Membangun Indonesia yang Majemuk dan Berdaya Saing: Dari Politik Representatif hingga Petani Sejahtera

0
49
- Advertisement -

Kolom Prof. Dr. H. Muh. Nur Sadik, MPM

Ketua Departemen Politik dan Kebijakan Strategis BPP KKSS

Indonesia adalah negeri yang kaya sekaligus majemuk—dengan ribuan pulau, ratusan suku, dan beragam keyakinan. Keberagaman ini adalah kekuatan besar, namun sekaligus tantangan yang memerlukan sistem politik dan kebijakan strategis yang inklusif, adil, dan berpihak pada rakyat kecil. Dalam konteks pembangunan nasional, ada tiga hal yang patut menjadi perhatian bersama: sistem politik yang representatif, strategi pemberantasan korupsi, dan peningkatan kesejahteraan petani serta hilirisasi industri nasional.

Sistem Pemilu yang Inklusif dan Representatif

Demokrasi Indonesia harus tumbuh sesuai watak kemajemukannya. Karena itu, sistem pemilu yang paling relevan bagi bangsa ini adalah sistem proporsional terbuka dengan ambang batas parlemen dan presiden yang rendah.

Sistem ini memastikan setiap suara rakyat memiliki arti, tidak hanya suara mayoritas. Partai-partai kecil yang membawa aspirasi daerah atau kelompok minoritas tetap memiliki ruang di parlemen. Dengan sistem proporsional terbuka, rakyat bisa memilih langsung kandidat yang dinilai layak, bukan sekadar mengikuti urutan partai. Ini adalah bentuk demokrasi yang lebih partisipatif dan akuntabel.
Namun, agar pemerintahan tetap stabil, ambang batas (threshold) tetap diperlukan— meski dalam kadar rendah. Ambang batas yang terlalu tinggi justru menutup ruang bagi keterwakilan daerah dan menggerus semangat kebinekaan politik kita.

Selain itu, perlu dipertimbangkan gagasan Electoral College, yakni sistem yang menjamin setiap daerah, dari Papua hingga Aceh, memiliki bobot suara dalam pemilihan presiden. Ini penting agar pemimpin bangsa benar-benar didukung secara merata di seluruh Indonesia, bukan hanya oleh suara dari Pulau Jawa.

Memerangi Korupsi dengan Pendekatan Sistemik

Korupsi adalah penyakit kronis yang menggerogoti kepercayaan publik dan menghambat kemajuan bangsa. Pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan hukuman keras, tetapi harus menyentuh akar persoalan: sistem birokrasi, transparansi, dan budaya integritas.

Pemerintah perlu memperkuat penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memastikan lembaga seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian bekerja independen. Namun yang sama pentingnya adalah pencegahan di hulu: melalui digitalisasi layanan publik, transparansi anggaran, sistem merit dalam birokrasi, dan pemberian gaji yang layak untuk pejabat publik.

Masyarakat pun harus menjadi bagian dari solusi. Pendidikan antikorupsi sejak dini, perlindungan bagi whistleblower, serta keterbukaan informasi publik adalah pondasi membangun budaya integritas nasional.

Teknologi juga bisa menjadi senjata ampuh: e-government, big data, dan audit forensik digital harus dimanfaatkan untuk menutup celah penyimpangan. Korupsi bukan hanya kejahatan hukum, tetapi pengkhianatan terhadap masa depan bangsa.

Memakmurkan Petani, Fondasi Indonesia Maju

Petani adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang memberi makan seluruh negeri, namun sering kali hidup dalam ketidakpastian. Jika kita ingin meniru kemajuan negara-negara maju, maka petani Indonesia harus dimakmurkan seperti petani Jepang atau Belanda.
Langkahnya jelas: adopsi teknologi pertanian modern seperti drone, sensor tanah, dan smart irrigation; penguatan riset dan bibit unggul; serta pembangunan infrastruktur pertanian seperti irigasi, gudang dingin, dan jalan produksi.
Namun, yang lebih penting adalah mengubah pola pikir petani menjadi “agri-preneur”—wirausahawan pertanian yang produktif dan berdaya saing.

Pemerintah perlu memberikan jaminan harga, akses permodalan murah, asuransi pertanian, dan kontrak pasar yang adil. Koperasi modern dan hilirisasi produk pertanian harus diperkuat agar petani tidak sekadar menjual hasil mentah, tetapi menjadi bagian dari rantai nilai yang bernilai tambah tinggi.

Hilirisasi Industri: Menjadi Tuan di Negeri Sendiri

Hilirisasi industri bukan hanya soal ekonomi, tetapi soal kedaulatan bangsa. Selama ini Indonesia terlalu lama menjadi pengekspor bahan mentah seperti nikel, bauksit, atau sawit. Padahal, jika diolah di dalam negeri, nilainya bisa berlipat ganda.
Kebijakan hilirisasi yang konsisten akan meningkatkan pendapatan negara, menciptakan lapangan kerja, memperkuat daya saing ekspor, dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Hilirisasi juga berarti membangun kemandirian teknologi dan industri nasional, serta pemerataan pembangunan ke luar Jawa. Dengan hilirisasi, Indonesia tidak hanya menjadi sumber bahan baku dunia, tetapi juga pemain utama dalam rantai pasok global.

Membangun Kader Bangsa dari Daerah

Organisasi kedaerahan seperti Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) memiliki peran penting dalam menyiapkan kader bangsa. Melalui pembinaan kapasitas, pendidikan politik, dan penguatan jejaring, KKSS dapat melahirkan generasi pemimpin yang cerdas, berintegritas, dan siap berkiprah di panggung nasional.

Politik sejati bukan sekadar perebutan kekuasaan, tetapi pengabdian untuk kemaslahatan. Karena itu, setiap kader bangsa, di manapun dia berada, harus menempatkan kepentingan rakyat dan negara di atas kepentingan pribadi atau kelompok.

Mewujudkan Indonesia yang kuat dan berkeadilan membutuhkan sistem politik yang representatif, pemerintahan yang bersih, serta ekonomi yang bertumpu pada kemandirian dan kemakmuran rakyat. Sebagaimana kata pepatah Bugis-Makassar: Reso temmangingi namalomo ri padanna” hanya dengan kerja keras dan kejujuran kita bisa menggapai kemuliaan.
Inilah saatnya bangsa Indonesia meneguhkan kembali semangat gotong royong dan menatap masa depan dengan kepala tegak menuju Indonesia yang berdaulat, maju, dan berkeadilan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here