PINISI.co.id- Baja merupakan komoditas impor terbesar ketiga Indonesia. Kondisi ini membuat Presiden Joko Widodo kesal dan membuat produsen baja dalam negeri terjepit dan suplai dan permintaan tidak maksimal
Lima negara pemasok baja impor yaitu China, Jepang, Korea, Taiwan dan Vietnam, memasok kurang lebih 90 % baja impor. Maklum, baja impor lebih murah 15-35 % ketimbang produk lokal.
Menurut Sekjen Gapensi Andi Rukman Karumpa, demi menjaga hubungan bilateral negara kita dengan negara lain, hal ini sah-sah saja sepanjang baja impor belum bisa diproduksi Indonesia.
“Jangan impor baja yang kita bisa produksi sendiri seperti besi siku untuk proyek tower listrik, dan plat untuk jembatan dan jalan tol layang.” jelas Rukman sebagaimana rilisnya yang diterima PINISI.coi.id, Rabu, (26/8/2020).
Dalam pandangan Rukman, ketentuan impor baja yang diatur pada Permendag No 22 Tahun 2018 menyebabkan penghapusan pertimbangan teknis. Hal ini menyebabkan impor baja semakin mudah dan tidak ada sistem kontrol izin impor.
“Seyogyanya produk baja yang beredar di negara kita, apalagi yang dipergunakan dalam pembangunan infrastruktur harus memiliki SNI. Ini dapat meningkatkan daya saing industri dan perlindungan konsumen guna meningkatkan TKDN kita,” kata Rukman lebih lanjut.
Yang disesalkan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Koordinator Kawasan Indonesia Timur ini, ada sejumlah oknum pengimpor baja yang melabeli SNI pada pruduk tersebut. “Baja itu lalu dilempar ke konsumen dan diakui sebagai produksi dalam negeri. Lebih parah lagi, jika ada produk yang tidak ber-SNI beredar di pasaran,” ungkapnya masygul.
Karena itu, Rukman mengingatkan, dampak dari proyek infrastruktur yang tidak menggunakan produk baja ber-SNI akan menurunkan mutu proyek lantaran kualitasnya diragukan. “Hal ini juga melanggar peraturan yang sudah berlaku dan yang pasti merugikan pelaku industri baja nasional,” tandas Rukman.
Beralasan kiranya, jika Gapensi terus memberikan dukungan agar proyek infrastruktur di Indonesia menggunakan produksi dalam negeri. [Lip]