Kolom Ruslan Ismail Mage
Dalam syukuran hari lahir 2019 lalu, seorang sahabat datang memberiku kado istimewa. Bagi orang lain mungkin menganggap kado itu tidak bernilai, tetapi sesungguhnya kado itu sangat bernilai bahkan melebihi nilai-lain yang ada pada benda apapun. Saking istimewanya kado itu sampai mata saya tidak berkedip memperhatikannya. Aku pun menjabat tangan sahabat tersebut sampai tiga kali. Kalau dianalogikan, sahabat tersebut telah memberikan hadiah obor olimpiade yang akan menggelorakan jiwa-jiwa yang sedang redup. Tahukah kado istimewa apa yang kuterima dari sahabat? Kado itu adalah “kisah inspiratif” yang dialaminya sendiri.
Dalam suatu kesempatan, sahabat tersebut bertemu dengan seorang bapak tua yang hidupnya sangat sederhana, bahkan bisa dikategorikan hidunya pas-pasan. Pendapatannya hanya cukup untuk makan malam hari dan tidak kelaparan untuk esok harinya, tetapi dia tidak pernah merasa kekurangan. Ia menjalani rutinitas hidupnya dengan ikhlas tanpa mengeluh.
Dari sinilah letak tulisan ini berawal yang mengandung energi turbo penggerak untuk dimaknai. Dibalik hidupnya yang pas-pasan, bapak tua ini bisa menunaikan rukun Islam kelima yaitu ibadah haji. Kemampuan ekonominya yang berbanding terbalik dengan nasibnya menunaikan ibadah haji, mematahkan logika sahabat tadi. Kerena penasaran sahabat bertanya, maaf bapak, saya ingin meneladani cara hidup bapak yang hidup sederhana, bahkan bisa jadi tidak cukup dalam menjalani hidup, tetapi bapak bisa menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekah. Apa rahasianya dan amalan apa yang bapak lakukan.
Mendengar pertanyaan itu, bapak tua hanya diam sejenak lalu mengatakan, saya hanya selalu berdamai dengan kenyataan hidup, menjalani hidup apa adanya dengan ikhlas, berserah diri, serta melakukan amalan dengan ikhlas yaitu selalu “mengucapkan salam” kepada setiap orang yang saya temui baik saya kenal maupun tidak kenal, kapan, dimanapun, dan dalam kondisi apa pun.
Sudah puluhan tahun bapak tua ini selalu tulus mengucapkan salam “Assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wabarakatu” (semoga keselamatan, rahmat Allah, serta keberkahanNya, terlimpah kepada kalian). Salam itu pun tidak berdiri tunggal, karena wajib dijawab oleh orang yang diberi salam “Wa’alaikum salaam wa rahmatullah wabarakatuh” (semoga keselamatan, rahmat Allah, serta keberkahanNya, terlimpah juga kepada kalian).
Artinya selama puluhan tahun tidak terhitung lagi jumlahnya berapa banyak orang yang didoakan lewat salamnya, sebanyak itupula orang yang mendoakannya selamat, sejahtera kembali karena dijawab salamnya. Kalau sehari ada 20 sampai 30 kali mengucapkan salam, berarti 20 sampai 30 orang sehari mendoakannya selamat dan berkah hidupnya. Kalau puluhan tahun mengucapkan salam, sudah berapa ratus ribu kali orang mendoakannya berkah hidupnya. Masyaallah, inilah kuncinya, sampai Allah SWT meridhoi-Nya dan menuntun langkahnya pergi mencium Baitullah. Rezeki datangnya tak disangka-sangka, Tuhan mengirim hambaNya seorang pengusaha perjalanan haji yang bersimpati dengan hidupnya memberi hadiah ke tanah suci.
Disebutkan di dalam Muwattha’ Imam Malik, diriwayatkan oleh Tufail bin Ubai bin Ka’ab bahwa, Abdullah bin Umar RA biasa pergi ke pasar hanya untuk memberi salam kepada orang-orang di sana tanpa ada keperluan membeli atau menjual apapun. Ia benar-benar memahami arti penting mengawali mengucapkan salam.
Dalam suatu riwayat dijelaskan Imam Husain As bersabda, “Memberikan salam memiliki tujuh puluh ganjaran, dimana enam puluh sembilan bagi orang yang menyampaikan salam dan satu bagian bagi orang yang menjawabnya. Lantaran memberikan salam merupakan sebuah amalan yang dianjurkan dan wajib menjawabnya.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Kamu tidak dapat memasuki Surga kecuali bila kamu beriman. Imanmu belumlah lengkap sehingga kamu berkasih-sayang satu sama lain. Maukah kuberitahukan kepadamu sesuatu yang jika kamu kerjakan, kamu akan menanamkan dan memperkuat kasih-sayang diantara kamu sekalian? Tebarkanlah ucapan salam satu sama lain, baik kepada yang kamu kenal maupun yang belum kamu kenal.”
Abdullah bin Umar RA mengisahkan bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apakah amalan terbaik dalam Islam?” Rasulullah SAW menjawab: Berilah makan orang-orang dan tebarkanlah ucapan salam satu sama lain, baik kamu saling mengenal ataupun tidak.” Abu Umammah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Orang yang lebih dekat kepada Allah SWT adalah yang lebih dahulu memberi Salam.”
Dengan keikhlasan dan ketulusannya mengucapkan salam, bapak tua tadi telah membuktikan dahsyatnya The Power of Salam. Ia mencium Baitullah dengan salamnya. Jadi kepada sahabat pembelajar (pembaca superku) jangan pernah menunda waktu lagi mengucapkan salam sebanyak-banyaknya kepada setiap orang yang ditemui, baik dikenal maupun tidak dikenal, lalu bersiaplah menerima keajaiban Tuhan. (Assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wabarakatu).
Nb : Kalau ada 100 pembaca tulisan ini menjawab salam penulisnya, otomatis 100 orang+penulis sudah saling mendoakan mendapat keselamatan dan keberkahan hidup dari Allah SWT. Amin.
Penulis : Akademisi, Inspirator dan Penggerak, Founder Sipil Institute Jakarta