PINISI.co.id- Wakil Jaksa Agung RI Setia Untung Arimuladi SH. M.Hum membuka secara resmi kegiatan Workshop Penuntutan Kejahatan terhadap Kemanusiaan dan Tindak Pidana Internasional secara virtual dari ruang kerjanya, Rabu, (24/2/21).
Kegiatan workshop atau pelatihan singkat diikuti oleh anggota Tim Khusus Penuntasan Pelanggaran HAM Berat, Para Asisten Tindak Pidana Khusus, Koordinator Bidang Tindak Pidana Khusus, Para Kepala Seksi Penyidikan dan Kepala Seksi Penuntutan pada 6 (enam) Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi yaitu Kejati Sumatera Utara, Kejati Sulawesi Selatan, Kejati DKI Jakarta, Kejati Jawa Timur, Kejati Papua, Kejati Lampung, dan Kejati Aceh.
Setia Untung Arimuladi mengatakan,
meskipun dilakukan secara virtual, namun tidak mengurangi semangat kita untuk selalu terus bergerak dan berkarya demi kepentingan bangsa dan negara.
“Atas nama pribadi maupun pimpinan dan keluarga besar Adhyaksa, saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak penyelenggara yang telah bekerja keras dalam menyelenggarakan kegiatan ini, khususnya kepada Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) dan Center for Human Rights and International Justice, Stanford University, Norwegian Center of Human Rights (NCHR), serta pihak-pihak lainnya yang telah mensukseskan terselenggaranya Workshop ini,” ujarnya.
Dikatakan, Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan, yang memiliki tugas dan kewenangan diantaranya melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu, serta kewenangan melekat lainnya seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia menyebutkan, Jaksa Agung sebagai Penyidik Tindak Pidana Pelanggaran HAM Berat.
Bahkan, lanjut Wakil Jaksa Agung, fungsi penyidikan dalam perkara pelanggaran HAM Berat juga diakui secara universal dan diatur secara tegas dalam Pasal 53 ayat (1) United Nations Rome Statute of the International Criminal Court 1998 (Statuta Roma) yang menyatakan bahwa penyidik perkara pelanggaran HAM Berat adalah Jaksa, sehingga apabila kewenangan tersebut dilakukan oleh lembaga negara lain, maka Pengadilan berhak untuk menolak kasus tersebut.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo dalam Pidatonya pada Rapat Kerja Kejaksaan Agung pada Desember 2020 menyampaikan bahwa Kejaksaan adalah aktor kunci dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu, menindaklanjuti arahan Presiden tersebut, Kejaksaan telah membentuk Tim Khusus Penuntasan Dugaan Pelanggaran HAM Berat melalui Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 263 Tahun 2020 tanggal 29 Desember 2020.
Pembentukan Timsus HAM ini adalah upaya konkrit Kejaksaan dalam rangka percepatan penuntasan dugaan pelanggaran HAM yang berat, juga sebagai bentuk penegasan kembali komitmen dan dukungan penegakan hukum oleh Kejaksaan sebagai bentuk penghormatan, pengakuan, dan pemenuhan terhadap Hak Asasi Manusia. Untuk itu, penanganan terhadap setiap pelanggaran HAM merupakan suatu keharusan dalam upaya melindungi harkat dan martabat kemanusiaan.
Berkenaan dengan hal tersebut, menyampaikan keberadaan Timsus HAM dimaksudkan untuk mengumpulkan, menginventarisasi, dan mengidentifikasi, sekaligus memitigasi berbagai permasalahan atau kendala yang menjadi hambatan, serta merumuskan rekomendasi penuntasan dugaan pelanggaran HAM yang berat.
” Tentunya dengan tugas dan tanggung jawab yang sedemikian, diperlukan penyegaran pengetahuan, keahlian dan keterampilan dalam penuntutan kasus HAM Berat serta penanganan perkara terhadap kejahatan kemanusiaan. Sehingga tepat kerjasama ini dilaksanakan melalui workshop dengan menghadirkan tim dan ahli tindak pidana internasional yang berpengalaman. Pemahaman terhadap hukum Internasional sangatlah relevan mengingat Undang-Undang HAM Nomor 26 Tahun 2020 disusun berbasiskan pengaturan dalam Statuta Roma dalam kerangka International Criminal Court (ICC),” paparnya.
Selain hal tersebut, peserta workshop ini juga diharapkan untuk mampu memahami berbagai yurisprudensi dalam tindak pidana internasional yang dikembangkan dalam Appeals Chamber of the International Criminal Tribunal untuk Yugoslavia (ICTY) dan International Criminal Tribunal untuk Rwanda (ICTR) sebagai dasar dalam menafsirkan berbagai prinsip dan elemen tindak pidana dalam kejahatan kemanusiaan.
“Selaku Ketua Tim sekaligus anggota, yang diberikan tanggung jawab dalam Penuntasan Dugaan Pelanggaran HAM Berat, tentunya kami berupaya seoptimal mungkin dalam pelaksanaannya. Kami juga mengharapkan melalui kegiatan ini, dapat terwujudnya soliditas seluruh anggota Tim Khusus HAM ini, serta tetap konsisten dalam melaksanakan tugasnya. Lalu kami sampaikan pula, diperlukan adanya dukungan, bukan saja dari anggota tim, melainkan juga diperlukan dukungan dari seluruh pihak termasuk dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) dan Center for Human Rights and International Justice, Stanford University. Melalui berbagai pelatihan dan workshop maupun bentuk kegiatan lainnya yang menunjang.
(Syam)