. Bukan hanya yang aerobik melainkan juga yang melibatkan resistensi – angkat beban/besi misalnya,” sahut pria kelahiran Medan yang dibesarkan di Jalan Masjid Gg Bengkok, Medan.

Sebenarnya kami janji bertemu minggu lalu, namun batal. Sehari sebelum pertemuan, Nuim kirim pesan di WhatsApp. Dia mendadak pilek hari itu. Di Melbourne, dan pada umumnya kota-kota di Australia yang kasus Covid-19 nya masih tinggi riskan berinteraksi dalam kondisi kesehatan seperti itu. Walaupun di Australia kini sudah bebas, tidak ada lagi pembatasan kegiatan masyarakat, namun ada juga masyarakat yang fanatik masih memberlakukan persyaratan rapid Test Antigen sebelum menghadiri pertemuan.

Berkaca pada alasan itu, saya pun membawa tiga kit Swab Antigen ke resto, siang itu. Tapi Nuim tidak mau menggunakan. Alasannya karena baru semalam dia diswab Antigen. “Jangan khawatir, saya setiap hari tes. Vaksin saya sudah tiga kali, malah bersiap yang keempat,” jelasnya seperti membaca pikiran saya.

Vaksin ke 4 ?

“Iya khusus untuk lansia usia 70 tahun ke atas.”

Saya dan istri tetap lanjutkan tes Antigen di resto itu. Hasilnya, syukur, negatif. Makna Tes Antigen sekarang sekaligus menunjukkan penghormatan kepada pihak yang diajak pertemuan. Pernyataan komit pada perasaan nyaman dan aman karena kami berikhtiar melindunginya juga. Dampaknya, memang yang panen dan bertambah kaya, tentu perusahaan farmacy di mana pun. Tes Antigen di sini mahal. Test PCR nya AUD $ 145 ( Rp.1,5 juta).

Nuim Khaiyath memulai kariernya di dunia jurnalistik pada 1964 dengan bekerja pertama kali di BBC London. Kontraknya lima tahun tapi waktu itu dia hanya jalani tiga tahun. Kemudian pindah bekerja di Radio Australia Siaran Bahasa Indonesia (RASI) 1967-1970. Tahun 1970 kembali lagi ke BBC London. Menghabiskan sisa dua tahun kontraknya terdahulu hingga tahun 1972. Lalu kembali lagi ke RASI dan bekerja hingga pensiun di tahun 2014.

Nuim telah bekerja 40 tahun untuk ABC dan ia merasa keberadaannya sebagai warga Indonesia di Australia telah “memanfaatkan dan dimanfaatkan”.
Ia menjelaskan salah satu misi RASI adalah untuk saling memperkenalkan dua bangsa dan berharap bisa memberikan rasa saling pengertian.

“Kami memberikan penjelasan kepada masyarakat di Australia mengenai Indonesia dan dalam kasus tertentu mengenai Islam. Kemudian kepada para pendengar Radio Australia di Indonesia, kami mencoba memberikan penerangan, keterangan, penjelasan, mengenai keadaan yang sebenarnya di Australia,” tuturnya panjang lebar dalam sebuah wawancara dengan ABC Indonesia beberapa waktu lalu.

Salat Jumat di Hari Minggu

Kini, Nuim mengaku sangat gembira, di Melbourne sudah dibangun banyak masjid. Tercatat sekitar 56 Masjid. “Waktu tahun-tahun pertama di sini, tidak ada tempat untuk Salat Jumat di Melbourne. Cukup lama warga Muslim melaksanakan Salat Jumat pada hari Minggu di lapangan terbuka ( taman). ” Karena cuma hari itu yang diizinkan, selain jemaahnya juga pada hari Jumat masih bekerja,” paparnya.

Setelah pensiun Nuim memilih tetap tinggal di Melbourne. Kenapa tak pulang ke Tanah Air? Jawabannya begini, “Kalau orang Medan mengatakan tempat jauh lagi dikenang, ini kan pula tempat bermain,” katanya.

Nuim terus terang mengaku dia berat meninggalkan Melbourne.”Ketika masih kerja di RASI, saya bayar pajak lebih dari AU$ 30.000 per tahun ( Rp.320 juta). Jadi saya ikut membantu pemerintah [Australia],” katanya.

Kini setelah tak bekerja lagi, Nuim merasa giliran pemerintah Australia membantunya, karena sebagian pengeluarannya ditanggung oleh pemerintah Australia. Masa awal pandemi Covid-19, Nuim juga mendapat santunan uang dari Pemerintah Australia.

Heboh Syamsul Nursalim

Meskipun sudah lama mengenal nama dan kiprahnya, tapi pertemuan saya dengan Nuim secara fisik baru dua kali. Yang pertama, tiga tahun lalu. Waktu Salat Idul Adha 1440 H/2019 di Gedung Konsulat Jenderal RI di Melbourne. Nuim menjadi Imam dan Khatib Salat Ied waktu itu. Saya tertarik mewawancarainya karena kebetulan wartawan senior Marah Sakti baru saja menurunkan tulisan di “Ceknricek.com” berjudul “Kasus SKL-BLBI Dan Kesaksian Yang Menyudutkan Megawati” (7 September 2018).

Dalam tulisan itu nama Nuim Khaiyath disebut sebagai sosok yang memberi kesaksian mengenai keberadaan buron pengemplang BLBI 37 T Syamsul Nursalim di Melbourne. Padahal, seharusnya yang bersangkutan menghadiri sidang pengadilan di Tanah Air.

Nuim mengetahui Syamsul Nursalim berada di Melbourne untuk bertemu Taufiq Kiemas dan Puan Maharani. Nuim menyoal itu. “Jarak Singapura (tempat Syamsul Nursalim bersembunyi) dengan Jakarta hanya butuh satu jam penerbangan. Tapi Syamsul yang mengaku sakit bisa terbang ke Australia yang berjarak 8 jam penerbangan,” kata Nuim.

Apalagi tidak lama setelah pertemuan itu pemerintah RI pun menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk Syamsul Nursalim. Kejadian tahun 2002 itulah yang diungkit kembali dalam tulisan Marah Sakti berdasar kesaksian Nuim.

Bagaimana kelanjutan kisah itu?

“Tidak ada. Senyap aja. Tidak ada folllow up. Sumber saya yang mengetahui peristiwa pertemuan di Hotel Hyatt Melbourne itu, sangat ketakutan. Dia langsung pindah tempat pekerjaan,” ungkapnya.

Menurut Nuim cerita itu ditanyakan juga waktu dia diwawancarai Radio Rasil Jakarta, Senin pagi kemarin.

Nuim sudah lebih setengah abad tinggal di Melbourne. Namun dia mengaku tetap mempertahankan kewarganegaraan RI nya. Tahun 2020 sebelum pandemi dia pulang ke Medan. Dia berniat tinggal di kampung halamannya untuk masa sebulan. Pandemi Covid-19 kemudian merebak di seluruh dunia. Ia baru menikmati 10 hari liburan di Medan saat dia memutuskan segera kembali ke Melbourne.

Sabtu Gembira

Jabatan terakhir Nuim Di ABC adalah Kepala Siaran Bahasa Indonesia di Radio Australia (RASI). Acaranya yang populer adalah Sabtu Gembira (SAMBA), yang dibawakan dalam logat Melayu Medan. Acara tersebut disiarkan pula oleh Radio Delta FM setiap hari Sabtu pagi.

Acara lain yang diasuhnya di RASI adalah PERSPEKTIF, dan Dunia Olahraga. Selain itu dia juga tampil dalam siaran life 105.8 FM Jakarta, setiap Senin pagi dalam acara Postcard from Melbourne. Pengetahuannya yang luas membuatnya sangat populer di kalangan pendengar radio tersebut, sehingga ia mendapat julukan “Kamus Berjalan”.

Aktivitas rutin yang dilakukannya di luar siaran radio adalah menulis esai, berenang, dan membaca. Sejak tiga tahun lalu, esainya banyak disiarkan di Ceknricek.com. Nuim telah menerbitkan sebuah buku baru “Dunia Di Mata Nuim Khaiyath”.

“Titip salam buat Bang Nuim, ” pesan Marah Sakti ketika tahu saya bertemu dengan Nuim.

” Wow. Itu penyiar idola aku. Pernah sama-sama jadi penyiar di Radio Delta,” timpal Rita Sri Hastuti, pengurus PWI Pusat dan anggota Lembaga Sensor Film di Indonesia, di WAG warga PWI.

Sayang, pesan itu disampaikan tiga jam setelah kami pisah dengan Nuim Khaiyath. Mudah-mudahan dia membalas setelah membaca ini.

Melbourne 24 Mei 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here