Kolom Ruslan Ismail Mage
Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa tujuan pembangunan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah, ‘Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, Membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abad”.
Pembangunan nasional merupakan upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan pembangunan nasional ini menjadi landasan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera, berpendidikan, dan berkeadilan.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, setiap warga negara wajib merawat kebhinekaan untuk menciptakan stabilitas nasional. Kalau kebhinekaan tercederai, sudah pasti program pembangunan tidak bisa berjalan dengan baik.
Melihat tingginya keberagaman dan kepentingan, Indonesia harus menerapkan “Demokrasi Berkebhinnekaan”. Maksudnya bagaimana kebebasan yang ditawarkan demokrasi dibingkai oleh kebhinekaan dalam masyarakat. Kebebasan yang wajib menghargai keberagaman, bukan satu kelompok atas nama kebebasan merampas hak-hak kelompok lain. Jadi hanya dengan merawat kebhinekaan, program pembangunan nasional baru bisa berjalan dengan baik. Salah satu jalan yang telah dilakukan pemerintah adalah diberlakukannya otonomi daerah.
Pemerataan Pembangunan Menurut Lima Sila Pancasila
Sesungguhnya pemerataan pembangunan merupakan tuntutan dari lima sila Pancasila. Lebih jelasnya berikut penjabarannya.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa Sila. Mengisyaratkan pelaksanaan pembangunan tidak diperkenankan kemerdekaan setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah sesuai kepercayaan masing-masing. Artinya pemerataan pembangunan harus tetap mempertimbangkan nilai-nilai agama.
Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Makna yang terkandung adalah bagaimana pemerataan pembangunan itu tidak melanggar hak-hak rakyat. Penggusuran lahan rakyat untuk mempersilahkan investor asing masuk merupakan contoh pelanggaran sila kedua. Beberapa kasus Proyek Strategis Nasional (PSN) yang tersebar beberapa wilayah yang sampai mengusir rakyat di tanahnya sendiri merupakan contoh pemerataan pembangunan nasional yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan, merampas keadilan, dan pelaksanaan di lapangan menginjak-injak adab.
Sila ketiga, persatuan Indonesia. Memiliki makna bagaimana pelaksanaan pemerataan pembangunan itu dilaksanakan untuk mencegah terciptanya kecemburuan sosial yang bisa memicu rasa persatuan terganggu. Esensi pemerataan pembangunan itu adalah untuk menjahit kebhinekaan tetap menyatu dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia. Persatuan inilah menjadi pondasi utama terlaksananya pemerataan pembangunan disegala sektor.
Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sila ini mengandung makna bahwa pemerataan pembangunan harus dilakukan secara bijaksana untuk kepentingan rakyat. Pelaksanaan pembangunan harus di musyawarahkan bersama, tidak boleh diputuskan sepihak untuk kepentingan kelompok tertentu.
Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini mengandung makna bagaimana pemerataan pembangunan itu menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Apa pun jenis proyek pembangunan tidak diperkenankan merampas hak-hak rakyat. Pemerataan pembangunan harus menghapus kemiskinan, bukan justru menciptakan kemiskinan struktural. Pemeratakan pembangunan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi telah adil dalam mengatasi kesenjangan sosial.
Dalam Perspektif Kebhinekaan
Boleh jadi ada benarnya persepsi beberapa pemimpin dunia yang mengatakan, “Indonesia adalah negara yang sulit dipimpin”. Pernyataan ini muncul mengingat negara Indonesia paling tinggi keberagamannya di banding negara-negara lain. Ini ada benarnya, karena logika sederhana mengatakan, “Keberagaman berbanding lurus dengan potensi konflik. Semakin tinggi keberagaman semakin tinggi potensi konfliknya, sebaliknya semakin rendah keberagamannya semakin rendah potensi konfliknya”.
Tingginya keberagaman itulah yang membuat pemikir dunia menjustifikasi Indonesia adalah negara yang paling sulit dipimpin. Lalu apa yang bisa membuat Indonesia tetap eksis di tengah pusaran global. Jawabnya, “karena bangsa Indonesia mampu merawat kebhinekaannya”. Memiliki dasar negara Pancasila yang mampu mengemas begitu banyak perbedaan menjadi irama yang melakukan simponi kedamaian.
Pemerataan pembangunan nasional dilaksanakan tanpa mengorbankan kebhinekaan. Artinya pembangunan nasional harus terdistribusi merata kepada seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan nasional tidak boleh dilaksanakan hanya menguntungkan kelompok tertentu dan merugikan kelompok lain. Pemerataan pembangunan lewat otonomi daerah tidak diperkenankan melahirkan raja-raja kecil di wilayahnya. Eksploitasi kekayaan alam harus dilaksanakan berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dan menggunakannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Khusus dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), kebhinekaan menjadi patokan utamanya. Institusi pendidikan sebagai pabrik lahirnya SDM berkualitas harus bersifat inklusif. Sikap atau pendekatan yang melibatkan semua orang tanpa memandang perbedaan latar belakang, kemampuan, status, atau karakteristik lainnya.
Dari titik inilah Politik Kebhinekaan masuk. Bagaimana menciptakan gerakan untuk saling menghargai keberagaman dan perbedaan. Memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang. Berupaya menghilangkan hambatan dan diskriminasi. Menciptakan rasa memiliki dan diterima bagi semua orang. Dalam konteks inilah jargon, “Kita Indonesia kita Pancasila”. Inilah salah satu esensi Politik Kebhinekaan.
Penulis adalah akademisi, penulis buku-buku politik, demokrasi, dan kepemimpinan