Membaca “Kode” Rakyat Secara Responsif

0
186
- Advertisement -

 

Kolom Andi Muhammad Jufri

Demonstrasi atau unjuk rasa salah satu wadah menyampaikan pendapat, aspirasi, atau ketidakpuasan oleh rakyat yang merasa tertinggal, terpinggirkan, tak terperhatikan, atau menjadi korban terhadap kebijakan atau sistem. Demonstrasi merupakan hak legal warga negara yang dijamin oleh undang-undang sebagai perwujudan demokrasi, seperti yang tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945.  Sepatutnya para pengambil kebijakan terkait, membaca “kode” rakyat secara responsif.

Sejak covid 19 melanda dunia dan negeri, kondisi ekonomi memburuk. Terjadi fluktuasi ekonomi dan pemulihannya memerlukan waktu. Konflik geopolitik terkini (Rusia vs Ukraina), juga berdampak pada tekanan ekonomi dunia termasuk Indonesia. Tentu saja, dinamika ekonomi global yang mempengaruhi perlambatan ekonomi nasional telah menyebabkan lambatnya perluasan lapangan kerja, bahkan terjadi PHK (pemutusan hubungan kerja) di berbagai sektor. Di tengah tekanan dinamika ekonomi global ini, kita memasuki era akselarasi digital, otomasi, dan teknologi artificial intelligence (AI) yang menyebabkan adanya pergeseran jenis pekerjaan (job displacement).

Digitalisasi juga mempengaruhi pergeseran investasi dari padat karya ke padat modal dan berdampak pada terbatas dan kurangnya serapan tenaga kerja. Hal ini terlihat banyaknya fenomena antrean panjang pelamar kerja di berbagai daerah. Ekonomi rakyat kini mengalami tekanan dengan krisis lapangan kerja dan pengangguran tersebut.

Dalam rangka memulihkan ekonomi nasional, khususnya dalam mendorong transformasi ekonomi agar mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat, pemerintah menetapkan Umnibus Law Cipta Kerja tahun 2020. Buruh dan mahasiswa menilai Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja ini, disusun kurang partisipatif dan dianggap menguntungkan pengusaha dan merugikan buruh. Maka pada bulan Oktober 2020, demo buruh dan mahasiswa merebak di penjuru negeri. Tuntutan perbaikan kesejahteraan buruh terus berlangsung setiap tahun, terutama di hari buruh (1 Mei) (May Day). Pada tanggal 28 Agustus 2025 ini, buruh kembali berdemo di 38 Provinsi dengan 6 tuntutan, yang ber- “kode : Hostum” (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah).

Pada saat negeri butuh menjaga pertumbuhan ekonomi dan ingin terus meningkatkan kualitas hidup masyarakat, kita mengalami defisit anggaran. Berutang adalah solusinya. Apalagi saat pendapatan negara turun akibat Covid 19. Pada triwulan I 2025, utang Indonesia mencapai US$ 430,4 miliar atau sekitar Rp 7.144,6 triliun (Bank Indonesia, 15 Mei 2025). Padahal konsekuensi atas utang yang besar ini, akan membebani fiskal anggaran negara dan potensi penurunan kualitas layanan publik karena porsi anggaran untuk membayar utang dan bunga juga semakin besar.

Tekanan atas beban fiskal anggaran negara dan prioritas pembangunan Presiden Prabowo Subianto, mendorong lahirnya kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Kebijakan ini ditantang oleh mahasiswa karena khawatir berdampak pada masa depan mereka dan rakyat. “Kode” dengan tagar “Indonesia Gelap” dengan 7 (tujuh) tuntutan, menggema di dunia sosial dan mahasiswa berdemo di seluruh Indonesia pada Bulan Februari 2025.

Kebijakan efisiensi anggaran yang berimbas pada potongan dana pendidikan, gangguan layanan publik, pemutusan hubungan kerja dan lainnya, memunculkan kegelisahan dan kekecewaan publik, terutama generasi muda. Pada bulan Februari 2025 juga muncul “kode” tagar #Kaburajadulu, yang menjadi tren di media sosial sebagai ekspresi ingin mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Fenomena ini merupakan “kode” harapan agar kebijakan pemerintah mempastikan tumbuhnya kehidupan yang lebih berkualitas dan sejahtera di negeri ini.

Jelang HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke -80, 17 Agustus 2025, muncul fenomena pengibaran bendera bajak laut dari “anime One Piece” bergambar tengkorak bertopi jerami, oleh sejumlah warga di berbagai wilayah dan kemudian viral di media sosial. Bendera “One Piece” merupakan simbol pemberontakan, kebebasan, dan solidaritas kaum tertindas. Fenomena ini sebagai “kode” bahwa sebagian rakyat merasa tertinggal, kecewa dan belum merasakan buah kemerdekaan.

Dinamika pertumbuhan ekonomi dan efisiensi anggaran juga telah mendorong pemerintah daerah di berbagai tempat, menaikan postur anggaran daerah melalui penetapan kenaikan pajak bumi dan bangunan, di tengah kondisi ekonomi rakyat yang kempas kempis. Rakyat yang mendapat tekanan dan beban bergejolak. Sepanjang Agustus 2025, aksi demo pun menjalar dari Pati (Jawa Tengah), Bone (Sulawesi Selatan), Cirebon (Jawa Barat), Jombang (Jawa Timur), Semarang (Jawa Tengah), dan berbagai daerah lainnya.

Di tengah keprihatinan berbagai “kode” dari rakyat, kesadaran kritis dan empati para sebagian pengambil kebijakan lumpuh. Segala “kode” tidak terbaca dan atau terbaca tapi terabaikan. Bahkan tuduhan dapat berbalik kepada rakyat yang memberi “kode”. Padahal rakyat menunggu solusi dan aksi nyata agar tekanan hidup yang mereka alami dapat dinormalkan atau minimal dikurangi.

Para elit negeri semakin menunjukkan kebutaan dan kepongahan. Gaji dan tunjangan wakil rakyat di Senayan dinaikkan dengan harga fantastik. Di tengah penderitaan rakyat, wakil mereka bangga atas gaji dan tunjangan tersebut. Rakyat gigit jari. Lontaran kata dan kalimat kekecewaan dan protes rakyat, terayun di media sosial. Sekali lagi, jogetan, canda dan mimik muka nyeleneh oknum anggota DPR (UK & EK) mungkin cocok di panggung hiburan di studio TV, tapi sebagai wakil rakyat, dia gagal membaca “kode” rakyat. Kelakuannya dianggap tidak sensitif, tidak empati, tidak simpatik dan melukai hati rakyat. Sementara ucapan “tolol” (Syr) menanggapi suara rakyat yang ingin membubarkan DPR, mungkin cocok sebagai argumentasi di debat ruang kuliah. Itupun kalau ada yang berpendapat demikian. Suara rakyat yang ingin membubarkan DPR adalah “kode” pesan secara tidak langsung bahwa DPR sebagai penyambung lidah rakyat, seharusnya memperjuangkan tuntutan dan aspirasi rakyat. Ketidakmampuan membaca “kode” rakyat ini, menyebabkan kata “tolol” terlontar di situasi, waktu dan tempat yang tidak tepat.

Ketidakpekaan membaca “kode” rakyat, DPR dianggap telah melukai perasaan, nurani dan kepercayaan rakyat. “Kode” dengan tagar#Indonesia gelap, revolusi dimulai muncul (siaran pers aliansi rakyat bergerak di akun instagram @gejayamemanggil).

Berdemo di Senayan, membangkitkan memori 22 Agustus 2024 ber -“kode” “tulisan putih ‘PERINGATAN DARURAT’ atau ‘RI-00’ di latar Lambang Garuda Pancasila berwarna biru. Peringatan darurat indonesia’ menjadi tren di jagat maya dengan volume pencarian mencapai lebih dari 200.000 pada tahun lalu tersebut. Hal itu dipicu setelah DPR bermanuver mengabaikan putusan MK terkait perubahan syarat pencalonan kepala daerah. “Kode” rakyat berhasil membatalkan pengesahan RUU Pilkada yang direvisi oleh DPR dan kembali berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pilkada.

Pada hari Senin, 25 Agustus 2025, demo atas kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR di Senayan dimulai dan berlangsung di seluruh daerah di Indonesia. Seperti “Bom” yang akan meledak, “kode” rakyat atas tekanan yang menumpuk dan terakumulasi, terabaikan dan tidak ada solusi, menimbulkan reaksi dan menaikkan suhu panas rakyat.

Aksi demo terus berlanjut. Namun, pada hari Kamis, 28 Agustus 2025, tepat jam 19.27 WIB, sebuah mobil Barracuda (Rantis) Brimob melindas driver ojol bernama Affan Kurniawan yang sedang mengantarkan pesanan di kawasan Rumah Susun Bendungan Hilir II, Jakarta Pusat. Nyawanya tak tertolong.
Insiden ini menjadi pemicu meledaknya “bom” kemarahan rakyat.

Asap hitam mewarnai jalanan dan merah api merebak terlihat di berbagai penjuru negeri. Dorong, pukul dan lempar tak terelakkan. Luka dan nyawa melayang memedihkan hati. Air mata mengalir melihat nasib putra putri negeri tercinta. Saat tulisan ini dibuat, ledakan amarah rakyat masih berlangsung di berbagai Kota dan daerah.

Kita berharap langkah responsif Presiden Prabowo mengunjungi rumah dan bertemu orang tua Affan Kurniawan (29 Agustus 2015) serta komitmen Presiden untuk mempastikan pendidikan dan kesejahteraan keluarga Affan dapat mengurangi luka kesedihan keluarga. Demikian juga besarnya empati berbagai pihak kepada keluarga Affan, semoga dapat mengobati dan menenteramkan hati dan pikiran keluarganya.

Presiden Prabowo juga secara cepat melakukan pertemuan dengan ormas Islam, tokoh lintas agama, pimpinan serikat buruh, pimpinan partai politik dan seluruh pimpinan lembaga negara. Semua pihak berkomitmen dan mendukung pemerintah menciptakan situasi yang kondusif.

Pemimpin Parpol juga telah memecat oknum anggota partai di DPR yang telah membuat ucapan dan tingkah melukai perasaan rakyat. Pimpinan MPR dan Pimpinan DPR serta pemimpin partai juga berkomitmen meninjau ulang tunjangan anggota DPR yang telah dkeluhkan rakyat.
Semoga beberapa langkah responsif tersebut dapat meredakan dampak ledakan bom amarah rakyat.

Prabowo Subianto juga telah mengunjungi korban terluka di aksi demo Jakarta, baik korban dari pihak keamanan (polisi) maupun dari peserta demo (rakyat). Kedua pihak anak negeri ini (polisi dan rakyat) telah berjuang pada negeri berdasarkan tugas yang diemban. Namun, khusus untuk polisi, diaksi demo Senayan kemarin, terlihat kode 1312 ACAB.
ACAB akronin frasa bahasa Inggris “All Cops Are Bastards” yang berarti “Semua Polisi adalah Bajingan.” Sementara itu, kode 1312 merupakan representasi numerik dari akronim tersebut, di mana angka 1, 3, 1, dan 2 masing-masing mewakili huruf A, C, A, dan B dalam urutan alfabet. Kode 1312 ACAB, bukan kode hinaan kepada polisi, tapi kode pesan cinta dari rakyat agar polisi bertindak etis dan menjalankan perannya sebagai pengayom masyarakat.

Kepada semua pihak dan kita semua, kiranya terus menjaga dan mengingat “kode 45”, yang mengharapkan kita semua mewarisi semangat patriotisme, persatuan, pengorbanan, keteguhan hati serta jiwa dan keberanian para pahlawan merebut kemerdekaan 1945.

Dalam konteks kekinian, “kode 45” juga memberikan pesan agar kita berjuang dengan semangat kerja di berbagai bidang pembangunan sesuai dengan kemampuan masing-masing dengan menjaga 4 pilar kebangsaan (Pancasila, Undang – Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika) serta 5 sila Pancasila (Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia).

Menerapkan “kode 45”, para wakil rakyat perlu pro aktif memahami dan turun ke lapangan memberikan solusi nyata di masyarakat. Bila ada rakyat ber-aksi demo, para wakil rakyat yang dipilih sebagai penyambung lidah rakyat seharusnya menerima, memeluk, menjamu, mencatat, dan berusaha sedaya upaya memperjuangan suara rakyat. Bukan diam di tempat duduk atau di rumah, menunggu arahan pimpinan (Ketua dan Pengurus Teras Partai). Seharusnya segala kebenaran dan kebaikan yang diserukan rakyat diterima dengan gembira dan diperjuangkan. Anggota DPR yang pro aktif dan responsif, akan membuat demokrasi negeri ini semakin berkualitas.

Kementerian/Lembaga juga diharapkan pro aktif mencari solusi inovatif dan kreatif dari berbagai “kode” yang disampaikan rakyat. Dengan partisipasi rakyat dalam pembangunan, keberlanjutan dan kedewasaan dalam berdemokrasi dan berbangsa dapat lebih baik.

Apa yang disampaikan
Presiden Prabowo dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (31/8/2025) bahwa beliau memastikan seluruh aspirasi rakyat dicatat dan diperhatikan. Beliau juga meminta DPR agar menerima dengan baik dan membuka ruang dialog langsung dengan rakyat. Demikian juga, Kementerian dan Lembaga agar menerima kritik dan masukan dari masyarakat demi perbaikan jalannya negeri. Arahan kepada DPR dan Kementerian/Lembaga tersebut sejalan dengan “kode 45”.

Bagi pimpinan dan komandan polisi yang bertugas pengamanan di lapangan, agar dapat pro aktif dan responsif mengawal anak buah yang masih muda. Seringkali, jiwa dan semangat muda mereka terpancing dengan suara rakyat yang kemudian melakukan tindakan yang melanggar kode etik prajurit. Kasus mobil rantis Brimob melindas “Affan”, sepertinya kecerobohan dan kurang matangnya Tim Mobil Rantis Brimob membaca suasana yang mengakibatkan terpicunya ledakan “bom” amarah rakyat.

Bagi kita semua, hendaknya menyadari bahwa semangat beradu bambu, saling lempar batu, saling kejar dan memukul serta menendang, terutama antara polisi keamanan dan rakyat yang berdemo, perlu memperhatikan batas kemanusian. Perlu ada kesadaran bahwa kita semua bersaudara sebangsa dan setanah air, bukan musuh bubuyutan yang bertarung melukai, membuat cacat dan membunuh. Apalagi mengorbangkan saudara-saudara kita yang rentan (ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak, lansia, disabilitas, dan yang sakit), dan kemungkinan berada di sekitar lokasi aksi demo. Bila menemukan mereka yang rentan, segera selamatkan dan sayangi mereka. Berikan jalan, tuntun, dampingi dan lindungi sampai di lokasi aman.

Bila kita semua menjaga kemanusian, kita akan di cintai dan disayangi yang di atas. Dengan rahmat dan dan pertolongannya kebaikan negeri dapat dicapai.

Semoga dengan kode 45, segala kode tuntutan, aspirasi dan harapan rakyat dapat dibaca dan direspon dengan aksi nyata yang dirasakan rakyat. Peristiwa aksi demo 28 Agustus 2025, menjadi pembelajaran bersama bahwa kita telah memanen buah amarah rakyat karena kegagalan membaca berbagai kode rakyat (Baca Demo) dan penerapan kode 45 secara responsif.

Andi Muhammad Jufri Tenaga Ahli Wamen KPPPA /Tim Pemberdayaan Kegiatan Sinergisitas Antar KL – BNPT 2017-2024)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here