Kolom Muchlis Patahna
Gagasan superblok pertama kali dikemukakan oleh seorang arsitek dan urbanis asal Perancis, Le Corbuzer pada 1924 yang dituangkan dalam proyek ville radieuse atau residents city tersebut memang tidak pernah terealisasi tetapi mengilhami pengembangan superblok diberbagai negara.
Perkembangan superblok di Indonesia sangat pesat karena merupakan gabungan hunian, perkantoran, dan mal. Di Jakarta misalnya yang termasuk kategori superblok adalah Rasuna Epicentrum, Mega Kuningan dan di Bekasi ada kota mandiri yang digagas dari hasil kerjasama PT. Waskita Karya Realy yang merupakan anak perusahaan PT Waskita Karya persero dengan subsidi PT. Modern Land Realty tbk.
Kota mandiri seluas 350 hektar tersebut yang nantinya akan menjadi hunian terintegrasi yang di dalamnya ada perkantoran, hunian, pendidikan, rumah sakit dan transportasi umum serta pusat perbelanjaan.
Superblok di Indonesia yang berkembang di berbagai kota besar timbul masalah yaitu kekosongan hukum yang berkaitan dengan Strata Title, konsep Strata Title di dalam nya ada “Pertelaan”. Pertelaan inilah yang menguraikan kepemilikan secara hukum berapa luas ruang/unit yang dimiliki orang perorang/Badan Hukum, berapa luas benda bersama, bagian bersama dan Tanah bersama yang dikenal dengan NPP (Nilai Perbandingan Proporsional).
Pertelaan yang menjelaskan dan menguraikan unit-unit yang dimiliki dalam bentuk gambar dan uraian sebelum pelaksanaan pembangunan bangunan Strata Title yang disahkan pemerintah daerah yang menunjukan batas yang jelas setiap unit, bagian bersama, benda bersama serta uraian NPP (nilai perbandingan propotional).
Sebelum pembangunan superblok dimulai terlebih dahulu ada IMB dan pertelaan dalam konsep Strata Title.
Kekosongan Hukum dan masalah hukum di beberapa superblok yang pembangunannya telah selesai dan telah diserahkan pemanfatan kepada pemilik untuk dihuni.
Persolan hukum timbul karena bertahun-tahun setifikat Strata Title nya belum juga diterbitkan oleh BPN dikarenakan dalam Pertelaan berbeda dengan yang ada dalam kenyataan. Kenyataan ada pada tanah bersama, yang tadinya seluruh areal superblok adalah tanah bersama berubah menjadi tanah bersama sebatas tapak unit yang dimiliki.
Tentu hal ini merugikan konsumen, sebab hukum yang mangatur belum ada dengan kasus ini (kekosongan hukum). Hal tersebut dialami kedua teman saya di Jakarta, inisial HZ (mantan ketua MK) dan teman lainnya inisial RA (BUMN).
Sudah belasan tahun tidak terbit sertifikatnya meskipun sudah 5 kali pergantian gubernur. Dan tidak akan terbit kalau tidak ada produk hukum baru.
Perth 21/2/23
(Bersambung)