Mengapa Anak Gagal dan Sekolah Laboratorium UNJ

0
507
- Advertisement -

Kolom Hafid Abbas

Pada7 Oktober 2021, UNJ kembali lagi mengukuhkan tiga orang guru besarnya. Prof. Dr. Edwita, M.Pd dalam orasi ilmiahnya menyorti Media Literasi Budaya Hidup Sehat di Sekolah Dasar Kelas Awal. Isu ini menjadi perhatian beliau karena saat ini Indonesia masih dihadapkan pada masalah kesehatan masyarakat terkait dengan kekurangan gizi dan sanitasi yang buruk, gizi buruk pada ibu hamil dan anak balita yang dapat berakibat fatal pada masa perkembangannya kelak (stunting).

Prof Edwita menilai bahwa, banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, namun hasilnya belum optimal. Pada era presiden Habibie misalnya, sudah dicanangkan Program Indonesia Sehat 2010. Visi yang hendak dicapai adalah masyarakat Indonesia yang hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Namun setelah lebih 20 tahun program Indonesia Sehat dikumandangkan, kesadaran atas perilaku hidup sehat bagi anak didik, orang tua, dan masyarakat atas perilaku hidup sehat tersebut belum sepenuhnya terwujud.

Terdapat empat faktor yang telah diungkap oleh Prof Edwita yang dinilai mempengaruhi perilaku hidup sehat yaitu: motivasi, kemampuan, persepsi dan kepribadian. Semua aspek ini perlu ditingkatkan melalui proses pendidikan dan pembudayaan pola hidup sehat di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Selanjutnya, Prof. Dr. Ucu Cahyana, M.S telah mengangkat isu Integrasi Framework Pedagogi pada Mobile Learning dalam Manajemen Pembelajaran: Alternatif Meningkatkan Literasi Sains. Prof Ucu menilai literasi sains merupakan salah satu dari enam literasi dasar yang telah disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015 dan menjadi hal penting bagi siswa sebagai prasayarat kecakapan hidup abad ke-21.

- Advertisement -

Dinilainya, tingkat literasi sains di Indonesia masih rendah. Ini berkaitan dengan pola pembelajaran yang belum memberikan ruang kepada siswa dalam pengembangan kemampuan menganalisis, berpikir kritis, kreativitas, memberikan gagasan, dan kemampuan memecahkan masalah. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan itu adalah memanfaatkan secara optimal teknologi digital dalam proses pembelajaran, seperti pemanfaatan mobile learning.

Pemanfaatan mobile learning dalam pembelajaran sains, dinilai sangat sesuai dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan adanya daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Namun demikian, implementasi mobile learning dalam pembelajaran sains tidak akan berhasil dengan baik tanpa dukungan dari beberapa faktor. Salah satunya adalah melalui manajemen pembelajaran yang baik dengan melakukan integrasi framework pedagogi pada mobile learning dalam manajemen pembelajaran. Untuk kepentingan ini diperlukan dukungan dan sinkronisasi dan sinergi antara kebijakan makro di tingkat nasional dan kebijakan mikro di tingkat sekolah dalam rangka meningkatkan literasi sains siswa di tanah air.

Selanjutnya, Prof. Dr. Muktiningsih N., M.Si dalam orasi pengukuhannya menyoroti Potensi Kit Pendeteksi Bakteri Penyebab Keracunan Pangan dalam Memperkuat Kemandirian Bangsa. Dikemukakan oleh beliau bahwa saat ini kasus keamanan pangan terutama keracunan makanan (foodborne pathogen diseases) sangat luas penyebarannya dan dilaporkan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kasus ini sering juga disebut sebagai Kasus Luar Biasa karena korbannya dalam jumlah besar, waktu bersamaan, mengenai berbagai usia, dan terjadi dalam waktu cepat. Banyaknya jumlah korban menyebabkan sangat perlu dikembangkan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam penanagan kasus tersebut dan metode deteksi cepat, spesifik dan akurat, sehingga penanganan kasus ini menjadi lebih efisien dan mengurangi terjadinya jumlah korban.

Karenanya, Kit Deteksi Bakteri Penyebab Keracunan Pangan (foodborne pathogen) Metode deteksi yang dikembangkan oleh tim Salmonella UNJ berbasis Nucleic acid-based methods (genomik) (2016) amat diperlukan untuk menghindari ancaman tsb.

Dari ketiga kajian ilmiah yang dipaparkan itu, telihat ada titik temu yang menjadi perhatian bersama yakni pada isu pendidikan dan kesehatan. Ketiganya berharap bahwa proses pendidikan haruslah mengantarkan kesuksesan anak mencapai kesuksesan di masa depannya. Anak haruslah terhindar dari segala kemungkinan kegagalan.

Apa sesungguhnya yang menyebakan anak gagal di sekolah, kelihatannya bersumber dari lima faktor berikut.

Pertama, adanya kegagalan pendekatan yang dilakukan oleh sekolah. Kegagalan itu dapat bersumber dari kontradiksi antara apa sesungguhnya yang diharapkan oleh anak dari sekolah dan apa yang diharapkan oleh guru terhadap anak. Kontradiksi ini bila tidak teratasi maka penanaman nilai, sikap dan perilaku positif untuk hidup sehat sulit dicapai. Kedua, adanya interaksi antara anak dengan guru yang jauh dari kaidah-kaidah pedagogik yang dapat mengakibatkan anak dilanda rasa cemas dan ketakutan akibat tuturan, sikap dan perilaku guru yang mungkin semua itu tidak disadari. Ketiga, adanya perkembangan kognitif dan kemampuan belajar anak yang tidak optimal sehingga terdapat kesenjangan antara apa yang anak ketahui atau serap dan apa yang seharusnya anak peroleh. Ibarat botol, terlihat hanya sedikit sekali bagian yang terisi air pada botol itu. Keempat, adanya lingkungan sekolah yang tidak membahagiakan anak. Lingkungan sekolah tidak memungkinkan anak menikmati dirinya sebagai anak yang ingin bermain, lari, dan berinteraksi dengan teman kelasnya di alam terbuka. Kelima, kelihatannya negara belum hadir untuk melakukan standarisasi sekolah. Dengan menggunakan delapan standar yang ada, akan terlihat, hanya di kisaran satu persen di antara lebih 300 ribu sekolah yang memenuhi standar internasional.

Di Singapura, sebagai contoh, sekolah-sekolahnya umumnya memiliki lapangan bola, lapangan basket, ada taman yang luas, jendela-jendela ruang kelas berukuran lebar dan menghadap ke taman, setiap anak memiliki locker atau lemari sendiri untuk menyimpan buku dan tas, ada klinik dan dokter, dst. Sekolah terlihat bagai surga bagi anak karena taman sekolahnya yang luas dan menyenangkan, meski negara ini amat kecil, ukurannya relatif sama dengan Pulau Samosir, pulau yang terletak di tengah-tengah Danau Toba.

Atas kerisauan untuk menghidari agar tidak ada anak yang gagal, UNJ sejak 1968, sudah mendirikan Sekolah Laboratorium untuk semua jenjang, mulai TK, SD, SMP hingga SMA yang tidak hanya dijadikan sebagai tempat praktik, penelitian pendidikan, dan pengembangan inovasi pendidikan tapi juga dapat dijadikan sebagai contoh di seluruh tanah air agar sekolah sungguh menjadi tempat yang membahagiakan bagi kesuksesan masa depan anak.

UNJ tentu akan terbuka bermitra dan bergandengan tangan dengan Pemda dan semua pihak terkait di seluruh tanah air untuk mereplikasi Sekolah Laboratorium ini sehingga kelak kita dapat mewujudkan bahwa sekolah-sekolah di tanah air menjadi tempat yang membahagiaan dan memberi harapan akan hari depan kita bersama sebagai satu bangsa.

Penulis, Ketua Senat UNJ dan Dewan Pakar KKSS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here