Puasa dan Idul Fitri Melahirkan Peradaban

0
165
- Advertisement -

Kolom Muchlis Patahna

Puasa yang diwajibkan Allah kepada kaum muslimin adalah ibadah yang bukan hanya mengandung nilai-nilai ukhrowi, tapi juga merupakan pendidikan yang mengandung banyak hikmah dalam kita hidup bersama dalam sebuah masyarakat yang diatur oleh hukum.

Seperti kita kertahui Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat) di mana dalam kehidupan ini ada aturan-aturan yang berlaku yang harus ditaati, baik itu yang menyangkut hukum pidana, perdata dan hukum-hukum yang mengatur dalam hidup berpolitik, bernegara dan bermasyarakat.
Adanya hukum-hukum tersebut supaya kehidupan sosial berjalan dengan tertib, aman dan damai, tidak ada konflik dan pertengkaran. Sebab, salah satu fungsi hukum adalah untuk menjaga ketertiban sosial.

Dengan demikian dalam rangka pembinaan hukum dalam masyarakat salah satu fungsinya adalah bagaimana meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pada hukum, sehingga hukum bisa berjalan dengan baik, yang pada akhirnya tercipta masyarakat yang dengan penuh kesadaran melihat bahwa hukum itu merupakan suatu aspek yang positif dan bermanfaat dalam mengatur hidup bersama.

Bila kesadaran pada hukum merupakan suatu norma yang sangat diharapkan oleh negara dan pemerintah agar dijalankan dengan baik di masyarakat, maka ibadah puasa yang rutin dilaksanakan tiap bulan Ramadhan merupakan sebuah pendidikan dan latihan disiplin yang kita inginkan juga berdampak positif pada hukum nasional.
Kekuatan puasa Ramadhan adalah merupakan ibadah wajib yang mesti dilaksanakan bagi yang sudah memenuhi syarat untuk melaksanakannya. Sebagai ibadah wajib ia merupakan perintah langsung Allah yang harus dilaksanakan (al-Baqarah ayat 183).

Kaifiyat atau tata cara puasa, seperti tidak makan dan tidak minum dalam waktu tertentu, tidak berkata-kata yang tidak baik, dan berusaha menghilangkan sifat-sifat buruk dalam batin atau hati, dan lainnya merupakan aspek positif yang ditanamkan dalam ibadah puasa, yang ini secara tidak langsung merupakan pendidikan hukum bagi masyarakat untuk memiliki karakter disiplin.

- Advertisement -

Dalam ibadah puasa sesungguhnya terdapat pendidikan penting yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri, yang dalam istilah populernya disebut menahan nafsu. Dalam hadis Nabi bahkan dikatakan kemampuan menahan nafsu ini merupakan perbuatan jihad atau disebut jihad akbar. Jihad ini dianggap sebagai jihad besar (jihadul akbar), sementara perang secara fisik disebut jihad kecil (jihadul asghar).

Ada beberapa poin dari ibadah puasa yang terkandung secara tidak langsung mewarnai pendidikan kesadaran hukum. Pertama, selama berpuasa kita menta’ati atau mematuhi perintah Allah dan menghentikan larangannya. Meskipun perintah dan larangan Allah ini sudah ada sebelumnya, namun di bulan Ramadhan umat terlihat lebih patuh dan taat melaksanakan perintah maupun larangan Allah. Dengan demikian ibadah puasa diharapkan efeknya nanti umat bisa mematuhi perintah dan larangan Allah di waktu yang lebih panjang, termasuk di luar bulan Ramadhan. Jadi jangan hanya patuh pada larangan dan perintah Allah hanya pada saat Ramadhan.

Demikian juga terkait dengan kepatuhan pada hukum. Disiplin dan latihan selama ibadah Ramadhan bisa berdampak juga pada kesadaran pada hukum, karena aturan-aturan hukum yang baik juga bisa bersesuaian dengan nilai-nilai dan ajaran Islam. Dengan begitu maka segi-segi positif yang terkandung dalam ibadah Ramadhan diharapkan menular pada kepatuhan pada hukum positif.

Kedua, disiplin mengendalikan diri pada bulan puasa seperti menahan amarah, tidak bergunjing, tidak mencela, tidak berbohong, tidak menipu, dan tidak menyakiti orang lain,yang ini diyakini merusak ibadah puasa, ini juga adalah kemampuan mengendalikan diri untuk tidak berbuat jahat, tidak melakukan perbuatan kriminal, tidak korupsi, yang ini dari segi hukum adalah perbuatan pidana dan kejahatan. Jika dalam bulan Ramadhan kita dilatih untuk mampu mengendalikan diri ini, maka secara tidak langsung kita juga dilatih untuk tidak melanggar hukum dan tidak melakukan perbuatan yang ada unsur-unsur kejahatan pidananya atau pelanggaran hukum.

Ketiga, disiplin untuk berlaku jujur selama puasa. Orang yang berpuasa dilatih berlaku jujur. Andaikan ia mengaku puasa, padahal ia berbohong dan tidak berpuasa, sesungguhnya tidak ada orang yang tahu. Maka dalam bulan Ramadhan orang dilatih berlaku jujur. Ia bisa membohongi manusia, tetapi ia tidak bisa mendustai Allah. Allah mengetahui apa yang dilakukannya dan apa yang ada dalam hati dan batinnya.

Berlaku jujur ini juga ditekankan dalam hukum. Seperti dalam pekerjaan atau sebagai abdi negara, orang tidak boleh berbuat korupsi atau mencari rezeki dengan cara yang tidak halal dan illegal. Budaya hidup bersih yang dilatih selama Ramadhan harus menjiwai seseorang untuk terus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari di luar Ramadhan, baik itu oleh para pejabat negara, ASN, pengusaha, pendidik,professional, pendakwah dan lainnya.

Jika budaya hidup bersih dan jujur ini mampu kita miliki sebagai imbas ibadah Ramadhan, maka sungguh luar biasa dampak Ramadhan ini bagi kehidupan bangsa dan negara kita. Maka sungguh tepat, ketika memasuki Idul Fitri manusia yang berpuasa kembali ke Fitrah, menjadi manusia suci dan bersih seperti bayi yang baru dilahirkan. Juga memasuki Idul Fitri lahir manusia yang taat pada hukum. Dan, kita berharap Puasa dan Idul Fitri melahirkan peradaban suci dan mulia.
Namun, yang menjadi pertanyaan apakah puasa kita telah mencapai maqom (kedudukan) seperti itu. Hanya diri kita masing-masing yang bisa menjawabnya, dan bertanya apakah puasa yang kita jalankan yakin sudah benar dan sungguh sungguh serius dikerjakan? Allahu’alam

Muchlis Patahna, SH,MKn, Notaris dan Ketum BPP KKSS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here