Kolom Ruslan Ismail Mage
Minggu (6/9) seusai sarapan pagi, saya membaca tulisan super bernas Kakanda Andi Ahmad Saransi berjudul “Nyanyian Sunyi Kota Lama Cabenge”. Goresan pena ini bak setajam silet mengirisku, mementalkanku, melemparkanku, dan membantingku seperti bola pingpong yang memantul beberapa kali di lantai, hingga terus menggelinding ke sudut ruang dan masa 4 dasawarsa silam. Sebuah masa yang masih bisa disebut masa keemasan Cabenge sebagai pusat kota saudagar tembakau yang sukses melampaui zamannya waktu itu.
Bagi sahabat pembaca yang minimal berumur 50 tahun, pasti sangat familiar dengan sebutan Cabenge sebagai pusat kota saudagar tembakau. Betapa tidak, puluhan saudagar tembakau yang sukses mempekerjakan ratusan tenaga kerja pria dan perempuan siang dan malam terus menghidupkan detak dan denyut nadi ekonomi Kota Cabenge sejak awal kemerdekaan sampai pertengahan tahun 90-an. Sisa-sisa bukti fisik masa keemasan Cabenge masih bisa ditemui seperti bangunan toko pasar lama dan bioskop besar yang semakin rapuh tertelan usia.
Pada bagian akhir tulisan Kakanda Andi Ahmad Saransi, dikunci dengan kalimat optimistis yang intinya berbunyi : “kini kota lama Cabenge menjadi sunyi sepi dari program prioritas pemerintah. Tentunya kita sangat berharap kepada Calon Bupati Soppeng yang akan datang dapat memperhatikan dan membangkitkan perekonomian Cabenge. Semoga”.
Sebagai putra Cabenge yang berprofesi sebagai akademisi ilmu politik dan penulis buku-buku politik, kalimat terakhir ini membuatku gemas dan ingin menggugat. Walau sudah lama meninggalkan tanah tumpah darah, tapi hati kecilku masih terikat keras di jantung kota lama Cagenge. Naluri dan fanatisme kedaerahanku terusik melihat kampung tercinta yang sekian lama pernah berjaya, kini lesu sunyi sepi dari nyanyian kekinian.Terlebih menjelang Pemilukada serentak akan digelar 9 Desember 2020, termasuk di Kabupaten Soppeng.
Mata batinku menggugat bukan kepada siapa-siapa, tetapi kepada keadaan. Mengapa di 3 orde (Orde Lama, Orde Baru, sampai Orde Reformasi) belum pernah ada orang Cebenge menjadi Bupati? Apakah orang Cabenge tidak ada yang memiliki potensi kepemimpinan? Apakah orang Cabenge tidak ada yang berani maju menjadi calon bupati? Apakah orang Cabenge hanya dilahirkan menjadi saudagar? Apakah orang Cabenge hanya ditakdirkan menjadi penonton di pinggir lapangan demokrasi kapitalis? Apakah orang Cabenge hanya puas menjadi simpatisan? Atau yang lebih penting apakah orang Cabenge hanya puas menjadi sponsor pemilukada?
Sahabat, jangan pernah bermimpi kota lama Cabenge yang pernah mengharumkan nama Kabupaten Soppeng dengan tembakaunya, bisa kembali hidup denyut nadi ekonominya, kalau bukan orang Cabenge yang menjadi bupati. Saya yakin sahabat-sahabat semua orang Cabenge banyak yang memiliki kemampuan berlebih menjadi bupati. Ayo rapatkan barisan muncul ke permukaan, sebarkan gagasan bagaimana mengembalikan kejayaan Soppeng sebagai daerah utama di Sulawesi. Kalau bukan periode 2020, minimal untuk periode berikutnya harus orang Cabenge menjadi bupati di Soppeng untuk seluruh warga Soppeng tanpa limit. Kenapa tidak??!
Penulis : Akademisi, Inspirator dan penggerak, Founder Sipil Institute Jakarta