12 Tahun Kepergian Andi Meriam Mattalatta

0
1139
- Advertisement -

Hari ini 4 Juni, 12 tahun lampau Andi Meriam Mattalatta telah meninggalkan kita. Sampai akhir hayat dia menjaga citra keagungan kebangsawanannya. Ini adalah kesan secara personal terhadap perilaku, tutur kata dan kesantunan selama mengenal dan berhubungan dengan almarhumah sejak beberapa tahun di Jakarta.

Hubungan kekerabatan yang akrab diawali ketika persiapan Musyawarah Besar Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan IV di Makassar, 8 Mei 1985. Saat itu saya ditugaskan oleh panitia untuk menerbitkan Buletin KKSS edisi khusus Mubes ke IV di bawah koordinasi Pak Zainal Bintang selaku Anggota Pengarah dan Penanggungjawab Humas, tugas utamanya untuk mewawancarai Andi Meriam dan menjadi cerita sampul.

Pertemuan dan interaksi berlanjut untuk beberapa acara penting pertemuan silatutrahmi warga KKSS di Jakarta sejak beberapa periode kepengurusan dan Ketua Umum Andi Oddek (1985-1988), Beddu Amang (1988 – 1999), dan Moh.Taha (2000-2004).

Andi Meriam seperti dengan orangtuanya, Andi Mattalatta sangat menghargai hubungan silaturahmi dengan warga asal Sulawesi Selatan. Ajakan untuk tampil di suatu pentas acara KKSS jarang ditolaknya apabila tidak bersamaan dengan acara lain yang sudah diagendakan sebelumnya.

Terbilang ia beberapa kali ikut bersama dengan Pengurus Pusat KKSS melakukan kunjungan acara Muswil ke daerah-daerah antara lain ke Jambi dan Ternate. Almarhumah yang akrab disapa dengan Andik, atau Mer, tidak pemah menyebut berapa nominal honorarium yang mesti diterimanya untuk pentas di dalam dan luar kota Jakarta. Andik, menerima seberapa saja anggaran yang disediakan oleh panitia yang menghubunginya dengan permintaan pendamping satu orang bila pentas itu di luar kota.

- Advertisement -

Dengan penerimaan seperti itu, terlihat bahwa Andik menyadari betul dimana ia tampil dan bagaimana ia memosisikan diri; ini sungguh suatu perilaku yang mengagumkan yang rada susah kita temukan pada diri seniman lain seprofesi dan selevel senioritas Andik.

Senandung syair dan zikir menyongsong kepulangannya. Berita duka cita kepulangan Andik menghadap Al Khalik, Allah yang menciptakan, menghidupkan dan mematikan semua makhluk ciptaannya.

Pagi Sabtu 5 Juni terbaca di ponsel Innalillahi Wainnailahi Rajiun, telah berpulang ke Rahmatullah Hajjah Andi Nurul Meriam Mattalatta di Rumah Sakit Zoorcelemeer Belanda, 4 Juni 2010 pukul 23.00 yang dikirim oleh Pak H. Zainal Bintang, Wakil Ketua Umum BPP KKSS, membuat saya tafakkur, sejenak berusaha mengingat interaksi dengan Andik beberapa tahun terakhir ini.

Pada suatu diskusi serius lewat ponsel tentang topik “ziarah makam” orang tua. Saya katakan bila ke Makassar jangan lupa ziarah ayahanda ke Barru, Andik menjawabnya bahwa tidak selalu fisik kita yang hadir di makam. Dan ungkapan itu saya pahami bahwa Andik sudah begitu mendalam pengkajiannya. Dikabarkan oleh kerabat dekatnya bahwa Andik mengalami gangguan kesehatan sehingga terkesan menutup diri untuk tampil dimuka umum, selain di acara televisi.

Bahwa sesungguhnya Andik telah mempersiapkan diri untuk “khusyuk ibadah”, terlihat dan beberapa surah Al Quran dihafalnya; Ar-Rahman, Al-Wagiah dan Al-Maulk, serta zikirnya yang tak terputus dilisankan mengantarkan dan menyertainya kembali, Insya Allah dengan khusnul khotimah, Amin ya Rabbal Alamin.

Siti Andi Meriem Nurul Kusumah Wardani  Mattalatta Daeng Kanang Petta Baji, lahir di Makassar 31 Agustus 1957. Wafat 10 Juni 2010 di Belanda. Dimakamkan di Ponre Tanah Maridie Barru Sulawesi Selatan.

Figur Teladan Artis

Tak berlebihan bila kita bisa mengambil contoh teladan panutan apa yang diperlihatkan perilaku Akhlakul Karima seperti apa adanya pada sosok Andi Meriam dalam menjalani kehidupan berkesenian sebagai penyanyi yang sejak awal sampai akhir hayatnya tidak pernah terlihat melakukan hal-hal yang aneh-aneh dan terpublikasi secara sensasional.

Andik yang kita kenal dan saksikan di pentas dan kesehariannya tetap menjaga citra dirinya yang tentunya hal ini sangat besar pengaruh dan kebidupan sosial dan budaya sebagai keluarga bangsawan Bugis, suatu predikat anugrah bagi orang-orang yang memiliki kearifan dan titisan leluhurnya; satunya hati, kata dan tindakan perbuatan.

Andik, di belantara musik Indonesia, ia adalah sebuah nama, sosok yang memiliki pesona tersendiri sebagai pelantun syair-syair lagu yang menyejukkan, menyenangkan di dukung oleh pembawaan gerak, senyum dan merespon penggemar — penontonnya secana terukur.

Karena itu, Andik mendapat predikat seniman “Mutiara dari Selatan” sebagai artis penyanyi dengan kedalaman penghayatan dan makna yang dilantunkan.

Saya ingin menyebut beberapa nama seniman yang berahklak mulia yang saya kenal dekat dan menjadi sahabat antara lain aktor H. Ratno Timoer, Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia yang memiliki kepedulian sosial terhadap sesama rekan seprofesi, aktor dan sutradara H. Sophan Sophiaan yang kukuh dengan prinsip mengikuti kata hati nuraninya — ia memutuskan berhenti menjadi anggota DPR RI. Seniman Betawi, H. Benyamin Suaeb, sahabat sepermainan dan penggemar sepak bola, ia tetap abadi dikenang dengan karya cipta lagunya. Penyair dan aktor W.S. Rendra yang kanya-kanya puisi dan teater yang diciptakan sangat kuat dengan pesan-pesan sosial kemanusiaannya, menanik ditonton dengan menyisahkan renungan, bagaimana kita memaknai anti kehidupan kini yang fana sementara dan kekal abadi di akhirat. . Namamu dan perilakumu menjadi kenangan mengagumkan bagi negeri sampai akhir.

Tentang Andi Meriam Mattalatta tercakup dalam buku Fiam Mustamin, Senior &  Sahabat yang segera terbit.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here