Menghadirkan Spirit Ramadhan Sepanjang Tahun

0
703
- Advertisement -

Kolom Zaenal Abidin

“Tidak terasa bulan tarbiyah dan bulan penuh berkah akan segera berakhir dan pergi meninggalkan kita.” Demikian kalimat pembuka yang disampaikan oleh host yang merangkap moderator webinar seri kelima (akhir) Ramadhan 1443 H, bertepatan 29 April 2022.

Sebagai bulan tarbiyah, bulan Ramadhan sungguh banyak mengajarkan kepada kita untuk membiasakan diri beribadah lebih giat, membiasakan diri berpuasa, dan pembiasaan lainnya seperti berpantang tidak merokok selama berpuasa. Pertanyaannya, apakah setelah Ramadhan kita akan terus mempertahankan kebiasaan-kebiasaan baik tersebut? Ataukah sebaliknya?

Dalam webinar sesi terakhir ini penulis dipercayakan untuk menyampaikan opening speech. Penulis menyampaikan bahwa topik diskusi yang dipilih malam ini sangat menarik, “Menghadirkan Spirit Ramadhan di Luar Ramadhan.” Sebab, sebagian dari umat Islam itu selalu merasa kehilangan atau ditinggal bulan penuh rahmat, ampunan dan pembebasan ini ketika bulan tersebut akan berakhir.

Pada saat shalat tarawih malam terakhir misanya, tak jarang kita menyaksikan jamaah meneteskan air mata, merasakan rindu yang dalam hanya karena akan ditinggal sang kekasih yang belum tentu dapat bertemu kembali pada tahun berikutnya. Ada yang merindukan shalat tarawih berjamaah, tilawah 30 juz, ada juga yang merindukan saat berbuka dan sahur bersama keluarga. Macam-macam rasa rindu bermunculan. Karena itu, sangat wajar bila umat Islam berdoa, bermunajat kepada Allah agar diberi umur panjang untuk dapat dipertemukan kembali dengan “kekasihnya” pada tahun berikutnya.

- Advertisement -

Bahkan ada pula yang mengadu seakan-akan bertanya kepada Allah, “Ya Allah, kenapa sih tidak sekalian menjadikan seluruh bulan sebagai Ramadhan, sehingga kami dapat berpuasa, berbuka dan sahur bersama keluarga, shalat tarawih berjamaah, dan bertilawah 30 juz, dan bersedekah sepanjang tahun?” Tentu saja kalimat ini bukan bermaksud untuk menggugat Allah, melainkan karena adanya perasaan kurang maksimal dalam beribadah dan mentarbiyah diri selama sebulan Ramadhan.

Puasa Ramadhan adalah puncak dan penyempurna dari seluruh puasa yang telah dijalankan oleh umat-umat terdahulu. Seperti halnya ajaran Islam secara keseluruhan juga merupakan puncak dan penyempurna dari ajaran Allah yang telah diturukan kepada nabi/rasul dan umat-umat sebelumnya.

Karena itu, puasa yang di ajarkan melalui Rasulullah Saw itu adalah bukti dari kontinuitas ajaran agama-agama yang telah Allah diturunkan sebelum. Ditegaskan pula adanya sebuah fakta yang tak dapat diragukan bahwa puasa sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Memperbaiki kesehatan mental dan fisik manusia. semoga segala kebiasaan baik kita baik pola hidup, pola makan, serta ibadah ritual dan sosial, selama Ramdhan dapat kita amalkan di luar Ramadhan.
Memang, puasa dalam Islam itu tidak secara khusus bertujuan untuk kesehatan, sebab Al-Qur’an sendiri menegaskan bahwa tujuan utama diperintahkannya puasa adalah untuk menjadikan orang mukmin makin dekat, makin taat kepada Allah dan mencapai derajat tertinggi, yakni bertakwa. Namun demikian, tentu saja Allah Maha Mengetahui bahwa kondisi sehat sangat dibutuhkan oleh orang mukmin apabila ingin mencapai derajat kemanusiaan paling tinggi tersebut.

Sejalan dengan opening speech penulis, Dr. Taufan Maulamin, SE, Ak., MM yang diminta mengupas judul “Menghidupkan Ibadah Ritual dan Sosial Ramadhan di Luar Ramadhan”, juga mengungkapkan bahwa ketika bulan Ramadhan ada beberapa kewajiban yang harus kita tuntaskan, antara lain: Pertama haknya Al-Qur’an itu dikhatamkan dua kali dalam setahun. Artinya ketika kita dalam bulan ramadhan belum bisa mengkhatamkannya sampai ramadhan yang akan datang kita punya kewajiban untuk mengkhatamkannya sebanyak dua kali.

Kedua, tadabbur. Ramadhan harusnya menjadikan kemampuan intelektual kita, kecendikiawanan atau dalam Bahasa Al-Qur’an disebut ulil albab kita terasah. Bahkan harus di-reset ulang dengan bacaan-bacaan Al-Qur’an sehingga pikiran-pikiran yang mungkin tidak paralel dengan Al-Qur’an, haruslah diselaraskan dengan nilai-nilai Al-Qur’an pada Ramadhan. Karena itu, Ramadhan akan menjadi bulan yang penuh dengan bacaan Al-Qur’an. Penuh dengan proses-proses menyelaraskan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari”.

Momentum Ramadhan juga kiranya harus menjadi spirit perubahan pada bulan-bulan berikutnya. Kebiasaan-kebiasaan sepanjang Ramadhan haruslah tetap di pertahankan pada bulan-bulan selain Ramadhan, seperti membaca al-qur’an, shalat berjamaah, sedekah dan rasa empati kepada sesama. Sehingga ketika hal ini tetap dipertahankan maka umat Islam akan mampu menjadi umat yang berkemajuan.

Sementar itu, dr. Tirta Prawita Sari, M.Sc., SpGK, membahas judul, “Menghidupkan Pola Makan Ramadhan di Luar Ramadhan,” mengungkapkan nahwa pola makan adalah salah satu upaya menghindari berbagai macam penyakit kronis dan katastropik yang membutuhkan biaya banyak. Contohnya stroke, diabetes, penyakit jantung dan hipertensi. Padahal hal tersebut bisa dicegah dengan cara diet atau puasa. Karena dengan berpuasa kita melatih eating pattern/pola makan kita yang mana diet tersebut adalah salah satu jenis faktor resiko yang dapat dimodifikasi oleh kita dan memperkecil kemungkinan munculnya penyakit kronis pada seseorang.

Orang dengan obesitas misalnya, mereka memiliki resiko lebih besar menderita penyakit kronis karena adanya hiperinsulinemia yang nantinya akan menyebabkan situasi yang tidak menguntungkan yaitu gangguan metabolisme glukosa dan beberapa gangguan metabolisme lain seperti, gangguan metabolisme, asam urat, gangguan profil lipid darah/dislipidemia, serta gangguan hemodinamik. Sehingga nantinya seseorang dengan obesitas itu rentan mengidap penyakit-penyakit kronik tersebut. Maka dari itu mencegah obesitas berarti mencegah terjadinya penyakit kronis.

Puasa adalah cara detoksifikasi tubuh yang murah dan mudah. Puasa dapat menyebabkan kadar glukosa darah mengalami penurunan, dan menyebabkan tubuh mengambil cadangan energi lain dalam bentuk lemak atau free fatty acid sebagai sumber energi dan itu baik sebagai upaya membersihkan atau detokfikasi tubuh. Dalam Ramadhan kita diatur untuk berpuasa dalam 13-14 jam dan berbuka setelahnya, pola ini mirip dengan pola makan-puasa yang baik yaitu intermitten fasting.

“Ada beberapa contoh intermitten fasting. Seperti, Alternate day fasting yang mana puasa berselang seling seperti puasa Dawud. Bedanya saat hari puasa itu hanya boleh makan 500 kalori, dan hari berikutnya adalah feast day yang boleh dalam jumlah yang kita inginkan tanpa perlu memusingkan kalori.”

Ada juga pola The 5:2 diet yaitu, 5 hari tidak berpuasa, 2 hari berpuasa. Kalau dalam islam bisa kita aplikasikan pada puasa senin kamis, tapi dalam ketentuan ketika berbuka pada hari senin dan kamisnya itu intake kita hanya 500.1000 kalori, 5 hari lainnya feast day. Kenapa hanya 500-1000 kalori? Karena itu adalah jumlah kalori minimal yang kita butuhkan sehingga pekerjaan dasar tetap bisa kerjakan.

“Badan kita itu menyukai sesuai yang rutin. Karena ada pembiasaan maka harusnya setelah lebaran aktifitas puasa itu harus dikembalikan agar kita masih terbiasa dengan kebiasan puasa, terbiasa untuk pola makan yang sehat. Demikian pula kebiasaan baik tanpa merokok karena berpuasa semestinya pun diteruskan perilaku dan budaya hidup sehat sepanjang tahun di luar Ramadhan” Wallahu a’lam bishawab.

Penulis adalah Ketua Departemen Kesehatan BPP KKSS, mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here