Oleh Bachtiar Adnan Kusuma
Innalillah Wa Innailahi Rajiun, telah berpulang kehadapan Allah SWT orang tua kita, tokoh masyarakat dan pejuang Sulawesi Selatan, Brigjen TNI Purn. H.Bachtiar Karaeng Leo (91) Selasa malam, (27/7/21) Pukul 21.14 Wita di Rumah Sakit Angkatan Darat, Pelamonia Makassar. Saya mengenal Jenderal H.Bachtiar Karaeng Leo, selain sebagai orang tua dan sesepuh masyarakat Kabupaten Jeneponto, almarhum adalah tokoh pejuang yang humanis, humble dan murah senyum yang menyerahkan tempat dan gedung miliknya yang terletak di jalan Lamaddukelleng sebagai tempat dan gedung Perpustakaan Kota Makassar sejak masa walikota Makassar, Dr.Ir.H.M. Ilham Arief Sirajuddin, M.M. sampai sekarang.
Sebagai penulis buku, saya pernah diminta almarhum menulis buku biografinya beberapa tahun lalu, namun terputus komunikasi. Padahal, almarhum telah menyerahkan segopok bahan-bahan tulisan tentang dirinya setebal sekitar 300 halaman. Karena itu, saya mengenal almarhum Jenderal Bachtiar adalah tokoh Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia yang tak pernah lelah dalam berjuang, berbuat dan berkarya. Suatu ketika almarhum melontarkan pernyataan kepada penulis “ Saya tak mau sekolah. Maunya menjadi tentara” kata Wakil Komandan TRI Persiapan Sulawesi.
Sebagai bocah 16 tahun yang masih berbau kencur, Jenderal Bachtiar kala itu disarankan oleh Lanto Daeng Pasewang untuk tetap bersekolah. Namun Bachtiar tetap bersiteguh. Walhasil, dia pun diikutkan dalam latihan keprajuritan di Situbondo, Jawa Timur.
Dia merasa tidak dianggap dan dipandang enteng kalau tak disertakan untuk memanggul senjata, sebab dialah yang termuda. Lucunya selagi menyeberang sungai, Bachtiar terpaksa digendong oleh seorang prajurit lainnya.” Saya tak takut mati” seru Bachtiar. Darahnya berdesir, ketika republik mengalami pasang surut dalam perang kemerdekaan. Apalagi ia sekolah di SMP Nasional bersama Wolter Mongisidi, Yusuf Madjid dan lainnya. Bachtiar tinggal di kediaman Lanto Daeng Pasewang, yang tak henti meniupkan kemerdekaan.
Berbagai kejadian menimpa Bachtiar. Pernah dia dianggap mata-mata musuh oleh tentara republik Madura. Tapi setelah diperlihatkan surat keterangan yang disimpan di dalam sepatunya barulah dipercaya. Di Jawa bergabung bersama TRI Persiapan Sulawesi yang dikomandoi Andi Mattalatta dan Qahar Mudzakkar. Di sana mereka dilatih dan telah terbentuk kader tentara untuk berjuang di Sulawesi Selatan. Bachtiar tak pernah mengenal kata menyerah. Dia jualah yang ikut menumpas pemberontakan Qahhar Mudzakkar. “Kita berjuang tanpa pamrih”, kata mantan Kasdam Kodam XIV Hasanuddin ini.
Ia saksi mata dari sekian banyak orang sekampung termasuk saudara, ipar dan kerabatnya tewas akibat keganasan Westerling.
Pengalamannya di pergerakan cukup bervariasi. Bekas wakil ketua DPRD Sulsel dan Tenggara ini pernah menjadi anggota Ekspedisi TRI dan Bachtiar ikut merancang keputusan pembekuan kegiatan PKI oleh penguasa perang di Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan dan Sulsel pada 1960. Pensiun dari militer, ia menjadi anggota DPR MPR 1987-1997. Ia kembali ke Makassar membangun usaha demi untuk daerahnya. Dan, salah satu titik asa persembahan di usianya yang senja, Jenderal Bachtiar menyerahkan gedung dan tempatnya untuk dijadikan Perpustakaan Kota Makassar.
H.Bachtiar adalah Jenderal yang sangat gigih berjuang untuk literasi di kota Makassar, pada penghujung 2018 oleh Pemerintah kota Makassar menyerahkan penghargaan sebagai tokoh pejuang yang tak mengenal lelah. Penulis bersyukur karena bersama-sama almarhum Jenderal H. Bachtiar Karaeng Leo menerima penghargaan di lapangan Karebosi pada akhir 2018 yang diserahkan Walikota Makassar, Danny Pomanto. Selamat jalan Karaeng Leo, Baktimu akan dikenang sepanjang masa….
Penulis, tokoh literasi Sulawesi Selatan