Kolom Fiam Mustamin
BEGITU banyak kesan tercipta bersama Mohammad Taha selama beliau mendampingi Ketua Umum KKSS, Beddu Amang periode 1991 sampai 2000. Kemudian Pak Taha terpilih sebagai Ketua Umum kelima KKSS periode 2000-2004.
Beliau banyak mendapatkan penugasan organisasi dan perjalanan ke beberapa daerah/wilayah untuk menghadiri Musyawarah Wilayah dan melantik kepengurusan baru seperti di Ambon, Ternate, Palu dan Tolo Toli.
Urusan lain yang diamanatkan kepadanya adalah menghimpun dana untuk musibah bencana alam dan kerusuhan sosial yang dialami warga di Ambon dan Kupang.
Selain itu, beliau diamanatkan untuk mengkoordinasikan penyelenggaraan Pertemuan Saudagar Bugis Makassar (PS BM) berkala tahunan usai Lebaran puasa di Makassar. Terutama untuk menggerakkan saudagar warga KKSS se Nusantara bersama Kadin dan Pemda Sulsel sebagai tuan rumah.
Selain pertemuan SBM skala utama tahunan, juga dilakukan Temu-Temu Usaha selingan antar waktu setahun itu untuk mempertajam bidang bidang usaha unggulan seperti Agriculture, Perikanan Kelautan dan Pariwisata yang dilakukan di Jakarta.
Pak Taha salah seorang deklator dari Saudagar Bugis Makassar yang turut menginisiasi terbentuknya Forum Saudagar Nusantata (FSN) di Bali 2008.
Kesungguhannya untuk bersama menciptakan kedamaian dalam konflik sosial itu, Pak Taha bersama pengurus Paguyuban Masyarkat Ambon/Maluku menghimpun dana dan turun bersama mengunjungi dua komunitas yang sedang berkonflik menyampaikan pesan pesan rekonsiliasi perdamaian: ‘Kita Orang Bersaudara’ dalam NKRI.
Dalam era kepemimpinan Pak Taha telah berhasil menghimpun dana/setoran modal untuk membeli melalui PT Phinisi untuk membeli kantor sekretariat tetap BPP KKSS yang saat sekarang ini di tempati di Jakarta.
Serasa di Kampug Bugis
MOHAMMAD Taha sebagai pegusaha bersinergi dengan pengusaha keturunan Cina yang begitu dekat. Memiliki jaringan luas dengan sejumlah tokoh-tokoh pengusaha terkemuka antaranya, Aburizal Bakri dan Sukamdani. Karena itu, hampir semua kegiatan pertemuan organisasi KKSS dilakukan di hotel Sahid milik Sukamdani sobatnya.
Sekalipun Pak Taha tergolong kalangan elit di lingkungan usaha tidak menjadi penghalang baginya dalam menyalurkan selera menyantap makanan kesukaannya di kampung.
Pada setiap pertemuan khususnya di bulan Ramadhan di rumahnya Pulomas dan perumahan elit golf Tangerang selalu ada menu-menu khas Bugis seperti nasu bale/parede bale/ikan masak dari ikan gabus/ bale bolong yang diracik dari rempah asem dan kunyit. Terkadang juga ikan itu dibakar dengan rempah renccak reccak pao/mangga mudah yang diracik dengan garam dan kemiri goreng.
Di samping itu sering juga dihidangkan menu lawak bale/racikannya dari daging ikan mentah danau/ sungai dengan racikan jeruk nipis, garam dan bumbu kelapa goreng yang dibiarkan beberapa menit daging ikan dan bumbu menyerap baru disantap.
Menu itulah yang selalu menagih untuk buka puasa di kediaman Pak Taha.
Di kediamannya, kita menemukan menu khas Bugis, aneka kue-kuenya, ada sokko/ketan, goreng kluwek, ikan kering (bungo dan tarawani).
Faktor itu juga yang mendekatkan saya dengan Pak Taha, sehingga kemanapun beliau pergi dalam urusan KKSS saya selalu ikut mendampinginya. Di hotelpun dimana kita menginap selalu mengorder pallu mara/Ikan masak dari ikan laut.
Ingatan yang tak pernah terlupakan yang setiap saat saya mengenangnya selain karena hubungan kinerja organisasi saya juga punya hubungan keluarga,
sepupunya La Kuma dari Sengkang kawin dengan kelurga saya di Tajuncu Soppeng.
Sudah sekian tahun kepergian beliau … yang masih terus menjadi ingatan atas kebaikan dan jiwa sosialnya. Semoga dilapangkan alam kuburnya, Alfatihah aamiin.
Beranda Inspirasi Ciliwung 28 Pebruari 2021