Kolom Arfendi Arif
Manusia yang beriman meyakini bahwa semua keberhasilan dalam hidup ini bukan semata ikhtiar manusia, tetapi berkat rahmat dan pertolongan Allah. Sebagai seorang muslim yang shaleh memiliki keyakinan beragama yang paripurna (kaffah) yaitu dimanifestasikan dalam bentuk menjalin hubungan baik dengan Allah dan hubungan baik sesama manusia.
Hubungan baik dengan Allah ditunjukkan dengan taat beribadah menjalankan shalat lima waktu setiap hari, puasa bulan Ramadhan, menunaikan ibadah haji, membayar zakat dan melakukan ibadah-ibadah sunah lainnya. Selain itu berdakwah mengajak orang lain untuk taat dan dekat kepada Allah. Ini ditunjukkan dengan ajakan kepada masyarakat melakukan zikir bersama, membaca Al-Quran, menyantuni yatim piatu, memberi makan orang miskin.
Bagi muslim yang taat ibadah dan amal shaleh agama mempunyai peran penting dalam kehidupan. Jika dihayati dan dipahami secara benar agama menumbuhkan perilaku terpuji dan menjalani hidup ini dengan penuh optimisme. Keyakinan kepada agama mendorong seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, bekerja dengan baik, dalam arti mengutamakan prestasi dan kualitas kerja. Jika ia seorang pemimpin perusahaan ia selalu berusaha menjalin hubungan baik dengan karyawan, mengutamakan kesejahteraan mereka, berlaku amanah dalam memimpin dan berusaha menegakkan kejujuran dengan tidak mentolerir sedikitpun segala bentuk perilaku menyimpang.
Dengan keyakinan yang kuat kepada Allah, seorang beriman bakal percaya semua kesulitan dalam pekerjaan akan bisa diatasi. Karena itu berdoa untuk minta pertolongan kepada Allah agar semua pekerjaan dimudahkan itu sangat penting dilakukan. Sebab,, manusia memiliki keterbatasan sehingga semua daya dan kekuatan telah diupayakan namun kekhilafan bisa saja terjadi. Pada titik inilah berdoa menjadi crusial karena pada saat itu Allah dengan segala kebesaran, kemahakuasaan dan kepengasihanNya akan membantu hamba-hambanya yang tulus berdoa.
Dengan demikian kunci keberhasilan dalam setiap usaha bukanlah ditentukan oleh manusia semata, tetapi berkat campur tangan Allah yang maha kuasa. Dalam keyakinan seperti inlah ibadah yang tulus kepada Allah tidak boleh disia-siakan. Bahwa dengan ibadah yang rutin dan teratur dilakukan kepada Allah akan memudahkan tercapainya tujuan yang diinginkan.
Seorang yang memiliki sikap Islami merasa kunci sukses kehidupannya baik di dunia ini maupun di akhirat kelak ditentukan paling tidak tujuh (7) hal yaitu memperbaiki shalat, santun pada orang tua dan keluarga, membantu yatim piatu, orang miskin, orang yang berjuang pada jalan Allah, membantu rumah ibadah dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Semua hal di atas diamalkan dengan baik bukan hanya hiasan bibir semata. Fakir miskin dan anak yatim disantuni dan diberi makan. Mesjid dibangun serta kegiatan zikir dan menghapal Quran digalakkan. Semua yang dlakukan didorong oleh semangat dan kesadaran keimanan yang tinggi kepada Allah.
Tetapi kita juga harus mempunyai keyakinan bahwa setiap keberhasilan dan kesuksesan dalam hidup ini harus disyukuri. Syukur yaitu dimanifestasian dengan menggunakan semua nikmat yang diberikan Allah untuk kebaikan , misalnya dengan berbuat baik kepada sesama manusia, suka membantu orang-orang yang sedang kesulitan, dan membantu kegiatan-kegiatan yang mensyiarkan kebesaran Allah, dan bersahabat dengan alam dengan tidak membuat kerusakan.
Kemudian juga menghargai dan menghormati manusia tanpa melihat asal usul dan latar belakang sosial-ekonomi mereka. Bersilaturahmi dengan masyarakat sekitar dengan ramah dan santun. Setiap orang wajib dihormati sebagai makhluk Allah yang harus dimanusiawikan. Dalam hidup ini kita berusaha menekankan supaya sekeras mungkin untuk tidak berbuat yang salah dan juga merasa malu kalau tidak berhasil. Ini menunjukkan bahwa dalam diri kita memiliki kegairahan kerja yang tinggi. Dan mensyukuri semua pemberian Allah terutama akal dan fikiran yang harus digunakan sebaik-baiknya untuk menghasilkan kerja-kerja yang mendatangkan manfaat bagi manusia. Syukur kepada Allah juga dicerminkan dalam usaha kerja keras semaksimal mungkin, tidak malas, tidak membuang-buang waktu secara percuma. Waktu sangat berharga dan harus dimanage dengan baik sehingga tidak berlalu begitu saja.
Dorongan dan kegairahan beribadah dan beramal shaleh yang tinggi juga dengan menghargai para ulama dan mereka yang mendalami Al-Quran. Para ulama adalah orang yang berhati mulia karena mengabdikan hidupnya membimbing manusia ke jalan yang baik. Dengan jalan pemikiran tersebutlah maka akan mendekatkan diri kita pada ulama dalam rangka terus membina dan meningkatkan kualitas iman, ibadah dan amal shaleh.. Semua itu karena didorong keyakinan bahwa para ulama adalah orang-orang yang tulus dan ikhlas semata bekerja karena Allah ingin menciptakan manusia yang memiliki akhlak yang terpuji.
Seorang pemimpin-manajer yang agamis, meskipun bergelut dalam keseharian dengan masalah perusahaan, disibukkan dengan urusan-urusan ekonomi dan produksi ia tidak melepaskan dirinya sebagai muslim dan mukmin. Dalam urusan dunia dan ekonomi orang boleh sibuk, tetapi sebagai mukmin tidak boleh melepaskan diri sebagai makhluk Allah untuk beribadah dengan tulus kepadaNya. Dalam hal inilah seorang pemimpin yang saleh menempatkan para ulama sebagai figur yang terhormat karena mereka melakukan pengabdian yang sangat mulia, tidak kalah dengan para pekerja ekonomi atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia industri.
Tentulah akan terjadi kepincangan jika manusia hanya memenuhi aspek fisik- material dalam hidupnya, padahal manusia adalah makhluk spiritual-rohaniah yang juga membutuhkan konsumsi yang bersifat spiritual-keagamaan. Manusia yang sempurna adalah jika fisik-material dan batin-ruhaniah juga harus dipenuhi dengan baik. Jika salah satunya saja yang dipenuhi maka yang terjadi adalah krisis dalam diri manusia itu sendiri. Dan, krisis dalam jiwa manusia merupakan awal dari kehancuran, terjadi kegersangan jiwa (split personality) yaitu manusia kehilangan orientasi dalam hidupnya karena tidak tahu arti, makna dan tujuan hidup ini.
Berkaca pada filosofi di atas maka menjadi sebuah keharusan menciptakan lingkungan kerja yang bernuansa agamis, artinya pabrik tidak disibukkan dengan deru mesin semata, tetapi juga ada suasana keagamaan yang semarak dengan melakukan beberapa aktifitas dakwah, ceramah agama, pengajian, buka bersama, tabligh akbar dan lainnya. Semua ini karena ia melihat manusia bukanlah robot yang hanya memikirkan kerja dan kegiatan produksi semata, tetapi batin dan jiwa manusia juga harus mendapat siraman ruhani.