Kolom Herman Lilo
Bachtiar Adnan Kusuma, akrab disapa BAK sesuai akronim namanya. Saya mengenalnya di kampus Merah Universitas Hasanuddin sebagai senior saya di jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Politik. Namun saya akrab memanggilnya Bang Bak, mengikuti tradisi di Korps Ilmu Komunikasi dimana senior disapa “Abang”.`
Pada awal akrab dengan Bang BAK, terasa saya disesaki dengan jutaan referensi. Berbincang dengannya ibarat kita berada dalam ruang perpustakaan. Bahasanya sangat referensial, sarat kutipan bermakna. Dan kesimpulan saya adalah Bang Bak adalah pegiat buku dan pembaca yang tekun.
Saat kami dari Mahasiswa Ilmu Komunikasi berpraktek memproduksi film untuk sebuah matakuliah, sering saya ngobrol di sela-sela syuting dengan Bang BAK. Cerita panjang dilakoninya sebagai penulis lepas di Majalah Panjimas, Amanah, Kartini, Estafet, Tabloid Jumat sejak SMA sampai kuliah di Unhas. Terbayang bagaimana senangnya ketika mendapatkan honor menulis untuk membeli buku, pakaian dan membayar SPP.
Pada hari ini bang BAK menjabat sebagai Sekertaris Jenderal di Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia Pusat, adalah hal yang wajar baginya. Jalan sutera baginya sebagai penulis dan tergabung di Rumah Penulis Indonesia, sudah dilakoninya sejak lama.
Bang BAK dalam pengakuannya terinspirasi oleh ungkapan Napoleon Hill ”Bukan tulisan pada nisan Anda, tapi catatan perbuatan Andalah yang bisa mengabadikan nama Anda setelah Anda meninggal”, inilah yang memberikan inspirasi awal, mengapa beliau memilih profesi menulis buku dalam kesunyian.
Yah, menulis dalam sunyi, tanpa hingar bingar populeritas. Jauh dari bisingnya pujian, beliau tak letih menyulam kata, menata kalimat menjelma sebuah buku yang ratusan jumlahnya.
Dalam sunyi terdengar pesan sang mahaguru K.H.Abdurrahman Arroisi seperti denting harpa, “Aku ingin meletakkan artefak-artefak sejarah dalam hidup ini, ya minimal menggoreskan sebaik karya. takkan engkau dikenang sejarah jika engkau tak menulis, maka menulislah dan buatlah sejarah”.
Penulis Buku Biografi Tokoh-tokoh nasional
Menulis profil atau tokoh menjadi style utama buku karyanya. Alasannya simple dengan menulis biografi orang-orang sukses, dirinya dapat belajar dan menggali kisah-kisah sukses dari sang tokoh yang ia tulis. Pada awalnya tokoh-tokoh itu ditulis untuk dimuat majalah dan koran harian. Namun dari sanalah Bachtiar membangun relasi sosial dan peluang bisnis perbukuan yang bernilai profit.
Kolaborasinya dengan penulis Alif we Onggang, Achmad TR, Aprial Hasfah, serta BAK sendiri telah melahirkan buku yang merangkum tokoh Sulsel yang sukses di Nusantara. Buku tersebut merupakan kumpulan tulisannya dari berbagai media antara lain Panjimas, Amanah, Estafet dan Tabloid Jumat dibukukan kurang lebih 200 orang tokoh.
Saat ia harus pertegas pilihan hidupnya sebagai penulis, Bachtiar pun harus mengambil pilihan sulit. Banyak profesi yang dulu lama diidamkan akhirnya harus ditinggalkannya. Profesi sebagai wartawan harus ditinggalkan. Tidak hanya itu profesi sebagai dosen Ilmu Komunikasi di FAK Dakwah IAIN Aluddin, di IPWI, Sentra Pendidikan Bisnis, STMIK TEKSOS, dan Kepsek SMK Gunungsari Makassar ditinggalkannya untuk fokus mengurus perusahaan penerbitan YAPENSI.
Dan rencana baik Tuhan rupanya seiring dengan keputusannya. Perusahaan penerbitan yang dikelola secara profesional berhasil menerbitkan buku pertamanya. Buku yang berjudul “Saudagar Bugis Makassar”, diterbitkan atas biaya dari tokoh-tokoh yang terangkum dalam buku tersebut sekaligus menjadi tonggak sejarahnya menyelami dunia perbukuan.
Malaikat Tak Bersayap Itu Dari Letta
Tapak sejarah yang harus ditulis khusus dalam perjalanan kepenulisan Bachtiar Adnan Kusuma adalah rajutan pertemuannya dengan pemilik perusahaan Poleko Group pada tahun 1995. Dia ibarat malaikat tak bersayap, lelaki pemberani dari Letta. Dr H.A.A. Baramuli, SH. Saat itu Baramuli menjabat sebagai wakil ketua Komnas HAM. Dialah yang menyibak peta jalan kepada BAK untuk hijrah ke ibu kota Jakarta. Jalan Imam Bonjol 51 Jakarta Pusat menjadi saksi bagi langkah-langkah kecil BAK dalam menulis buku dengan modal kerja Rp 100 juta dari Baramuli.
BAK sukses menulis sendiri dan menerbitkan 10.000 exemplar buku pertamanya berjudul “70 Tahun Baramuli Pantang Menyerah”. Sungguh takjubnya ketika buku tulisannya diluncurkan di Sangrilla Hotel dan dihadiri tokoh-tokoh Nasional termasuk Presiden dan Wakil Presiden. Sepertinya pintu-pintu rezeki semakin lebar terbuka. Dengan buku tersebut dapat BAK berkeliling Indonesia Timur atas biaya Baramuli.
Sungguh Baramuli tidak saja sebagai orang tua angkat BAK, tetapi juga bak malaikat yang menyulam indah alur hidupnya. Sederet nama tokoh besar seperti Akbar Tanjung, Sarwata, Fadel Muhammad, Jusuf Kalla dan seluruh Gubernur di Kawasan Timur Indonesia berhasil ditemuinya untuk membangun mutual respect kerjasama atas ‘katabelece’ Baramuli.
Buku selanjutnya susul menyusul diterbitkan oleh BAK, antara lain, “Nurdin Halid ketua Umum PSSI”, buku Letjen TNI Andi Muhammad Ghalib, dan sejumlah buku biografi tokoh nasional lainnya.
Teknik Marketing
Bermodal pengalaman sebagai marketing, baik marketing iklan media cetak, marketing di motorola dan membuka biro iklan, memudahkan BAK dalam menjaring pasar. Promosi dan iklan di media cetak lokal dan nasional seperti Kompas, Media Indonesia, Republika dan lainnya. Selain itu, teknik promosi yang digunakan BAK melalui direct selling yakni mengirimkan kliping koran langsung kepada tokoh-tokoh penting dalam menawarkan jasa penulisan.
Aktifitas hidup dan nafas BAK dalam penulisan buku tidak pernah berhenti sedetik pun. Ia pun membentuk Tim kreatif, Tim penulis yang stay di berbagai kota seperti Palu, Jakarta, Makassar dan Bali. Namun, semua proses kreatif itu bermuara di Jakarta.
Panggilan pengabdian BAK terhadap pembangunan literasi bangsa juga menempatkannya untuk menjadi motivator minat baca nasional. Selain itu, BAK kerap kali menjadi pembicara parenting. Menjadi ketua komite di SMP Negeri 6, Sekretaris Komite SMA 17, serta ketua Forum Komite Sekolah Makassar juga dilakoninya sebagai pengabdiannya terhadap pendidikan. Sampai saat ini BAK terus menjadi komando pegiat perpustakaan lorong dan desa di Sulawesi Selatan.
Sumber Energi Kreatif
Segala pencapaian Bachtiar Adnan Kusuma tidak terpisahkan dengan energi cinta dua tokoh perempuan tangguh kebanggaanya, yakni Ibunda Almarhum Hj. Baeduri Dg Ngimi, dan istri tercinta, Ani Kaimuddin. Sang Bunda Hj. Baeduri yang hidup single parent berupaya keras membantu buah hatinya menggapai cita-cita sebagai penulis meski dengan penghasilan pas-pasan sebagai pedagang kelontong. Upaya dan doa suci sang bunda menjadi pondasi kuat yang mengantarkan BAK menjadi sukses seperti hari ini.
Begitu pula sang Istri tercintanya yang setia dan cinta senantiasa melecut semangat Bang Bak untuk terus berkarya dalam tulisan-tulisannya. Ani Kaimuddin, perempuan Bugis Barru, kelahiran Buol Toli-Toli, 17 Mei 1976 yang dikenalnya semasa KKN Unhas Angkatan 48 Tahun 1995 di Ponpes DDI Mangkoso. Telah dipahat hari kelahirannya sebagai hari berdirinya Perusahaan penerbitan, Yapensi Jakarta milik bang Bachtiar Adnan Kusuma.
Sumber energi lainya dalam berkarya adalah empat buah matahari kecilnya. Mereka adalah: Dea Ambarwati Kusuma (dr), Ria Atmaranti Kusuma(Psikologi UNM), Safwan Ariyadi Kusuma (Kelas III MAN 1) dan Farhan Alfarisi Kusuma (Kelas 2 SDN). Anak sulungnya, Dea Ambarwati, telah menikah dengan rekan satu profesinya yaitu dr. Mulafarsyah. Dan dari pernikahan itu Allah telah mengamanahkan cucu semata wayang Zakira Talita Delafarsyah untuk Bachtiar Adnan Kusuma dan Ani Kaimuddin.
Masih panjang kisah pejuang literasi Sulawesi Selatan ini. Bahkan mungkin berjilid-jilid untuk dituliskan tentang jejak langkahnya. Semua tempatnya berpijak adalah karya dan sejarah kesunyian. Dan inilah torehan kutipan yang saya simak dari bang BAK:
“Bila tiba masa berjumpa jangan bicara apa-apa, mari bersama, mengayun langkah menjemput cinta yang tak pernah punah. Terima kasih atas semua dukungannya, dan sekali lagi aku bangga memilih menjadi Penulis sebagai jalan hidupku”.