Kepemimpinan Indonesia yang Mengangkat Kesejahteraan Rakyat dan Bangsa

0
621
- Advertisement -

Kolom Prof. Dr. Amsal Bahtiar,MA

Kemajuan sebuah negara sangat ditentukan oleh seorang pemimpin. Teori ini sulit untuk dibantah kebenarannya. Fakta sejarah menunjukkan kemajuan yang diraih sebuah negara atau bangsa karena kemampuan seorang pemimpin baik dalam memanej rakyatnya, menjalankan birokrasi pemerintahan maupun menggunakan potensi ekonomi dan sumber daya alam yang terdapat dalam negaranya.

Teori kesuksesan seorang pemimpin sesungguhnya tidak cukup hanya dilihat dari aspek politik atau sikap demokratisnya seorang pemimpin, tapi harus dikaitkan dengan skup yang lebih luas, yaitu bagaimana seorang pemimpin dapat memanfaatkan sumber-sumber potensi yang dimiliki negaranya untuk meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya.

Karena itu kajian tentang kesuksesan seorang pemimpin harus dihubungkan atau terkait dengan ikhtiarnya memaksimalkan potensi dan sumber-sumber kekayaan alam yang dimiliki bangsanya, baik yang bersifat material maupun non-material dimanfaatkan untuk mendongkrak kemajuan dan kesejahteraan bangsa, negara dan rakyatnya.
Bagi Indonesia teori ini tentu sangat relevan karena kita memiliki sumber-sumber kekayaan alam yang kita sendiri belum mampu memanfaatkan dengan baik, baik itu kekayaan yang tersimpan dalam perut bumi kita seperti pertambangan, kekayaan di lautan, di bidang pertanian, maupun kekayaan yang bersifat budaya, kesenian, kerajinan dan lainnya.

Beberapa perhitungan dan kalkulasi dari para ahli menunjukkan bahwa potensi kekayaan kita baik yang terkandung di dalam daratan, lautan maupun udara sangat besar.

- Advertisement -

Salah satu contoh saja potensi kekayaan laut Indonesia pada tahun 2009 mencapai 156,8 miliar dollar Amerika Serikat (USD) atau setara Rp 2.227 triliun dengan kurs per-dollar Rp 14.200. Perinciannya, sektor perikanan sebesar Rp 453,5 triliun, wilayah pesisir lestari Rp 795,2 triliun, minyak bumi Rp 94,3 triliun, dan transportasi laut sebesar Rp 284 triliun.

Bahkan, ada yang menyebutkan potensi ekonomi laut Indonesia diperkirakan sekitar 1,2 triliun dollar AS per-tahun atau setara dengan 10 kali Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) pada 2012. “ Apabila potensi itu dapat dioptimalkan sebaik mungkin maka dapat menjadi tulang punggung bagi pembangunan Indonesia,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, Menteri Kelautan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), 2014-2019 (Suharsono, BI Press,Jakarta 2014,hal. 155).

Di bidang pertambangan Indonesia memiliki beragam jenis yang bisa menjadi pemasok kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Di antaranya adalah minyak bumi dan gas, batu bara, bauksit, nikel, pasir besi, emas dan timah.

Sumber-sumber lainnya yang merupakaan potensi ekonomi juga terkandung dalam potensi hutan, potensi pariwisata, tanah untuk pertanian, air untuk irigasi dan pembangkit listrik, dan potensi udara untuk energi tenaga surya.

Namun,kita memiliki potensi keamanan yang rawan dengan kekayaan yang kita miliki ini. Karena disamping keterbatasan kita dalam mengolah sumber-sumber kekayaan alam ini dengan keterbelakangan teknologi, juga kemampuan untuk melindungi kekayaan alam ini sangat lemah.

Kekayaan kita yang dicuri di laut atau illegal fishing (pencurian ikan) , misalnya, cukup besar nilainya. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO, Food and Agriculture Organization) pernah mengungkapkan, dari 6,4 juta ton potensi ikan Indonesia di laut, sebanyak 25% dijaring secara illegal atau dicuri. Diperkirakan kerugiannya per-tahun mencapai Rp 30 triliun.

Kita juga lemah dalam memanfaatkan sumber-sumber ekonomi kita untuk menghasilkan keuntungan bisnis dan devisa. Misalnya, dalam ekonomi maritim sebesar 90% distribusi hasil laut dilakukan oleh perusahaan asing dan hanya 10% yang dilakukan perusahaan dalam negeri. Demikian juga karena kita tidak memiliki kapal-kapal dengan tonase besar, maka kegiatan ekspor dan import hasil laut hampir 96,6% menggunakan kapal-kapal asing, dan 46,8% muatan dalam negeri dikuasai oleh kapal berbendera asing. Ini akibat industri perkapalan kita yang belum berkembang baik, sehingga belum bisa mengurangi dominasi asing.

Konsekuensinya, setiap tahun Indonesia harus membayar jasa kapal asing sebesar Rp 100 triliun. Kondisi industri pelayaran kita yang belum baik ini menyebabkan rendahnya kontribusi sektor industri pelayaran terhadap PDB (produk domestik bruto) yang hanya 1,64%. Padahal, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia seharusnya industri pelayaran menjadi tulang punggung (backbone) perekonomian nasional (Suharsono, Dekonstruksi Indonesia, Konsep Pemikiran Isran Noor, Pembangunan Berbasis Kewilayahan, Bangun Indonesia Press, Jakarta, 2014 hal. 162).

Kelemahan kita juga terdapat dalam pengawasan birokrasi, yaitu terjadinya kebocoran anggaran yang disebut korupsi. Bagawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo dulu mengungkapkan sebanyak 30% APBN mengalami kebocoran. Sekarang kita tidak tahu berapa besar prosentase kebocorannya. Namun, kalau kita baca berbagai pemberitaan angka-angka kebocoran yang lazim disebut korupsi angkanya sungguh luar biasa. Kejaksaan Agung sekarang ini sedang menyidik korupsi di PT Timah Tbk senilai Rp 300 triliun.

Mantan Menkopolhukam Mahfud MD beberapa waktu lalu mengungkapkan kementeriannya sedang menangani kasus korupsi senilai Rp 700 triliun. Di antaranya sebanyak Rp346 triliun kasus pencucian uang atau traksaksi janggal di Kementerian Keuangan.

Kejagung juga sedang mengusut dugaan korupsi di PT Antam terkait tata kelola emas seberat 109 ton dengan nilai Rp 130 triliun. Kasus yang terjadi antara tahun 2010 sampai 2022 ini telah ditetapkan tersangka sebanyak 6 orang.
Memberantas korupsi ternyata tidak mudah. Walaupun ada ancaman penjara, namun hal ini ternyata tidak mampu membuat pelakunya jera. Indonesia Corruption Watch (ICW) yang melakukan pemantauan korupsi ternyata angkanya selalu menunjukkan naik tiap tahun.
Pada tahun 2019 terjadi 271 kasus korupsi dengan jumlah tersangka 580 orang. Pada tahun 2020 naik menjadi 444 kasus dengan tersangka 875 orang. Tahun 2021 naik lagi menjadi 533 kasus dengan jumlah tersangka 1.173 orang. Setahun berikutnya tahun 2022 melonjak menjadi 579 kasus dengan tersangka 1.396 orang. Terakhir tahun 2023 bertambah menjadi 791 kasus dengan jumlah tersangka naik menjadi 1.695 orang.

Kepemimpinan yang Dibutuhkan

Melihat permasalahan yang kita hadapi di atas timbul pertanyaan kepemimpinan yang bagaimanakah yang dibutuhkan negara dan bangsa kita agar Indonesia bisa meraih kemajuan dan mensejahterakan rakyatnya?

Dalam menganalisa keberhasilan seorang pemimpin sering masalah ini dikaitkan dengan karakter atau sifat personal yang harus dimiliki pemimpin. John Adair, pakar kepemimpinan Inggris, misalnya, menyebutkan 12 peringkat sifat yang mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin, yaitu tegas, kepemimpinan, integritas, antusiasme, imajinasi, kerelaan untuk bekerja keras, kemampuan analitis, memahami orang lain, mampu mengenali kesempatan, mampu menghadapi situasi yang tidak menyenangkan, mampu beradaptasi dengan perubahan secara cepat, dan kerelaan untuk mengambil resiko.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Charles Margerison, menyebutkan 10 hal yang mempengaruhi keberhasilan seorang pemipin, yaitu kemampuan bekerja dengan orang lain, tanggung jawab diketahui lebih dahulu untuk tugas-tugas penting, kebutuhan untuk mencapai hasil, pengalaman kepemimpinan di awal karier, pengalaman yang luas dalam berbagai fungsi sebelum usia 35, kemampuan berhubungan dan berunding, kerelaan untuk mengambil resiko, kemampuan untuk mengeluarkan lebih banyak buah pikiran dibandingkan dengan teman sekerja, memiliki bakat yang dikembangkan oleh atasan langsung, dan kemampuan untuk mengubah gaya kepemimpinan agar cocok dengan keadaan.

Melihat kualifikasi atau persyaratan pemimpin yang bakal dianggap sukses di atas, secara garis besar rasanya bisa dibagi dua kategori. Dengan dua kategori tersebut diharapkan mampu untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi Indonesia.

Kategori pertama adalah yang bersifat praktis atau menghadapi permasalahan-permasalahan kongkrit dan nyata. Misalnya, bagaimana memfaatkan kekayaan sumber daya alam, menghadapi kegiatan illegal atau pencurian kekayaaan alam kita, masalah korupsi dan semacamnya. Menghadapi problem seperti ini maka kemampuan seorang pemimpin adalah berfikir dan bertindak secara kreatif. Mampu mencari solusi atau memecahkan permasalahaan. Karena itu seorang pemimpin dibutuhkan memiliki kecerdasan, kaya dengan ide mencari solusi, dan berani melakukan terobosan, serta progresif atau mau dan berani melakukan perubahan. Agaknya, ini yang disebut kepemimpinan problem solving. Yaitu kepemimpinan yang mampu mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi, berfikir kreatif, yang kemudian dikombinasikan dengan sifat keberaniaan. Dengan demikian potensi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi Indonesia bisa diselesaikan.

Yang kedua, setelah memiliki kemampuan memimpin untuk menyelesaikan masalah kongkrit yang dihadapi (problem solving), maka yang kedua yang dibutuhkan adalah memiliki kepemimpin moral, yaitu kepemimpin yang terkait dengan karakter atau sifat jujur, berintegritas, bertanggung jawab, amanah, punya kepekaan pada persoalan yang dihadapi rakyat, dan berani menegakkan keadilan.

Bila dua syarat di atas dimiliki seorang pemimpin, maka potensi kekayaan alam yang dimiliki In Syaa Allah akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Dan, masalah yang kita hadapi bisa diselesaikan. Sebab, pemimpin model ini bukan saja memimpin dengan otak dan kecerdasaannya, tapi juga dengan hati nurani, moral atau batin yang bersih, apalagi berkat bimbingan Allah Swt. Sehingga potensi untuk melakukan penyelewengan sangat minim untuk dilakukan. Allahu’alam.

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA, adalah Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pengembangan Bisnis Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Depok, Jawa Barat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here