Mengajak Siswa Membaca, Namun Guru Membaca Lebih Penting

0
565
- Advertisement -

Kolom Bachtiar Adnan Kusuma

Mengajak membaca tak ada transformasi yang dapat dicapai tanpa pendekatan pendidikan. Sebab pendidikan erat kaitannya dengan kecakapan membaca dan menulis. Dalam berbagai kesempatan, saya selalu mengajak dan menyampaikan kalau gerakan membaca dan menulis tak hanya siswa yang diajak memiliki kemampun literasi. Namun yang lebih penting lagi adalah guru pun didorong memiliki kecakapan literasi.

Membudayakan gerakan membaca dan menulis dimulai dari rumah tangga lalu lingkungan sekolah. Ada satu kekeliruan yang terjadi selama ini bahwa gerakan membaca hanya diarahkan pada anak didik. Namun belum pernah saya mendengar adanya gerakan kepala sekolah membaca, gerakan guru membaca dan gerakan tata usaha membaca. Inilah yang saya tegaskan dan sampaikan bahwa gerakan literasi adalah gerakan simultan yang semua pihak harus terlibat di dalamnya serta mengambil bagian. Inilah yang saya tegaskan saat saya diundang menyampaian motivasi literasi dalam “Forum Jumat” di Auditorium Sekolah Islam Athirah, Jalan Kajaolaliddo, Makassar, Sulawesi Selatan beberapa waktu lalu.  

Saya memberi penghargaan karena Forum Jumat Athirah merupakan kegiatan pengembangan kompetensi individu dan organisasi di lingkup Sekolah Islam Athirah. Kegiatan diikuti segenap pimpinan, manajemen, guru, staf, dan karyawan Sekolah Islam Athirah Kajaolaliddo dan Bukit Baruga Makassar.

Karena itu, jika berbicara literasi, sama halnya berbicara keteladanan. Guru sepatutnya membiasakan diri membaca. “Bacalah buku 15 menit sebelum mengajar. Perbanyak bacaan kita. Siapa yang banyak membaca buku, ia banyak menguasai referensi. Kecakapan menulis erat kaitannya dengan kebiasaan membaca. Mari bangun kebiasaan menulis. Tidak mungkin bisa menulis dengan baik kalau tidak membaca. Sebab buku adalah produk peradaban. Buku bukan sekedar kumpulan kertas, tetapi buku menawarkan kehidupan baru. Membaca buku selama 1 menit, membuat kita bisa menguasai 300 kata. Dengan membaca 15 menit, kita menguasai 4.500 kata.

Di setiap satuan pendidikan, gerakan literasi bisa dimulai dengan mengajak siswa membaca dan menulis di hari khusus yang ditentukan. Langkah lain, dengan memperbanyak kompetisi. Mestinya sekolah memberi penghargaan kepada siswa yang rajin ke perpustakaan sekolah. Dalam rangka membangun kebiasaan membaca buku, mestinya sekolah memperbanyak lomba menulis. Saya menekankan, tidak ada perubahan yang bisa dilakukan tanpa pendekatan pendidikan. Berbicara pendidikan, ujung-ujungnya adalah membaca.

Tidak ada sebuah perubahan yang bisa kita capai tanpa pendekatan pendidikan. Negara yang minim Sumber Daya Alam (SDM) bisa maju karena memiliki kekayaan Sumber Daya Manusia (SDM). Saat Jepang hancur akibat bom Hirosyima dan Nagasaki, orang yang pertama kali Kaisar Hirohito cari adalah guru. Berapa banyak guru yang masih hidup. Artinya, Kaisar Hirohoto ingin melakukan restorasi melalui pendidikan. Gerakan literasi haruslah dimulai dari lingkungan keluarga. Kita butuh keteladanan dari orang tua. Luangkan waktu dalam sehari semalam untuk membaca buku. Setelah itu, melangkah ke lingkungan sekolah dengan menggiatkan gerakan literasi sekolah.

Penulis adalah Tokoh Literasi Sulsel

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here