Kolom Fiam Mustamin
SEPERTI cerita klasik saja, menjadi harapan impian bagi seniman dan budayawan untuk mendapatkan respon apresiasi yang layak dari pemangku birokrasi pemerintahan.
Karya seni pertunjukan: Tari, Teater dan Musik hanya dipandang sebagai pelengkap keramaian pada sebuah acara 17 Agustusan dan ulang tahun kota.
Salahkah itu?
Tentu saja tidak, sepanjang kehadiran kesenian itu mendapatkan apresiasi yang layak tidak lebih rendah dari artis penyanyi dangdut.
Bila kehadiran karya seni secara umum termasuk seni rupa dan disain grafis mendapat respon apresiasi yang layak dari pemangku pemerintahan maka hal itu pertanda kemajuan peradaban sebuah bangsa.
Musibah kebakaran sebuah rumah adat di Sao Mario Batu Batu Soppeng, Jumat (8/4/2022) menghubungkan saya dengan beberapa tokoh masyarakat Soppeng antaranya, M. Fankar Umran.
Tokoh ini dikenal sebagai seorang bankir profesional yang telah menempuh perjalanan kariernya sebagai Kepala Cabang dan Wilayah di beberapa daerah hingga jabatan direksi di kantor pusat Bank Rakyat Indonesia.
Saat ini beliau menjabat sebagai Direktur Utama BRI Insurance sejak tahun 2020.
Menyaksikan kebakaran salah satu rumah adat itu, Fankar, kelahiran Panincong, bersekokah di SD, SMP Negeri Satu dan SMA Negeri 200 Watansoppeng, berpendapat bahwa rumah adat dari empat etnis Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja adalah
simbol peradaban yang perlu kita jaga kelestarian dan kemanfaatannya.
Dari kalimatnya itu, saya merenung (mannawa nawa) untuk memberi jawaban yang menganalogikan pentingnya pemahaman dan apresiasi dari seorang pejabat publik pemerintahan terhadap seniman dan budayawan beserta karyanya.
Dengan itu, mengingatkan saya kepada tokoh,Tanri Abeng, enterpreneur handal yang menjadi esekutor yang memungkinkan tampilnya epos I Lagaligo warisan sastra klasik dunia di pentas beberapa even festival internasional di panggung Amerika, Eropa dan Asia 2004.
Interaksi bersentuhan emosional saya dengan tokoh Fankar ini, belum sampai hitungan puluhan tahun, pernah satu almamater di SMP Negeri 1 dan satu kawasan di perumahan pegawai Masewali.
Berharap akan lebih banyak lagi bertemu dengan tokoh seperti beliau; Fankar yang dapat diajak shering urung rembuk untuk bersama membangun kemuliaan (siapakaraja na sipakaiebbi) minimal dalam menginisiasi lahirnya pentas yang berkualitas. Entah teater, opera, orkestra musik bernuansa klasik etnis nusantara, karya-karya film yang berwawasan
kultural dan edukatif, berfungsi tontonan dan tuntunan.
Legolego Ciliwung 10 April 2022