PINISI.co.id- UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sejak diberlakukan kerap ditafsirkan sebagai undang-undang untuk mengawasi pemikiran dan perasaan warga negara. Pasalnya, suara kritis kepada pemerintah tak jarang berujung pada perundungan, peretasan, bahkan pembungkaman bagi si tukang kritik di akun media sosialnya.
Dalam acara ILC yang ditayangkan TVOne, Selasa malam (3/11/20) pakar
hukum pidana, Prof. Andi Hamzah SH, menjelaskan latar belakang dan peruntukan
UU ITE.
Menurut Andi Hamzah, UU ITE adalah undang-undang administrasi bukan
pidana. Karena itu, UU ITE sedianya
tidak bisa digunakan untuk mempidana dengan berat seseorang.
“UU ITE ini merupakan UU administrasi bukan UU pidana. UU
administrasi itu tidak boleh mengandung pidana berat. Paling-paling kurungan
enam bulan atau denda. Dan yang paling banyak itu mestinya sanksi
administrasi,” jelas Dewan Pakar BPP KKSS ini.
“Sanksi administratif misalnya tutup perusahaan cabut izin, nah itu,
bukan pidana,” imbuh penulis buku Korupsi
di Indonesia ini.
Andi Hamzah yang menyampaikan pendapatnya secara virtual, juga menegaskan
bahwa UU ITE itu tadinya untuk transaksi elektronik, bukan diperuntukkan ujaran
kebencian.
Bahkan dalam sorotannya, mantan Kepala Badan Penelitian Kejaksaan Agung
ini juga menyebut sejumlah hal yang mestinya tak boleh dilakukan oleh DPR RI
saat membahas UU ITE.
Ia juga menyoroti sejumlah undang-undang baik menyangkut sanksi
administrasi maupun sanksi pidana. Bahkan disebutkan pula bahwa tak semua hal
buruk harus masuk ke ranah hukum pidana.
“Saya pernah ditelepon dari Australia yang mempertanyakan sebuah
kasus hukum yang dilakukan di Bekasi. Hal yang ditanyakan, adalah mengapa kasus
pencurian seekor bebek yang terjadi di Bekasi, pelakunya harus divonis hukum
pidana?
“Padahal sanksi yang mestinya dijatuhkan adalah memerintahkan oknum
pelaku untuk mengembalikan atau menggantikan bebek yang telah dicuri.
Bahwa perbuatan mencuri bebek merupakan hal yang buruk. Tapi
keburukan hal tersebut sesungguhnya bisa disanksi dengan sanksi sosial, bukan hukuman
pidana.
Andi Hamzah menyebutkan bahwa di Belanda saat ini, kasus pidana yang
hukumannya di bawah 6 tahun, bisa diselesaikan oleh jaksa. “Jaksa dibolehkan
menyelesaikan kasus itu dengan cara meminta pelaku mengembalikan kerugian yang
timbul dari kasus yang dilakukannya,” katanya.
Jadi, lanjut Andi Hamzah, dalam kasus tersebut, jaksa tidak perlu
melanjutkan perkaranya ke tingkat pengadilan. Sebab aturan membolehkan hal itu.
“Tapi yang terjadi ssepele yang diproses secara hukum hingga dilanjutkan oleh jaksa ke pengadilan. Padahal ada sanksi lain yang lebih cocok untuk kasus sepeleh tersebut.”
Sementara menyangkut UU ITE, disebutkan bahwa yang diatur itu misalnya
penipuan melalui ITE dan lainnya. Sedangkan perihal penghinaan telah diatur
dalam KUHP.
Ketika ditanya apakah dirinya juga turut membahas UU ITE yang telah disahkan, ia mengungkapkan bahwa jika dirinya ikut, maka
ada banyak hal yang pasti diprotesnya.
“Waktu itu saya tidak ikut. Kalau saya ikut, pasti ada banyak hal yang saya protes,” ujarnya menjawab pertanyaan pemandu Karni Ilyas, apakah dirinya ikut dalam pembuatan atau pembahasan UU ITE tersebut. (Man/poskupang.com)