PINISI.co.id- Nelayan Dual Farera (70 th) menemukan seekor penguin hampir mati tak jauh dari pantai Rio de Jeneiro Brasil, berlumur lumpur dan tumpahan minyak. Farera merawat penguin tersebut diberi nama Jinjing sampai sehat. Dan ketika Jinjing sehat, Farera dengan rasa haru melepaskannya di pantai ke laut lepas untuk kembali ke habitatnya.
Apa yang terjadi, setahun kemudian di musim dingin Jinjing kembali lewat belakang rumahnya menemui Farera untuk melepas kerinduan pada orang yang telah berbuat baik padanya. Bayangkan penguin ini harus menempuh jarak sekitar 500 mil atau 8.000 km pulang pergi dari habitatnya hanya untuk menemui Farera.
Begitulah Penguin Jinjing, setelah dirawat dan diselamatkan Farera, ia tiap tahun pada musim dingin, kembali menemui Farera.
Penemuan Farera Antara lain disampaikan Hafid Abbas di ceramah Ramadhan Departemen Kerohanian BPP KKSS. Acara ini dipandu Prof DR Awaluddin Djalla via Zoom, Senin malam (19/4/21).
“Saya merasa malu pada Penguin,” tegas Hafid Abbas begitu dalam dengan mata hangat.
Saya pun, kata Hafid, jarak begitu dekat dengan Makassar belum mampu melakukan hal sama, kepada orang tua, keluarga dan lainnya. Termasuk juga kepada isteri yang selalu setia mendampingi.
Pinguin Jinjing lanjut Hafid Abbas, tiap tahun melakukan ini berusaha menempuh perjalanan setara 8.000 km. begitu luar biasanya, mampu menempuh jarak yang sangat jauh. Diperkirakan habitatnya di pantai Argentina atau Chile.
Penemuan Cristina zenato, sambungnya, yang hobbi menyelam di Bahana Karibia senang mengamati perilaku hiu. Ia menemukan ikan hiu yang berbeda dengan lainnya. Ikan hiu ini ternyata ada kail besar di mulutnya. Cristina mengambil kail itu sampai tangannya masuk semua ke mulut hiu itu. Setelah kail itu dikeluarkan, hiu pergi, mungkin karena sakit saat kail tersebut dikeluarkan.
Tapi apa yang terjadi, hiu yang diberi nama Foggi ini ketika Cristina menyelam, hiu ini muncul mendekati Cristina. Mendekatkan kepalanya untuk dielus dan lainnya. Ia selalu datang ketika Cristina menyelam. Dan bukan hanya Foggi yang datang, tapi rombongan hiu lainnya ikut selalu muncul.
Di tayangan discovery itu disebutkan bahwa Cristina telah membantu 300 ekor hiu yang mengalami nasib serupa dengan Foggi.
Selain itu, Prof Ueno dosen di Tokyo Jepang menolong anjing dan akhirnya memeliharanya sekalipun anjing ini tidak begitu cerdas. Tiap hari ketika berangkat mengajar, selalu diantar oleh anjingnya sampai di stasiun dan menjemputnya ketika waktunya pulang.
Suatu ketika Ueno terjatuh saat mengajar dan meninggal. Ia dibawa pulang tentu bukan dengan kereta api. Tapi anjing yang dinamai Hachiko itu selalu menunggunya di stasiun kereta api seperti biasanya. Menurut record tercatat Sang anjing setia menunggu tuannya selama 9 tahun, 9 bulan, 15 hari, hingga suatu waktu ditemukan meninggal di jalan tidak jauh dari stasiun di mana ia selalu setia menunggu di tiap jam 3 sore. Dan untuk mengenangnya, tidak jauh dari tempat tersebut ada berdiri patung Ueno beserta seekor anjinya Hachiko.
Masa tahun1952- 1958, urai Hafid Abbas yang juga Dewan Pakar BPP KKSS, mengamati perilaku monyet, ada yang dikasih kentang lalu dimakan. Ada yang lain, begitu diberi kentang tidak langsung dimakan, tapi dicuci dulu baru dimakan.
Tentang kebiasaan baru, monyet ketika dikasih kentang, dicuci dulu baru di makan, akhirnya diikuti oleh monyet lainnya. Ini ternyata diikuti juga di tempat berbeda sekalipun tidak saling berhuhungan.
Ini disebut perilaku memberikan resonansi kebaikan. Perubahan perilaku-morphic fild. Bahwa apa yang diperbuat pada akhirnya kita juga yang menikmatinya.
Bukti empiris dari penelitian, pengamatan adalah hubungan kasih sayang. Resonansi pada alam raya.
Begitu indah dan begitu dalam maknanya.
Dalam hubungan morphic field dan khasanah nilai-nilai budaya Bugis banyak sekali yang bisa diambil maknanya. Antara lain; Tegasi sawe lopiE, Kositu taro singerreng– di mana kita berada di situlah beradaptasi, menanam budi baik atau legacy yang akan dikenang abadi.
Tiga 3 ampe kale; Pertama, TauE ri dewataE – jalan ke selamatan yakni ketaqwaan pada Allah SWT. Kedua, SiriE padatta rupa tauE – rasa malu pada sesama. Ketiga, SiriE ri watakkale – rasa malu pada diri sendiri.
Kemudian ditopang Kisah Haru Prof Hafid Abbas yang Merasa Malunaletei pammase dewata. Tiada jalan pintas dalam kehidupan ini.
Falsafah, Lettuko riolo nappako jokka – tiba sebelum berangkat. Tiap masalah diselesaikan dengan baik.
Muchlis Patahna Ketua Umum BPP KKSS, sangat mengapresiasi materi yang disampaikan Prof Hafid Abbas. Karena menurutnya, memang adalah bagian terpenting untuk menanamkan aqidah dan kearifan lokal pada keluarga besar KKSS. Karena ini adalah bagian dari memperkuat jati diri bagi orang Sulsel dan KKSS. Hari ini, siapa yang jauh dari itu, akan hilang dengan sendirinya.
Hadir juga Jafar Hafsah Ketua Dewan Pakar BPP KKSS.,Jumrana Salikki, Sri Asri Wulandari, dan sejumlah pengurus lain nya. (KL)
Penyampaian dari Hafid Abbas begitu mengalir, menggugah, hingga waktu yang ditentukan melewati batas karena banyaknya tanggapan dan pertanyaan dari peserta. (PK)