Catatan Syaiful Samad, A.Ks, M.Si
Sekilas membaca judulnya yang memilih diksi melawan mungkin terkesan agak berlebihan.
Namun sesungguhnya pesan tersirat yang saya ingin sampaikan bahwa kata melawan sangatlah identik dengan hadirnya semangat untuk keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi.
Khususnya semangat bagi sesama orang yang sedang terpapar Covid-19 dan juga bagi semua orang pada umumnya yang membaca tulisan ini.
Saya ingin berbagi kisah pengalaman pribadi dengan penuh semangat berjuang mewalan Covid-19.
Saya terpapar Covid-19 pada 3 Juni 2020, kemudian dirawat di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar. Lalu seminggu kemudian setelah tes swab dan hasilnya dinyatakan positif.
Istri dan anak-anak kami kemudian menjalani pemeriksaan swab. Alhamdulillah, anak-anak kami atas lindungan Allah SWT hasilnya dinyatakan negatif.
Tapi sang istri tercinta ternyata terpapar Covid-19. Dalam prosesnya, virus tersebut entah datang dari mana dan siapa yang menjadi ‘carrier’
Kami tak tahu siapa pembawa virus ke dalam rumah. Disadari jika penulis dan istri punya profesi yang sangat rentan dan berisiko terpapar Covid-19.
Menjadi sosok yang berprofesi sebagai pekerja sosial, semenjak pandemi ini terjadi, sudah menjadi panggilan jiwa dan menjadi tanggung jawab moral untuk terlibat dan berinteraksi dengan banyak orang.
Hal ini guna menjalankan dan mengemban misi kemanusiaan, khususnya dalam mengurangi beban sosial ekonomi bagi warga yang terdampak.
Demikian halnya dengan istri yang berprofesi sebagai seorang dokter ahli radiologi di salah satu RSU di Sulawesi Selatan. Tentu tak terhitung interaksi yang dilakukan sebagai garda terdepan dalam menangani pasien yang terpapar. Bahkan ia sering bersentuhan langsung dengan pasien Covid-19.
Pilihan-pilihan profesi bukanlah hal yang mesti disesali. Sebagai keluarga yang dididik dengan pelajaran dan ilmu agama sejak dari kecil, menjadi kunci penguat keyakinan jika Allah SWT akan selalu memberikan perlindungan dan kekuatan kepada hambanya yang ikhlas menjalani ikhtiar dan senantiasa bermunajat
Berdoa dan didoakan oleh banyak orang, baik doa dan dukungan moral dari keluarga, sahabat dan teman sejawat yang Insya Allah kesemuanya menjadi sumber kekuatan untuk melawan Covid-19 tersebut.
Nah, bagaimana melawan Covid-19?
Perjuangan melawan Covid-19 dimulai sejak penulis beserta istri dirawat di rumah sakit. Terus berusaha menguatkan diri dan menerima ketentuan-Nya menjadi pilihan terbaik sekaligus menjadi penguat psikis disaat kondisi fisik dinyatakan terpapar.
Sungguh menjadi pelega bagi pasien yang terpapar ketika petugas medis meskipun lengkap dengan Alat Pelindung Diri (APD) dengan pakaian hazmatnya mengantar penulis ke gedung khusus isolasi pasien Covid-19, dengan pelayanan baik dan ramah oleh petugas.
Mereka melaksanakan prosedur penanganan pasien covid sesuai dengan standar pelayanan yang ada, di mulai dengan pemeriksaan suhu tubuh dan pengukuran tekanan darah sambil menunggu persiapan kamar yang akan ditempati.
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, ternyata kondisi saya menurut dokter sudah agak berat. Itu karena saya terlambat ditangani/diterapi dengan tindakan dan atau pengobatan Covid-19. Hal tersebut ditandai dengan saturasi (peredaran darah ke seluruh) hanya 84. Sementara normalnya minimal di angka 98.
Kondisi ini sangat berbahaya karena secara fisik, saya tidak pernah merasakan sesak napas dan ternyata bisa saja pada akhirnya tubuh akan kehabisan oksigen tanpa disadari dan tidak akan bisa tertolong lagi.
Dalam istilah medisnya kondisi demikian disebut Happy Hypoxia. Dengan pelayanan tindakan dokter dan tim medis lainnya yang cepat dalam menangani kondisi kritis pasien. Disertai dengan perlindungan Allah SWT, akhirnya penulis bisa melewati masa kritis tersebut selama dua pekan.
Banyak hal yang menjadi faktor penyebab sehingga saya bisa melalui masa kritis saat terpapar Covid-19 dan akhirnya bisa sembuh.
Yang juga sangat menggembirakan saya adalah istri saya juga sembuh. Saya merasa, dukungan dari beberapa pihak menjadi spirit dan motivasi para pasien melawan Covid-19 tersebut.
Inilah beberapa faktor yang saya anggap menentukan kami sembuh yakni di antaranya:
Pertama, saya meyakini kiriman doa yang terus mengalir dari keluarga, sahabat, pimpinan, rekan kerja, anak anak penyandang disabilitas yang menjadi penerima manfaat yang ada di balai serta banyak lagi pihak lainnya yang ikhlas mendoakan kesembuhan penulis.
Doa dari mereka memberikan semangat bagi penulis bahwa banyak orang yang mendampingi perjuangan melawan Covid-19 ini. Bahkan keluarga besar hampir setiap malam mengadakan pengajian dan doa bersama untuk kesembuhan.
Dukungan moril dan bahkan meteril dari mereka semua sangat dibutuhkan oleh seorang pasien covid yang dapat membantu terbentuknya sistem imun dalam tubuh sebagai senjata melawan covid-19.
Kedua, pelayanan tulus, penuh dedikasi dan keramahan oleh petugas rumah sakit. Mulai dari dokter, perawat, petugas laboratorium, cleaning service sampai pengantar makanan menjadi penambah semangat dan energi, meskikpun tugas mereka berat karena risikonya juga sangat berat.
Bisa dibayangkan, dengan menggunakan APD dalam durasi enam jam tanpa makan dan minum membuat mereka cepat lelah dan ini bisa menimbulkkan beban fisik dan psikis yang bisa saja mereka memperlakukan pasien dengan tidak baik. Mereka meninggalkan keluarga anak, istri atau suaminya.
Atas kesemuanya, saya mengucapkan terima kasih kepada tim Covid-19 Rumah Sakit Labuang Baji Makassar.
Ketiga, dukungan pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten Gowa yang tak henti-hentinya memberikan dukungan materil dan moril kepada warganya yang terpapar.
Hal paling berkesan yang dirasakan oleh saya ketika Bupati Gowa Adnan Purichta IYL membesuk semua pasien covid, walaupun lewat virtual.
Tentu kepedulian seorang pemimpin menjadi obat yang tak ternilai harganya bagi warga yang terpapar.
Kebetulan saya adalah warga Kabupaten Gowa. Olehnya itu atas kepedulian Bupati Gowa, saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Bupati Gowa.
Semoga kisah perjuangan melawan covid-19 menjadi referensi, inspirasi serta mampu mengedukasi bagi banyak pihak untuk terus menjaga diri, menjaga keluarga dan menjaga masyarakat dari pandemi covid-19 yang saat ini belum juga melandai.
Mematuhi protokoler kesehatan sangat berguna dan menjadi senjata preventif guna melawan dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 tersebut. Covid-19 ini bukan aib yang harus dijauhi orangnya dan keluarganya.
Mereka yang terkonfirmasi positif korona justru berharap besar dukungan dan doa dari orang terdekat.
Penulis, Kepala BRSPDF Wirajaya Makassar
[sumber tribun-timur.com]