PINISI.co.id- Semua umat Islam memiliki potensi untuk mendapatkan cahaya turunnya Al-Qur’an atau Lailatul Qadar, terutama di level ketiga atau tahapan akhir bulan suci Ramadhan. Kualitas Lailatul Qadar dapat menghampiri setiap hamba-Nya secara berbeda-beda, tergantung dalam kondisi apa yang dilakukan setiap hamba ketika mendapatkannya, mungkin sedang tadarus Qur’an atau tidur, di kantor, atau sedang belajar atau bertani
Hal itu diutarkan Profesor Dr. H. M. Darwis Hude, Direktur Pascasarjana PTIQ Jakarta pada kuliah Ramadhan via Zoom BPP KKSS, Sabtu 23 April 2022.
Menurut Prof. Darwis Hude, salah satu hikmah diturunkannya Lailatul Qadar, adalah untuk mendekatkan kualitas keimanan umat Nabi Muhammad Saw dengan umat-umat sebelumnya, seperti pengikut Nabi Nuh dan Nabi Ibrahim. Mereka itu memiliki umur yang panjang seperti Nabi Nuh yang hampir mencapai seribu tahun, yakni 950. Sementara kita, umat Nabi Muhammad umumnya hanya berkisah 60-80 tahun. Perbedaan jumlah umur itu tidak menjadi penghalang untuk mendekatkan kualitas keimanan dan nilai pahala setiap hamba Allah yang taat.
Tentang penulisan dan makna kata “takwa,” lanjut Prof. Darwis Hude, itu langsung disalin karena belum ditemukan arti takwa dalam bahasa Indonesia. Seluruh proses ibadah atau aktivitas yang kita lakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bisa disebut sebagai takwa. Secara sederhana, takwa dapat dipahami sebagai “rasa takut” dan ingin mendekatkan diri kepada Allah. Penyebutan predikat takwa pada Surah al-Baqarah, ujung ayat 183 adalah hadiah yang dijanjikan oleh Allah kepada setiap hamba-Nya yang rajin beribadah, terutama berpuasa di bulan suci Ramadhan.
Tentang makna Lailatul Qadar dan proses turunnya Al-Qur’an, menurut Prof. Darwis Hude, itu bisa dijelaskan bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Qur’an secara utuh itu diturunkan sekaligus dari Allah untuk disimpan di arsip dunia, bernama: “Lauhin Mahfuz.”
Sebelum Jibril menyampaikan ayat-ayat suci Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad, itu belum pernah didengar oleh telinga, belum pernah dibaca, dan belum pernah terlintas di benak manusia. Dan proses diturunkannya kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril, itu disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan umat Muslim ketika itu, karenanya ia diturunkan secara berangsur-ansur, dan itu dihapal dengan baik susunan dan urutannya oleh Nabi Muhammad. Jibril bertugas datang tiap tahun, di bulan suci Ramadhan untuk menghampiri dan mengecek hapalan Nabi Muhammad.
(M. Saleh Mude)