PINISI.co.id- Selama bertahun-tahun, kesejahteraan hakim belum menjadi prioritas pemerintah, padahal hakim merupakan pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan di negara ini.
Ketentuan mengenai gaji dan tunjangan jabatan hakim dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 (PP 94/2012), hingga saat ini belum pernah mengalami penyesuaian, meskipun inflasi terus berjalan setiap tahunnya.
Hal ini membuat gaji dan tunjangan yang ditetapkan 12 tahun lalu menjadi sangat berbeda nilainya dibandingkan dengan kondisi saat ini.
Ketidakmampuan pemerintah menyesuaikan penghasilan hakim ini jelas merupakan langkah mundur dan berpotensi mengancam integritas lembaga
peradilan.
Tanpa kesejahteraan yang memadai, hakim bisa saja rentan terhadap praktik korupsi karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Apalagi, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Putusan Nomor 23
P/HUM/2018 yang secara tegas mengamanatkan perlunya peninjauan ulang pengaturan penggajian hakim.
Dengan demikian, pengaturan penggajian hakim yang diatur dalam PP 94/2012 saat ini sudah tidak memiliki landasan hukum
yang kuat.
Oleh karena itu, revisi terhadap PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak.
Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024.
Sebagian dari kami juga akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan aksi simbolik sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang telah terabaikan selama bertahun-tahun.
Para hakim yang berangkat ke Jakarta
akan melakukan audiensi, aksi protes, dan silaturrahmi dengan lembaga terkait
serta tokoh nasional yang peduli terhadap isu peradilan, sebagai upaya memperjuangkan perubahan nyata bagi profesi hakim dan sistem hukum
Indonesia.
Gerakan ini bertujuan untuk menyuarakan aspirasi para hakim yang telah lama terabaikan, serta mengingatkan pemerintah bahwa tanpa jaminan
kesejahteraan yang layak, penegakan hukum akan kehilangan wibawa dan
keadilan yang hakiki.
Saat ini pengaturan gaji pokok Hakim masih disamakan dengan
pengaturan Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil. Besaran Gaji Pokok memang jauh
lebih kecil dibandingkan dengan Tunjangan Jabatan.
Karenanya permasalahan akan muncul ketika seorang Hakim pensiun, penghasilan pensiunnya akan turun
drastis, mengingat pensiun hanya memperhitungkan gaji pokok dari Hakim yang bersangkutan.
Terkait dengan Tunjangan Jabatan Hakim, pada tahun 2012 terjadi kenaikan yang cukup signifikan setelah diundangkannya PP 94/2012. Sayangnyas ejak tahun 2012 hingga tahun 2024 belum ada penyesuaian terkait kenaikan gaji dan tunjangan Hakim.
Tentunya nilai kenaikan tunjangan jabatan di tahun 2012 tersebut sudah tidak sama lagi dengan kondisi saat ini, mengingat adanya inflasi tiap tahunnya.Sedangkan mengacu pada harga jual emas ANTAM pada tahun 2012 diketahui senilai Rp584.200 / Gram.
Sedangkan di per Januari 2024 diketahui
harga jual emas ANTAM mencapai Rp1.132.000 / Gramnya. Kedua indikator ini layak menjadi salah satu acuan penyesuaian gaji dan tunjangan Hakim.
Selain mengacu pada angka inflasi dan harga emas, penyesuaian gaji dan tunjangan Hakim juga harus mempertimbangkan besaran insentif yang cukup untuk menarik individu-individu berkualitas, baik dari segi intelektualitas dan integritas untuk mendaftar menjadi Hakim.
Penghasilan Hakim harus bersaing
dengan Kantor-Kantor Hukum ternama,Perusahaan-Perusahaan BUMN, atau Perusahaan Multinasional.
Pengaturan tunjangan kemahalan saat ini terdiri dari 4 zona, yakni Zona 1
yang tidak memperoleh tunjangan kemahalan, Zona 2 dengan nominal
Rp1.350.000,00, Zona 3 dengan nominal Rp2.400.000,00, dan Zona 3 Khusus
dengan nominal Rp10.000.000,00.
Terhadap tunjangan kemahalan yang telah
diatur saat ini, terdapat beberapa catatan, yakni Penyebutan wilayah yang memperoleh tunjangan kemahalan seringkali terkendala mengenai nama Pengadilan secara administrasi yang berbeda. Sebagai contoh Pengadilan Negeri Ranai yang tidak menggunakan nama Natuna.
Selain itu juga penyebutan wilayah yang tidak mengacu spesifik pada
Pengadilan mana yang memperoleh tunjangan golongan tertentu juga membuat ketidakjelasan, seperti yang terjadi pada Bumi Halmahera tanpa merujuk pada wilayah kabupaten/kota atau Pengadilan.
Karenanya ke depan terhadap
pengaturan tunjangan kemahalan tersebut harus digunakan dengan menyebut
langsung nama Pengadilan secara spesifik (PN, PA, PTUN) yang memperoleh tunjangan sesuai dengan zonanya guna menghindari kerancuan seperti saat ini
yang hanya melakukan penyebutan wilayah.
Berdasarkan kondisi di atas, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia menyatakan
sikap dan tuntutan sebagai berikut:
1. Menuntut Presiden Republik Indonesia segera merevisi Peraturan
Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas
Hakim di Bawah Mahkamah Agung, untuk menyesuaikan gaji dan tunjangan hakim sesuai dengan standar hidup layak dan besarnya tanggung jawab profesi hakim.
2. Mendesak Pemerintah untuk Menyusun Peraturan Perlindungan Jaminan
Keamanan bagi Hakim, mengingat banyaknya insiden kekerasan yang
menimpa hakim di berbagai wilayah pengadilan. Jaminan keamanan ini
penting untuk memastikan bahwa hakim dapat menjalankan tugasnya
tanpa tekanan atau ancaman.
3. Mendukung Mahkamah Agung RI dan PP IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia)
untuk berperan aktif dalam mendorong revisi PP 94/2012, dan memastikan bahwa suara seluruh hakim di Indonesia didengar dan diperjuangkan.
4. Mengajak seluruh hakim di Indonesia untuk memperjuangkan perbaikan kesejahteraan hakim secara bersama melalui aksi cuti bersama pada
tanggal 7-11 Oktober 2024, sebagai bentuk protes damai dan menunjukkan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat mendesak.
5. Mendorong PP IKAHI untuk memperjuangkan RUU Jabatan Hakim agar
kembali dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan segera disahkan, sehingga pengaturan kesejahteraan hakim dapat diatur dalam kerangka hukum yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Menyikapi hal itu Ketua Forum Silaturahmi Media Mahkamah Agung Republik Indonesia ( FORSIMEMA-RI) Syamsul Bahri berharap pda Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, kesejahteraan hakim mendapatkan prioritas utama menjadi perhatian pemerintah. (Man)