Memandang Bukit Coppo Dongi Tompo Jompi, Bulu Assokoreng Sidenreng, Danau Tempe Wajo dan Melingkar ke Perbatasan Pegunungan Barru

0
729
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

TIDAK terjadi suatu wujud secara tiba tiba dan kebetulan tanpa proses.

Proses ini adalah hal yang dikhayalkan dan dibayangkan, diolah dengan nalar indra hati dan pikiran menjadi sebuah wujud bayangan disebut blue print (mappatepu).

Proses khayalan bayangan ini disebut juga kontemplasi atau renungan yang dalam bahasa Lontara disebut Nawa Nawa Mappatuju.

Nawa-nawa ini begitu penting kehadirannya dalam diri seorang pemimpin, budayawan dan seniman khususnya dalam mewujudkan karya-karya kreatif kontemplasinya.

- Advertisement -

Nawa-nawa ini saya perlu kemukakan untuk judul tulisan diatas.

Ada Apa di Bukit Copppo Dongi

SETAHUN lalu 2021, adinda insinyur pertanian Salahuddin Lambu mengabarkan bahwa telah terbangun sebuah resor di bukit dengan lahan yang cukup luas.

Dari ketinggian resor yang berlantai empat itu dapat memandang empat sisi view lahan di kawasan Sidrap, Wajo, bagian barat Soppeng terus timur wilayah Barru.

Resor itu berada di lokasi kampung PisingTompo Jompi dua kilometer ke arah bukit Coppo Dongi Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng. Resor itu memiliki ruangan pertemuan dan jamuan untuk kapasitas 200 hingga 300 orang.

Di halaman depan terbangun kolam renang yang membuat suasana resor di Eropa untuk jamuan tertentu.

Di areal pelatarannya terlihat kebon aneka tanaman buah. Di bukit yang agak rendah ada sejumlah bangunan rumah panggung untuk suasana tradisional tanah Bugis.

Teater Alam Terbuka

MENYAKSIKAN bangunan yang belum rampung, naluri seni saya mengatakan bahwa pemilik resor ini adalah seorang yang memiliki visi dan selera jauh  kedepan dengan bangunan semegah itu di tengah pedesaan.

Kehadiran sebuah panggung untuk pentas berbagai karya seni pentas (teater) dapat dinikmati oleh masyarakat yang terdidik.

Ini gagasan mulia untuk membangun masyarakat yang berperadaban dan berprikemanusiaan yang saling menghargai dan bertoleransi  dalam ikatan Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Dilihat dari investasi besar pembangunan resor untuk konsumsi masyarakat yang yang berkemajuan dengan peradabannya yang tidak ada batasan wilayahnya, dimanapun.

Inilah yang dimaksud dengan makna nawa-nawa yang telah membulatkan suatu tujuan/mappatepu.

Bila pemikiran hanya disandarkan semata kepada hukum ekonomi pengeluaran dan penghasilan ada sisa saldo dalam waktu singkat, maka tentu hal seperti ini tidak akan pernah terwujud, hanya jadi angan-angan belaka.

Dengan itu, saya memberi hormat apresiasi kepada tokoh putra Bugis yang telah merintis dan mewujudkan cita citanya membangun daerah leluhurnya.

Andi Mustari Pide (alm) berdomisili di Padang membangun sebuah kawasan rumah adat Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja yang diberi nama Sao Mario di Batubatu tanah kelahirannya untuk pelestarian  budaya tahun 1980 an.

Haji Launjuk yang domisili di Kolaka merintis jalan raya dari Se Ring ke Tumia serta membangun rumah dan mushallah di Wanua Tua Se Ring.

Andi Lutfi Halide, Wakil Bupati Soppeng membangun empang dan resor pertemuan di Solie dan kebun aneka tanaman dan pemeliharaan hewan di Pincengnge.

Dan Burhanuddin Andi, mantan Kapolda Sulsel domisili di Jakarta membangun rumah tinggal yang megah membanggakan di Lawo.

Kemudian Samsu Niang anggota DPR RI dari Fraksi PDIP mewujudkan nawa- nawanya di bukit Coppo Dongi itu yang diberina nama dengan Takae High Land seperti yang diturunkan oleh ponakan  nanda Nengsi dari Paddangeng.

Wasyukurillah … berkah dari kecintaan terhadap kampung halaman leluhur.

Legolego Kampung Baru 29 Januari 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here