Kolom MUSLIMIN MAWI
Pendahuluan
Istilah kolektif kolegial merupakan terminologi yang kerap dipergunakan dalam berbagai organisasi di Indonesia, baik pada lembaga pemerintahan, organisasi politik, maupun organisasi sosial kemasyarakatan (Ormas). Prinsip ini umumnya dipahami sebagai suatu model kepemimpinan dan pengambilan keputusan yang dilaksanakan secara bersama-sama melalui mekanisme musyawarah-mufakat atau, apabila diperlukan, melalui voting. Dengan demikian, kepemimpinan kolektif-kolegial menekankan pentingnya partisipasi kolektif dan kesetaraan posisi antar-pelaku organisasi dalam menjalankan fungsi manajemen maupun pengambilan keputusan.
Kolektif-Kolegial dalam Konteks KKSS
Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia memiliki landasan normatif berupa Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Namun demikian, secara eksplisit tidak ditemukan penyebutan istilah kolektif kolegial di dalam AD maupun ART KKSS. Ketiadaan istilah ini tidak berarti bahwa prinsip kolektif-kolegial tidak dipraktikkan, melainkan konsep tersebut hadir dalam praktik kepemimpinan dan mekanisme organisasi yang berlangsung sehari-hari.
Dalam perspektif KKSS, semangat kolektif-kolegial dapat dimaknai sebagai implementasi nilai kebersamaan dalam sistem organisasi, bukan sebagai dominasi individu maupun kelompok tertentu. Model kepemimpinan ini berbeda dengan praktik tradisional yang menekankan kehendak para pemimpin dalam kolektivitas yang cenderung mengendalikan sistem. Sebaliknya, dalam KKSS, sistem organisasi menjadi instrumen utama dalam mengatur pembagian wewenang, pembagian kerja, serta mekanisme pengambilan keputusan.
Karakteristik Kolektif-Kolegial KKSS
Berdasarkan pemahaman terhadap praktik organisasi KKSS, kepemimpinan kolektif-kolegial memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
Berbasis Sistem Organisasi
Segala urusan dalam organisasi ditentukan oleh sistem yang telah disepakati bersama melalui AD/ART, Pedoman Organisasi (PO), dan keputusan musyawarah. Hal ini menegaskan bahwa kepentingan organisasi berada di atas kepentingan individu.
Pembagian Wewenang dan Tugas secara Berjenjang
Kepemimpinan kolektif-kolegial di KKSS mengandaikan adanya pendelegasian wewenang yang jelas kepada setiap unit kerja dan struktur organisasi, sehingga mencegah terjadinya sentralisasi kekuasaan pada individu tertentu.
Menolak Dominasi Individu
Konsep ini menegaskan bahwa bukan individu atau orang per-orang yang menentukan arah organisasi, melainkan sistem dan mekanisme kolektif yang telah disepakati.
Keselarasan dengan Sistem, Bukan Sebaliknya
Hakikat berorganisasi dalam KKSS adalah bagaimana setiap anggota dan pengurus menyesuaikan diri dengan sistem organisasi. Prinsip kolektif-kolegial menolak adanya upaya untuk memaksakan sistem agar selaras dengan kepentingan pribadi.
Implikasi bagi Tata Kelola Organisasi
Penerapan prinsip kolektif-kolegial dalam KKSS membawa implikasi penting bagi tata kelola organisasi, antara lain:
Mendorong Akuntabilitas
Karena keputusan dihasilkan melalui mekanisme kolektif, maka tanggung jawab atas kebijakan menjadi tanggung jawab bersama, bukan individu semata.
Memperkuat Solidaritas
Model kepemimpinan ini memperkuat semangat assituruseng (saling menopang) sebagai nilai budaya Sulawesi Selatan yang menjadi roh KKSS.
Menjamin Keberlanjutan Organisasi
Dengan menempatkan sistem di atas individu, kesinambungan organisasi lebih terjaga meskipun terjadi pergantian kepemimpinan.
Mewujudkan Tata Kelola Organisasi yang Profesional
Penerapan prinsip kolektif-kolegial sejalan dengan visi Ketua Umum KKSS yang menghendaki agar organisasi ini dikelola secara modern, transparan, akuntabel, dan berbasis sistem. Dengan demikian, kepemimpinan tidak lagi bertumpu pada figur, melainkan pada mekanisme organisasi yang sehat dan profesional.
Penutup
Dengan demikian, meskipun istilah kolektif kolegial tidak secara eksplisit termuat dalam AD/ART KKSS, namun praktik dan semangatnya nyata hadir dalam kehidupan organisasi. Kepemimpinan kolektif-kolegial di KKSS dapat dipahami bukan sekadar sebagai mekanisme teknis pengambilan keputusan, melainkan sebagai jiwa kebersamaan yang menempatkan sistem organisasi di atas kepentingan individu. Prinsip ini sejalan dengan nilai budaya siri’ na pacce serta semangat assituruseng yang menjadi fondasi sosial budaya masyarakat Sulawesi Selatan. Pada akhirnya, penerapan kolektif-kolegial ini juga mencerminkan harapan dan keinginan Ketua Umum KKSS dalam membangun tata kelola organisasi yang profesional, modern, dan berdaya saing tinggi.
Eramas 2000, 19 Agustus 2025.
Penulis, Aktivis dan Pemerhati Organisasi