PINISI.co.id- Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong pengembangan olahan sorgum guna mewujudkan One Village One Product (OVOP). OVOP ini suatu pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah dengan memanfaatkan sumber daya lokal.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi menjelaskan pada tahun 1970, sorgum sudah mulai banyak dibudidayakan yakni sekitar 15 ribu hektar lahan sorgum yang tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Hampir seluruh bagian tanaman sorgum, seperti biji, tangkai biji, daun, batang dan akar, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, mulai menjadi makanan seperti sirup, gula, kerajinan tangan, pati, biomas, bioetanol dan tepung pengganti terigu dan lainnya.
“Daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional terdapat di daerah Demak, Grobogan, Pati, Wonogiri, Gunung Kidul, Kulon Progo, Lamongan, Bojonegoro, Tuban dan Probolinggo. Tahun depan sudah kita alokasikan bantuan pengembangan untuk 5 ribu hektar. Ini bukti keseriusan kami mengembangkan sorgum,” kata Suwandi saat memberikan arahan dalam Webinar BTS Propaktani yang mengupas tentang pengembangan olahan sorgum, Jakarta, Kamis (18/8/2022).
Penggiat Sorgum Bali, I Nengah Suparna mengatakan saat ini sorgum (Sorghum bicolor L.) adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia. Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, perlu input lebih sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibanding tanaman pangan lain.
“Program OVOP ini adalah peluang sorgum sangat tinggi jika dilihat dari permintaan pasar di beberapa Negara dan begitu banyak olahan makanan yang dapat diproduksi dengan baha baku sorgum,” katanya.
Perwakilan KEHATI, Renata Puji menuturkan sorgum dipilih dalam program OVOP karena tanaman ini dapat hidup di lahan marginal dan memiliki gizi yang tinggi. Dalam perjalanan waktu, KEHATI telah melakukan penguatan kelompok perempuan dan anak muda dalam pengolahan sorgum.
“Di NTT sendiri ada beberapa jenis atau varietas yang tersebar seperti, super1, numbu, waiotan, kwali, suri4. Dari kesemuanya sudah terdapat produk turunan yang menjadi primadona pasar,” ungkap Puji. (Syam)