Menulislah, Inspirasi Buku Misteri Jalan Setapak dan Menanjak Karya Fiam Mustamin

0
109
- Advertisement -

PINISI.co.id- Semua peserta diskusi buku Misteri Jalan Setapak dan Menanjak (MJSM) sepakat bahwa orang harus menulis setidaknya satu buah buku dalam hidupnya. Apalagi ketersediaan dan kemudahan teknologi digital dan keragaman media platform memungkinkan orang lebih praktis mengungkapkan buah pikirannya.

Hal ini tergambar pada peluncuran buku MJSM karya ketujuh Fiam Mustamin di Plyamaker Lounge & Resto di Jakarta, Kamis (21/11) siang.

Umumnya yang hadir adalah para penulis, atau sedikitnya yang terkait dengan dunia tulis menulis, antara lain M. Jafar Hapsah yang telah menulis puluhan buku, Aspar Paturusi dengan novel dan puisinya banyak meraih penghargaan, Ulla Nuchrawaty penulis buku Selendang Kebangsaan, Mashadi Said dikenal sebagai penulis produktif, Ilham Bintang yang menulis sejumlah buku dan telah dihargai sebagai penulis berdedikasi sepanjang hidup, Ophan Lamara yang tengah menuntaskan novelnya, Sukriyansah jurnalis senior dan penulis, dan masih banyak lagi.

Tak ketinggalan sejumlah kolegamya juga hadir antara lain Darwis Darlis, Andi Nurhiyari Ketua IWSS dan Ony Jafar.

Pegiat sosial dan politik Andi Jamaro Dulung yang membuka acara terkesan akan kiprah Fiam Mustamin dalam meniti karirnya dalam berbagai bidang, termasuk soal kepenulisan yang dinilai sebagai legasi peradaban.

- Advertisement -

Demikian juga Jafar Hapsah yang mengapresiasi penulis dapat membuat buku setebal hampir 500 halaman.

“Menulis itu tidak gampang dan dibutuhkan keberanian untuk memulainya,” katanya seraya meluncurkan buku ini.

Jafar juga merasa takjub bahwa tulisan yang dihasilkan Fiam Mustamin hanya melalui HP yang kadang eror.

Dipandu oleh penulis Alif we Onggang, acara juga berisi testimoni sejumlah sahabat penulis yang secara personal memiliki kedekatan emosional.

Pembahas Mashadi Said menguraikan bahwa di mana setiap langkah menggambarkan perjuangan tanpa henti, tekad yang tak tergoyahkan, dan filosofi hidup yang kaya akan nilai-nilai lokal.

“Dalam buku ini, perjalanan hidup Fiam Mustamin tidak hanya menjadi cerminan pengalaman pribadi, tetapi juga sebuah pelajaran universal tentang bagaimana menghadapi kehidupan dengan tekad, keberanian, kerja keras, dan kearifan,” ujar Mashadi.

Buku Fiam, menurut Guru Besar Bidang Budaya di Universitas Pancasila ini, adalah bukti nyata bagaimana filosofi Bugis menjadi pelita di tengah tantangan hidup yang terus menghadang.

“Tergambar suatu idealisme membara yang diramu secara kritis dengan mengulas berbagai pandangan para tokoh untuk melihat bangsa Indonesia yang lebih maju,” imbuhnya.

Bagi Fiam, setiap langkah kecil di jalan setapak adalah simbol kerja keras dan kesabaran. Ia memanfaatkan setiap peluang, meskipun kecil, sebagai batu loncatan menuju mimpi yang besar.

Filosofi Bugis yang ia anut, “nawa-nawa” (harapan) “resopa natinulu na temmangingngi malomo naletei pammase dewata”.

Sebaliknya seniman Aspar Paturusi menekankan bahwa sebuah tulisan mengandung nilai-nilai keabadian.

Sementara Ulla Nuchrawati secara tepat meringkas sosok FIAM sebagai kepanjangan dari Fenomenal, Inspirasi, Antusiasme dan Misteri. “Fiam adalah seorang primordial yang baik,” kata Ulla yang dikenal sebagai dokter dan politisi.

Akan halnya Ilham Bintang menyebut tulisan Fiam adalah karya jurnalistik dimana ia terlibat dalam setiap tulisannya.

Adapun Hasbullah Ismail mengungkapkan bawa hampir semua pidato Ketua Umum KKSS Beddu Amang ditulis oleh Fiam Mustamin. “Jika dijumlah bisa 1.000 halaman karena periode Pak Beddu cukup lama,” ucap Hasbullah yang tengah mengambil doktoralnya.

Demikian juga kesaksian Mochtar Andrew bahwa setiap kali menghubungi Fiam atau menyambangi ke rumahnya ia pasti sedang menulis.

Terkait kepenulisan, Samsul Zakaria berjanji akan menyelesaikan disertasi untuk meraih doktornya di Universitas Indonesia. Juga Ophan Lamara yang tengah menuntaskan novelnya setebal 200 halaman.

Moderator Alif we Onggang menimpali bahwa tak usah dibebani untuk membikin setebal buku Fiam, buku tipis saja sudah cukup. “Novel tipis Perempuan di Titik Nol karya Nawal Saadawi dicetak berulang kali dan meraih banyak penghargaan internasional. Juga
karya Hemingway The Old Man and The Sea mengantarnya meraih Nobel dan diterjemahkan dalam puluhan bahasa,” jelasnya.

Buku MJSM selain berisi memoar yang ditulis sepenggalan, juga memuat sejumlah 56 profil yang merupakan sahabat penulis.

Penulis membagi pandangannya tentang berbagai aspek: sosial, politik, hingga kebudayaan yang kesemuanya mendasarkan pada nilai-nilai budaya dan keadaban luhur Sulawesi Selatan.
(Man)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here