PINISI.co.id- Kami sekeluarga merayakan shalat Idul Fitri 1443 H, bertepatan 2 Mei 2022, dan menyaksikan dari dekat tradisi puasa dan lebaran pertama di tanah rantau, kota Hartford, Connecticut, Amerika Serikat. Kami dijemput dan diantar pulang oleh Ibu Wati Amir, diaspora asal Palembang, Sumatera Selatan. Ibu Wati dan kakaknya, Nurlaila Amir telah tinggal di Amerika lebih 30 tahun dan keduanya menikah dengan pria Amerika.
Yang unik adalah ketika kami shalat Ied Fitri dalam tiga gelombang dari jam 07; 09; dan 11 pagi waktu Hartford. Gelombang pertama, mayoritas jemaah dari negara Pakistan dan Arab Saudi; gelombang kedua dari Bangladesh, Sri Langka, dan lain-lain; dan gelombang ketiga dari Indonesia, Turki, dan lain-lain. Tiap gelombang beda khatib shalat Ied.
Di gelombang ketiga, saya menyaksikan dan terlibat dalam melantungkan takbir, tahmid, dan ooo, dari jam 09.30. Begitu menjelang 11.00, Direktur Masjid Berlin, dr. Reza Mansor, asal Sri Langka, sahabat Pak Alwi Shihab, memberikan sambutan singkat, menyambut kedatangan jemaah, dan mempersilakan memasukkan uang di kotak amal (dua boks) bagi mereka yang ingin membayar zakat fitra dan sedekah, dan memperkenalkan calon khatibnya yang mirip wajah dan baju model orang Pakistan atau India.
Sang Khatib menjelaskan dan memperagakan tata cara shalat dan jumlah rakaat Shalat Idul Fitri, dan ketika semua barisan (shaf) jemaah rapi dan rapat, kami langsung shalat dua rakaat. Setelah itu, Khatib langsung berdiri menyampaikan khutbahnya, seperti ceramah biasa, tidak seperti di Indonesia, ada mukaddimah dan duduk di antara dua khutbah, dalam bahasa Inggris tentang keistimewaan bulan suci Ramadhan di era pandemik Covid dan kami diminta untuk merayakan dengan penuh riang dan rasa bahagia, serta saling memaafkan.
Setelah mendengar khutbah, semua jemaah berdiri, saling bersalaman dengan penuh keakraban, sambil saling menyapa dan mengucapakn salam dan “Ied Mubarak,” sebagian juga berfoto-foto secara berkelompok, kelihatan tali persaudaraan antar-sesama Muslim, walaupun sebagian baru pertama kali beremu.
Saya beruntung karena sudah mengenal Direktur Masjid Berlin, dr. Reza Mansir dan sebelum pulang, sya dikenalkan ke pendiri masjid, Ali Antar, pria berumur 65-70 tahun, asal Mesir. Reza Mansor dan Ali Antar adalah dua kolega Pak Alwi Shihab. Pak Alwi Shihab pernah tinggal beberapa tahun di kota Hartford dan menjadi pembina Masjid Berlin, cerita Ibu Nurlaila Amir, asal Palembang, tinggal tidak jauh dari Masjid Berlin dan mengundang saya sekeluarga ke rumahnya karena dia open house kemarin. Kami dijamu makanan Indonesia, ada opor ayam, ketupat, rendang, sayur ketupat labu siam, dll. Kerinduan pada menu Indonesia terobati di hari Lebaran yang bahagia ini.
(M. Saleh Mude)