Catatan Ilham Bintang
Garuda Indonesia “masuk kembali di runway”. Bersiap terbang tinggi melanjutkan tugasnya mengarungi angkasa luas. Menghubungkan Nusantara, menjembatani dunia.
Otoritas telah mengumumkan itu, Jumat (13/8) siang. Persis di hari “karamat” dunia : “Friday the 13th”.
Erick janji kawal
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir memastikan transformasi dan efisiensi di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terus dilakukan dengan tepat dan cepat. Itu disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garuda Indonesia Tbk, Jumat (13/8).
Menurut Erick, efisiensi menjadi kesempatan bagi Garuda Indonesia untuk berbenah. Mulai dari kinerja perusahaan hingga masalah keuangan yang dihadapi emiten dengan kode saham GIAA ini.
“Ini momen bagi Garuda Indonesia untuk bersih-bersih dari permasalahan keuangan dan kinerja operasional, serta menata kembali fundamental bisnisnya. Setiap prosesnya akan saya kawal penuh,” katanya.
Komisaris dan direksi baru
RUPST Garuda Indonesia kemarin mengumumkan pengangkatan tiga anggota dewan komisaris baru, pengganti lima orang sebelumnya. Persis seperti yang dijanjikan Erick tempo hari, akan merampingkan formasi Dewan Direksi dan Komisaris—kalau perlu dua orang saja.
Namun, kemarin, Dewan Komisaris yang ditetapkan tiga orang : Timur Sukirno – (Komisaris Utama) Abdurahman – (Komisaris Independen) dan Chairal Tanjung – (Komisaris). Adapun jajaran direksi, semula delapan orang, menjadi tinggal 6 orang. Selengkapnya, berikut.
Direktur Utama: Irfan Setiaputra; Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko: Prasetio; Direktur Operasi: Tumpai Manumpak Hutapea; Direktur Human Capital: Aryaperwira Adileksana ; Direktur Teknik: Rahmat Hanafi; dan Direktur Layanan dan Niaga: Ade R. Susardi.
National Flight
Putusan RUPST itu patut kita apresiasi. Meski dalam kondisi sangat kritis, pemerintah toh tetap mempercayai dan akan membantu Garuda Indonesia menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Dalam artikel ” Telur Ayam Kampung dan Garuda Indonesia “( 9/8) saya mengemukakan aspirasi sama. Berharap
Garuda Indonesia yang berusia 72 tahun 26 Januari lalu, tetap menjalankan fungsinya sebagai maskapai penerbangan legendaris.
Intangible Asset
Secara historis, setuju atau tidak, Garuda Indonesia adalah national fligt kita. Peran itu sudah dilakoni sejak awal kemerdekaan. Sebenarnya, secara bisnis pun, Brand Garuda Indonesia menjanjikan. Kinclong. Brandnya itu merupakan intangible asset. Aset tak berwujud (nonmoneter) tetapi membawa manfaat ekonomi bagi perusahaan di masa depan. Posisi istimewa yang potensil menghasilkan pendapatan. Terkonfirmasi dari deretan penghargaan yang pernah diraihnya selama ini.
Dilansir dari situs resmi Garuda Indonesia, maskapai penerbangan itu telah dinobatkan sebagai salah satu maskapai terbaik di Asia untuk kategori “Maskapai Penerbangan Utama” oleh TripAdvisor pada tahun 2019. Selain itu, Garuda Indonesia juga memenangkan penghargaan dalam kategori “Kelas Bisnis Asia Terbaik” dan “Maskapai Penerbangan Terbaik di Indonesia”. Garuda Indonesia juga pernah mendapatkan prestasi sebagai maskapai dengan tingkat ketepatan waktu terbaik dunia versi OAG Flightview pada Mei 2019 lalu.
Garuda Indonesia berhasil mempertahankan predikatnya selama enam bulan berturut-turut dari Desember 2018. Namun peringkat itu menurun pada Skytrax World Airlines Awards 2019. Pada tahun 2018, Garuda Indonesia mendapat posisi ketujuh. Sementara di tahun 2019 Garuda Indonesia turun ke posisi 11 untuk kategori “World’s Best Economy Class Airlines”.
Berdosa
Hemat kita, pemerintah berdosa besar jika membiarkan Garuda lenyap terkubur oleh masalahnya. Kerugian Garuda sebesar apapun, belum seberapa jika dibandingkan dengan banyak kasus di industri lain yang toh pernah ditolong pemerintah. Tidak seberapa beban utangnya dibandingkan dengan kasus BLBI dulu yang dengan senang hati ditalangin pemerintah.
Masalah utama yang dihadapi Garuda Indonesia mutakhir, jelas. Terang benderang : akibat kesalahan manajemen dan korupsi direksi yang menggerogoti keuangannya. Bukan hanya minus, tetapi meninggalkan utang di mana- mana yang jumlahnya mencapai 100 T. Ada selentingan yang menyebut karena Garuda Indonesia sekian lama sempat menjadi ATM beberapa parpol.
Dua tahun terakhir sektor keuangan Garuda Indonesia lebih diperparah oleh pandemi virus Covid19. Tetapi maskapai negara mana yang tidak terpuruk oleh pandemi ?
Pengamat kedirgantaraan, Chappy Hakim membenarkan itu. Dalam artikelnya “Merindukan Pembina Penerbangan Nasional di Indonesia” ( Kompas, 9/8) Chappy mencemaskan juga jika Garuda Indonesia lenyap. Menurut mantan KSAU (2002-2005) itu, ditengah bergejolaknya pandemi Covid-19, seluruh dunia mengalami dampak yang sangat berat. Industri penerbangan menjadi sektor yang sangat terdampak, terutama maskapai penerbangan.
Banyak sekali maskapai penerbangan yang jatuh bangkrut gulung tikar. Chappy lalu menyinggung kasus Garuda Indonesia.
Chappy merasakan hal aneh, karena di saat bersamaan, justru bermunculan beberapa maskapai penerbangan swasta yang memperoleh ijin operasi sebagai perusahaan penerbangan sipil komersial. Persoalannya, rute penerbangan domestik terutama rute yang dikenal sebagai rute basah tidak semata dapat dipandang sebagai peluang bisnis. Rute itu merupakan rute strategis. Rute penerbangan srategis dalam konteks mendukung tata kelola administrasi dan logistik pemerintahan. Rute yang berperan besar dalam upaya mensejahterakan rakyat banyak.
Bila dibiarkan, niscaya dunia penerbangan kita akan berjalan menuju ke kesemrawutan. Seperti pernah terjadi di akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an. Banyak maskapai penerbangan baru yang dikelola oleh personel yang kurang berkompeten di bidangnya. Yang terjadi kemudian, banyak kecelakaan pesawat terbang dengan penyebab yang sangat tidak masuk akal. Kecelakaan yang disebabkan oleh faktor kecerobohan dan rendahnya kualitas dari sisi profesionalitas tim manajemen dan para pelaku di lapangan.
” Sejauh ini yang memiliki safety culture kelas dunia dalam aspek Aviation Safety “hanya” Garuda Indonesia. Sebuah kemapanan corporate culture dalam pengelolaan keselamatan penerbangan berstandar internasional yang hanya bisa dibangun dalam lingkungan disiplin ketat bertahun tahun lamanya,” papar Chappy Hakim.
Pandangan itu sejalan dengan keputusan Menteri BUMN Erick Tohir yang mendorong perubahan model bisnis Garuda Indonesia fokus pada layanan domestik. Begitula amanah RUPST kemarin yang mengubah struktur, nomenklatur, dan jajaran di dewan komisaris serta dewan direksi Garuda Indonesia. Selamat jajaran direksi dan komisaris baru. Selamat terbang tinggi dan jauh mengangkasa, Garuda Indonesia.