Bachtiar Adnan Kusuma: Ekosistem Budaya Literasi Dimulai dari Guru Membaca dan Menulis Buku

0
716
- Advertisement -

PINISI.co.id– Sekretaris Jenderal Asosiasi Penulis Profesional Indonesia Pusat dan Jubir Humas Tim Pendamping Literasi Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Bachtiar Adnan Kusuma (BAK) tampil menggugat budaya membaca dan menulis guru-guru di Seminar Nasional HGN 2021 yang digelar Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan. Seminar yang bertajuk” Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan” memantik topik Strategi Meningkatkan Kemampuan Literasi dan Numerasi yang dipandu Muh. Arif Sikki, S.Sos. Selain Tokoh Penerima Penghargaan tertinggi Nugra Jasadharma Pustaloka Perpustakaan Nasional ini sebagai pembicara, juga Hari Wibowo, S.S.M.Pd., Widyaiswara Ahli Madya P4TK Bahasa Jakarta dengan topik Pembelajaran Paradigma Baru dan Dr.H.Muh. Asrar, M.Pd.i. Kepala SMA Negeri 2 Makassar mewakili Prof. Dr. Jasruddin Daud Malago dengan topik Guru tanpa batas, Solusi mengatasinya, berlangsung Kamis di Mall Nipah Makassar, Kamis, (25/11).

Menurut BAK, tidak sulit membangun ekosistem literasi dan numerasi dilingkungan satuan pendidikan. Selain katanya guru-guru adalah investor ide-ide, gagasan kepada anak-anak didik sekaligus guru sebagai provider penyedia sumber-sumber bacaan. Sekarang, kata BAK dibutuhkan tekad yang kuat dan komitmen kukuh dari guru-guru menjadikan literasi dan numerasi sebagai sesuatu yang telah membudaya di setiap lingkungan sekolah. Caranya, kata BAK membangun paradigma bahwa literasi dan numerasi adalah kebutuhan pokok guru-guru. “ Kita membutuhkan guru-guru yang kuat membaca dan terampil menulis buku”, kata penulis ratusan buku ini di depan peserta seminar offline dan zoom yang diikuti para kepsek, guru-guru dari utusan Kantor Cabang DinasPendidikan 1 dan 2 di Sulsel.

BAK menggambarkan bagaimana strategi dan kiat membangun atmosfir literasi di setiap sekolah, haruslah dimulai dari manajer sekolah yang bersangkutan. Karena itu, BAK mengajak dan menyampaikan perlunya setiap pengangkatan kepsek sebaiknya kemampuan membaca dan menulis haruslah menjadi faltor utama sekaligus parameter menunjukkan kalau mereka pro terhadap literasi dan numerasi. Selain dibutuhkan pimpinan sekolah yang gemar membaca dan menulis, para guru-guru sebaiknya menjadi contoh dan garda terdepan menjadi figur utama diguguh dan diikuti para siswa-siswi.

“Jadi bukan hanya siswa-siswi diajak membaca dan menulis, tapi lebih penting adalah guru-gurunya,” tegas BAK.

Dalam pemaparannya, BAK menegaskan bahwa salah satu indikator untuk menumbuhkan budaya membaca dan menulis adalah dengan menjadikan membaca dan menulis itu sebagai sebuah kebutuhan pokok. Dan untuk menjadikan diri seorang guru bisa menulis, maka ada dua prinsip yang harus diwujudkan, yaitu adanya tekad dan komitmen. BAK menggambarkan lebih jauh, tumbuhnya ekosistem literasi dan numerasi di setiap sekolah dibutuhkan dukungan orang tua siswa, masyarakat dan dunia usaha industri terutama menciptakan klinik-klinik baca, klub baca, duta baca setiap sekolah dan hari khusus hanya untuk membaca dan menulis di setiap sekolah perlu ada. Dalam sesi tanya jawab, dikemukakan pula kelemahan selama ini guru yang sudah pernah mengikuti workshop kepenulisan dan berhasil membuat tulisannya menjadi sebuah buku adalah faktor pemasarannya. Oleh karena itu, perlu juga diberikan workshop bagaimana memasarkan suatu produk buku yang telah dihasilkan agar produktif.

- Advertisement -

“Kalau guru-guru pnya tekad yang kuat setiap hari menulis dua halaman, maka selama tiga bulan kedepan menghasilkan 180 halaman tulisan dan sayayakin bisa jadi sebuah buku”. Asal saja, para guru-guru punya komitmen kuat menjaga dan melangsungkan kebudayaan membaca dan menulis itu setiap hari, ” papar ayah dari lima orang anak dan satu cucu ini.

Sementara itu, Hari Wibowo, yang merupakan Widyaswara Ahli Madya P4TK Bahasa Jakarta, memaparkan presentasinya yang berjudul “Pembelajaran Paradigma Baru.” Dalam pemaparannya, disampaikan bahwa hal yang mendasari adanya pembelajaran paradigma baru adalah bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru tidak boleh menyamakan adanya perlakuan yang sama kepada semua peserta didik, karena mereka mempunyai perbedaan kemampuan, sehingga perlakuan itu juga harus beda, termasuk diadakannya pembelajaran berdiferensiasi, dimana guru boleh dikatakan “menghamba” kepada pesertadidik untuk memberikankesempatan yang berbeda pula baik dalam gaya belajar, metode dan perlakuannya serta adanya konsep dunia nyata dalam bentuk proyek yang berdimensi kepada profil pelajar Pancasila.

Dr. Muh. Asrar, M.Pd.I. yang juga adalah Kepala UPT SMAN 2 Makassar dan sekaligus sebagai Ketua MKKS SekolahPenggerak Sulawesi Selatan, memberikan entry point “Guru Tanpa Batas Solusi Mengatasi Kekurangan Guru”, bahwa kekurangan guru yang terjadi pada sekolah-sekolah karena tidak ratanya pemetaan guru, tentunya harus ada solusi, yaitu guru harus menguasai IT dengan IT yang dimiliki maka jumlah peserta didik yang tidak terbatas itu pun akan bisa mendapatkan proses pembelajaran tanpa dibatasi oleh lokasi sekolah, ruang kelas dan mungkin juga waktu. Setelah memberikan ulasan tersebut, maka seminar pun ditutup dan dilanjutkan dengan proses foto bersama, antara narasumber, moderator, dan peserta yang hadir di lokasi seminar.(Van)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here