Kolom Fiam Mustamin
APA yang abadi dikenang di sebuah kota besar seperti Makassar dengan peradaban dan karya sastranya.
I la Galigo, karya sastra klasik yang lahir di tanah Bugis Sulawesi Selatan sekitar abad ketujuh itu merupakan karya sastra terpanjang, melebihi Mahabrata di India dan Homerus di Yunani. Karena itu badan dunia UNESCO yang konsentrasi dengan bidang Kebudayaan dan Pendidikan menganugerahkannya sebagai sastra klasik warisan dunia : Memory of The World ( MOW) 2011.
Termotivasi dari situ saya menulis artikel ini dengan mengacu kepada beberapa karya sastra khususnya puisi mendiang Husni Djamaluddin, Rahman Arge, Arsal Al Habsi, Anis Kaba dan Udhin Palisuri.
Suatu saat, saya bertanya ke sasterawan dan penyair senior Aspar Paturusi yang saya sapa dengan kakak, … Apa yang ada dalam keinginannya untuk merawat karya puisi yang telah diciptakan sejak tahun 1960 itu.
Kak Aspar terdiam menerawang untuk menjawab pertanyaan saya, keinginannya untuk memiliki Rumah Pustaka dari sekian banyak buku-buku puisi dan novel yang telah diciptakan.
Saya membaca apa yang ada dalam pikiran dan keinginannya Kak Aspar bahwa apa hal itu bisa terwujud ?
Apa Respon Saya
INSYAA Allah Ka Aspar, tidak akan terjadi sesuatu secara tiba-tiba tanpa proses cita-cita dan ikhtiar tindakan.
Bersyukur saya mendapatkan dan mengoleksi banyak karya buku puisi Kak Aspar seperti yang saya tulis Esiklopedia Buku Puisi Badik Aspar Paturusi di Pustaka Baca dalam buku Memoar Senior dan Sahabat, 2022.
Rumah/pustaka sastra yang dimaksud bukanlah untuk swasta perorangan tapi untuk kolektif para Sastrawan Penyair, Penulis/Intekektual, Seniman dan Budayawan.
Karena itu bahwa pustaka sastra ini hendaknya menjadi bagian pembinaan dari Perpustakaan Provinsi atau Kota.
Koleksi pustaka itu dapat dihimpun dari era JE Tatengkeng , La Side, Mattulada, HD. Mangemba, Abu Hamid, Ichsan Saleh, Mochtar Pabottingi, Sinansari Ecip, Nunding Ram, Nurhayati Rahman, Yudhistira dan seterusnya.
Idealnya ada satu gedung atau ruangan khusus yang menyimpan koleksi pustaka itu dengan masing-masing poster biodata sang sastrawan bersangkutan.
Ikon Peradaban Kota
KEHADIRAN Pustakawan Sastra di kota Makassar ini memberi identitas kota peradaban dengan opera gedung kesenian dan stadion olahraganya.
Apabila kita berkeinginan mewujudkan kota kita yang beridentitas, maka saatnya Pemerintah Kota, Legislator bersama Komunitas Kreator Seniman dan Budayawan duduk berembuk/ tudang sipulung membicarakan itu.
Untuk merealisasikan gagasan ini saya merekomendasikan kepada tiga yunior penulis yaitu Yudhistira, Zulfikar Yunus dan Bachtiar Adnan Kusuma.