Kolom Muslimin Mawi
Di tengah era demokrasi yang kian berkembang dan terbuka, partisipasi
dalam politik merupakan hak dasar setiap warga negara tanpa memandang
latar belakang suku, agama atau identitas lainnya. Prinsip ini merupakan
bagian inti dari demokrasi yang seharusnya dijaga dengan baik oleh semua pihak, termasuk para calon Bupati, Walikota, Gubernur serta relawan dan tim sukses mereka.
Pernyataan-pernyataan diskriminatif tim sukses calon Gubernur provinsi
Sulawesi Tenggara yang bersifat rasis dan mempersoalkan asal usul suku
serta posisi calon Gubernur lain yang menjabat Ketua Wilayah organisasi
sosial kemasyarakatan atau Ormas KKSS di provinsi Sulawesi Tenggara,
sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam politik dan etika serta regulasi tentang keberagaman dan anti-diskriminasi, yakni (1) prinsip
demokrasi dan keadilan sosial, (2) etika politik, (3) dasar hukum antidiskriminasi, dan (4) prinsip multikulturalisme, berpotensi merusak tatanan
politik yang sehat di negeri ini.
Prinsip Demokrasi dan Keadilan Sosial
Demokrasi mengutamakan kesetaraan dan hak setiap individu untuk
berpartisipasi dalam kegiatan politik. Dalam sistem demokrasi, nilai-nilai
pluralisme dan keterbukaan menjadi dasar dari kehidupan politik yang sehat.
Artinya, berbagai latar belakang budaya, agama, maupun etnis tidak
seharusnya menjadi penghalang bagi individu dalam berpartisipasi atau
bersaing dalam ranah politik. John Rawls, seorang filsuf terkemuka,
menyatakan bahwa konsep keadilan sosial menuntut adanya distribusi hak
dan kesempatan yang sama bagi setiap individu. Konsep ini menekankan
pentingnya menilai seseorang berdasarkan kemampuan serta program yangmereka tawarkan, bukan berdasarkan faktor-faktor personal yang tidak relevan dengan kemampuan mereka dalam memimpin.
Dalam konteks ini, ketika tim sukses salah satu calon Gubernur di Sulawesi
Tenggara mengeluarkan pernyataan yang mempertanyakan asal-usul suku
dan mempersoalkan status calon lain yang menjabat ketua organisasi sosial
kemasyarakatan KKSS di provinsi Sulawesi Tenggara, mereka sebenarnya
melanggar prinsip keadilan sosial yang menjadi dasar demokrasi. Pernyataan
seperti ini hanya akan menimbulkan polarisasi dalam masyarakat, serta
memperlebar kesenjangan antara berbagai kelompok yang ada. Alih-alih
berfokus pada perbedaan identitas, kampanye pemilihan Gubernur provinsi
Sulawesi Tenggara seharusnya menitik beratkan program kerja serta visi
yang dapat memajukan pembangunan dan masyarakat di provinsi Sulawesi
Tenggara secara keseluruhan. Dengan demikian, kampanye yang bersifat
diskriminatif hanya akan menurunkan kualitas demokrasi dan mengganggu
keharmonisan masyarakat yang telah terbangun selama ini.
Etika dalam Ranah Politik
Etika memiliki peran yang sangat penting dalam dunia politik. Etika mengatur bagaimana seseorang bertindak dan berinteraksi dengan orang lain, termasuk bagaimana seorang kandidat dan atau tim sukses memperlakukan lawan politiknya. Dalam politik, tindakan yang bertentangan dengan etika, seperti pernyataan rasis atau diskriminatif, tidak hanya merusak hubungan antar-kandidat, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap proses politik itu sendiri.
Mengacu pada teori etika, keutamaan yang dikemukakan oleh Aristoteles,
seorang pemimpin yang baik adalah mereka yang memiliki karakter serta
sikap yang baik yang dapat menjadi teladan bagi masyarakatnya. Tindakan
rasisme atau diskriminasi tidak sesuai dengan prinsip etika keutamaan ini,
karena tindakan tersebut menunjukkan sikap yang jauh dari kebajikan serta
mengarah pada ketidakadilan. Oleh karenanya, pernyataan-pernyataan rasis
dari tim sukses bukanlah tindakan yang pantas dalam konteks etika politik
dan hanya akan mengurangi integritas dari proses politik yang sedang
berlangsung. Dalam membangun kepercayaan publik, para kandidat harus mengutamakan program kerja dan visi yang jelas, serta menghormati setiap calon lain tanpa memandang latar belakang pribadi.
Dasar Hukum Anti-Diskriminasi di Indonesia
Indonesia sebagai negara hukum memiliki sejumlah peraturan yang
mengatur hak-hak warga negara, termasuk dalam hal partisipasi politik tanpa diskriminasi. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, secara jelas diatur bahwa setiap tindakan yang bertujuan untuk menyinggung atau merendahkan seseorang atas dasar latar belakang ras atau etnis merupakan pelanggaran hukum.
Ketentuan ini menunjukkan komitmen negara untuk menjunjung tinggi hakhak dasar setiap warga negara tanpa memandang latar belakang suku atau
ras. Pernyataan yang bersifat diskriminatif, terutama jika dikeluarkan dalam konteks pemilihan Gubernur provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan
tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip hukum tersebut. Sebagai negara
yang memiliki komitmen pada hak asasi manusia dan kesetaraan, Indonesia
mendorong seluruh warga negara untuk menghormati hukum dan menghindari segala bentuk diskriminasi.
Pernyataan rasis dalam kampanye pemilihan Gubernur tidak hanya melanggar undang-undang, tetapi juga
berpotensi menimbulkan ketidak percayaan dan bahkan ketegangan sosial di tengah masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa relawan atau tim sukses calon Gubernur harus memahami dan menghormati regulasi anti-diskriminasi dalam setiap tindakan atau pernyataan yang mereka buat.
Prinsip Multikulturalisme
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang multikultural, di mana berbagai kelompok etnis, agama dan budaya hidup berdampingan, rukun, damai dan harmonis. Teori multikulturalisme yang dikembangkan oleh tokoh seperti Will Kymlicka, menunjukkan bahwa keberagaman budaya seharusnya dipandang sebagai kekayaan, bukan sebagai hambatan.
Multikulturalisme mengajarkan bahwa perbedaan etnis atau budaya
merupakan sumber kekuatan, bukan alasan untuk menimbulkan perpecahan.
Oleh karena itu, seharusnya setiap pihak dalam politik menghargai
keragaman dan berfokus pada isu-isu substantif yang lebih relevan dengan
kepentingan masyarakat.
Saat sebuah kampanye pemilihan Gubernur mengedepankan sentimen etnis atau suku, hal tersebut bertentangan dengan prinsip multikulturalisme. Di Indonesia, multikulturalisme adalah fondasi yang menjaga kesatuan di tengah keberagaman. Kampanye yang mempertanyakan latar belakang etnis
atau organisasi yang dipimpin oleh calon yang lain hanya akan merusak
kohesi sosial dan meruntuhkan semangat persatuan yang telah dibangun.
Sebaliknya, jika para relawan dan tim suksesnya menghormati perbedaan
dan menekankan pada program yang inklusif, maka mereka akan mampu
membangun kepercayaan masyarakat yang lebih kokoh.
Poin Utama
Pernyataan yang mempertanyakan latar belakang etnis dan organisasi sosial
kemasyarakatan atau Ormas KKSS yang dipimpin oleh seorang kandidat
calon lain, dalam kampanye pemilihan Gubernur, bertentangan dengan
prinsip-prinsip demokrasi, keadilan sosial, serta etika yang seharusnya
dijunjung dalam setiap proses politik.
KKSS adalah organisasi sosial kemasyarakatan yang terbesar di Indonesia dengan jumlah warganya lebih dari 11 juta, tersebar di seluruh pelosok tanah air, termasuk di mancanegara dan telah mendapatkan Pengesahan Pendirian Badan Hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Nomor. AHU-0011974.AH.01.07. Tahun 2020, tertanggal 17 Desember 2020.
Warga KKSS, selain berlatar belakang pendidikan yang kuat juga dibekali
nilai-nilai budaya warisan nenek moyang mereka, seperti gotong royong,
kebersamaan dan integritas yang menjadi landasan penting dalam dunia
kepemimpinan. Nilai-nilai ini membuat warga KKSS memiliki ketahanan dan
semangat untuk bekerja keras dalam membangun masyarakat atau daerah
dimana mereka bertempat tinggal.
Kebersamaan yang selalu menjadi ciri
khas warga KKSS memungkinkan mereka untuk lebih memahami cara
berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik antar sesama warga KKSS
maupun dengan masyarakat setempat, sehingga mendukung program
pembangunan yang lebih menyeluruh di daerah-daerah dimana mereka
menjadi pemimpin.
Eramas 2000, 01 November 2024
Penulis Wakil Ketua Umum BPP KKSS
(Koordinator Departemen OKK)