Kolom Bachtiar Adnan Kusuma
Deklarator Nasional Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia
Dari kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, penulis menyambut 80 Tahun Indonesia merdeka dengan penuh suka cita. Selain sebagai aktivis, pelaku, penggagas, penggerak, penulis dan motivator minat baca, penulis kembali merenung diri dan meluruskan niat, betapa perlunya meluruskan arah perjuangan Gerakan Membaca dan Menulis di Indonesia. Selain kegelisahan penulis muncul, efek karena adanya kekeliruan yang selama ini kita lakukan secara memassal yaitu hanya menggerakkan budaya membaca, tapi meninggalkan gerakan menulis. Akibatnya, asa otak kiri dan otak kanan kita tak sejurus, sementara masyarakat hanya didorong terus menerus membaca dan melek literasi. Padahal penting, mendorong kedua-duanya yaitu membangun ekosistem budaya membaca dan budaya menulis.
Benarlah, kata Pennebaker, salah seorang psikolog terkemuka, menegaskan kalau budaya membaca dan menulis tidak bisa dipisahkan, keduanya seperti mata uang.
Jujur, penulis setiap turun ke sekolah, kampus, perpustakaan, perpustakaan desa, lorong, komunitas baca dan pondok pesantren, nyaris sebagian besar mereka menyampaikan keluhannya, “ kurang buku-buku bermutu”. Sementara kampanye membaca terus digerakkan, pada sisi lain budaya menulis belum menjadi sebuah budaya yang produktif. Inilah kesalahan strategi gerakan membaca di Indonesia yaitu hanya bertumpuh pada arena panggung seremoni, kampanye, diksi dan berbagai program membaca dan literasi, namun enggan memikirkan persoalan pelik, kurangnya buku-buku berakses bermutu ditemukan di setiap ruang baca. Syukur alhamdulillah Perpustakaan Nasional pada 2025 ini, menggelontorkan anggaran non fisik DAK kegiatan literasi dan menulis di berbagai kabupaten, kota dan provinsi di Indonesia. Hasilnya, mendorong setiap kabupaten dan kota menulis konten lokal dan kearifan budaya masing-masing daerah.
Berikut Pertanyaan, apa jalan keluarnya? Penulis beberapa tahun terakhir ini terus menerus mendorong tumbuhnya budaya membaca plus menulis di kalangan guru-guru, pustakawan, siswa-siswi dan tokoh-tokoh masyarakat di Indonesia. Adapun tujuannya, menggugat budaya membaca dan menulis bagi pustakawan, guru, dan tokoh serta siswa siswi akan menjadi terapi jalan keluar kurangnya buku-buku di setiap perpustakaan.Kegiatan ini tidak cukup hanya berhenti sampai 2025, tapi perlu menjadi kegiatan berkesinambungan dan wajib digerakkan terus menerus. Terima kasih Kepala Perpustakaan Nasional dan seluruh Tim kerjanya.
Mengapa buku-buku bermutu kurang? Salah satu penyebabnya, kurangnya penulis yang tumbuh dan berkembang dari daerah. Selain karena kurang penulis tumbuh berkembang daerai arus daerah, juga akses informasi pendidikan, pelatihan atau workshop khusus yang mencetak para penulis profesional, juga gairah dan budaya membaca belum tumbuh menjadi industri membaca di kalangan masyarakat. Efeknya, efek domino, banyak hal hal terkait. Selain perhatian Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota belum care total akan tumbuhnya industri menulis di tengah-tengah masyarakat, profesi menulis masih sebatas hobi atau pelarian. Padahal profesi menulis adalah profesi yang memiliki tanangan dan masa depan yang cerah. Asal saja ditekuni dengan serius, fokus dan profesional.
Akhirnya, penulis memutuskan terus menerus menggerakkan budaya membaca dan menulis di Indonesia. Caranya, dengan menggelar workshop menulis buku bagi para siswa, guru dan pustakawan secara free. Selain itu, mendorong para Bupati, Politisi yang memiliki kepedulian tinggi tumbuhnya budaya menulis di Indonesia. Penulis bersyukur karena Bupati Maros Dr.H.A.S. Chaidir Syam, M.H. telah menjadi contoh pejabat publik yang telah mendorong warga dan seluruh piranti terkait di kabupaten Maros, menempatkan budaya membaca dan budaya menulis sebagai sesuatu yang sangat penting diberi perhatian. Chaidir Syam, tak sekadar diksi, tapi aksi nyata membentuk ekosistem budaya literasi membaca dan menulis digerakkan di daerah yang dipimpinnya, yaitu Kabupaten Maros.
Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada tokoh-tokoh Indonesia yang memiliki kepedulan kurangnya akses buku-buku bermutu di Indonesia. Sebut saja, Bupati Maros Chaidir Syam, Bupati Jeneponto Paris Yasir, Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, Bupati Pangkep Muhammad Yusran Lalogau, Walikota Makassar Munafri Arifuddin, Tokoh Nasional Prof.Dr.H.Mohammad Jafar Hafsah, Dr.H.M. Amir Uskara, M.Kes., Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional Dr. Adin Bondar, M.Si., Da’i kondang Dr. H.Ashar Tamanggong, Anggota DPRD Sulsel yang juga Pendiri Universitas Mega Rezky Dr.H.Alimuddin, S.H.M.H.M.Kn., Dr.H.Tadjuddin Rachman, S.H.M.H., Drs.H.A.Kadir Halid, M.APU, Ulama dan pengusaha Dr.K.H. Amirullah Amri, M.A. Ketua Umum ASPHURI Haji Faisal Ibrahim Surur, M.Si. Pengusaha dan Ulama terkenal Bali Dr.K.H. Masrur Makmur, M.Pd.I., Prof.Dr.Jasruddin Daud Malago, Prof. Dr.Muhammad Jufri, S.Psi.M.Psikologi, Penulis juga menggelar Lomba Guru Menulis dan workshop menulis buku nasional dan lokal. Ujungnya, hasil tulisan para peserta diterbitkan menjadi sebuah buku yang indah. Inilah salah satu bukti nyata mendorong Guru, Pustakawan menulis buku dengan memberikan praktek dan ruang laboratorium. Hemat penulis, menulis tak hanya dibicarakan di forum-forum resmi, tapi dikerjakan dan dibuktikan dengan sebuah tulisan.
Gerakan Nasional Guru, Pustakawan Menulis Satu Buku untuk Indonesia telah menjadi ruang dan wadah mendorong para guru, pustakawan di Indonesia untuk menulis buku, demi memenuhi keterbatasan hadirnya buku-buku bermutu. Apa saja buktinya? Sekolah Menulis Maros Keren yang digerakkan Bupati Maros telah berhasil mendorong guru menulis buku di Kabupataten Maros, pada 2021 dan pada 2022 Kadis Pendidikan Maros Ir. Takdir, M.Si. kemudian mengadopsi program Sekolah Menulis Maros Keren menjadi program Dinas Pendidikan Kabupaten Maros pada 2022 dan melahirnya 50 judul buku dan 50 guru menulis di Maros dan Bimbingan Teknis Menulis yang digelar Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Maros, 2025 melahirkan kumpulan tulisan yang terbit menjadi buku konten lokal.
Gema Sekolah Islam Athirah yang berhasil penulis dorong 23 guru menulis buku atas bimbingan utama penulis(2021-2022), Pustakawan Sulsel Menulis Buku yang telah berhasil menulis dan menerbitkan buku(2022), Sekolah Islam terpadu Nurul Fikri yang telah berhasil mendorong siswa-siswi kelas VI SD, SMP dan Guru-gurunya melahirkan buku, Workshop Nasional Ika BKPRMI menulis Buku juga telah berhasil melahirkan buku karya Puisi Fauzi Nangjoe, (2022). Tumbuhnya semangat dan keinginan masyarakat menulis buku, berikutnya menjadi pelecut dan solusi kurangnya akses buku-buku bermutu di Indonesia. Merdeka membaca dan Merdeka menulis. Semoga.