PINISI.co.id- Siang itu, bukit Cisanti yang merupakan hulu Sungai Citarum cukup sejuk. Langit melukiskan suasana “mendung tanpo udan”. Sebuah tenda berbalut kain merah-putih tampak megah, dengan hamparan karpet dan meja pendek, pertanda di situ akan digelar acara reriungan sambil lesehan.
Di meja, selain benda wajib hand sanitizer, tampak satu piring berbalut tutup plastik wrap berisi kacang rebus, jagung rebus, dan umbi rebus. Kasdam III/Siliwangi, Brigjen TNI Dian Sundian sebagai tuan rumah, tampak sudah ada di lokasi, saat penggagas Citarum Harum, yang juga mantan Pangdam III/Siliwangi, Letjen TNI Purn Doni Monardo tiba di tempat.
Doni Monardo langsung memandang sekeliling area titik nol, hulu Sungai Citarum yang sangat sejuk penuh pepohonan. “Luar biasa… padahal dulu tempat ini gersang,” kata Doni sambil tertawa senang.
Prajurit Siliwangi tampak siaga dan sigap mengatur rangkaian acara kunjungan Doni Monardo yang saat ini menjabat Komisaris Utama PT MIND.ID, sebuah perusahaan konsorsium yang membawahkan perusahaan-perusahaan tambang milik negara. Ia mengajak serta jajaran direksi dan staf BUMN-BUMN tambang untuk melihat dari dekat program Citarum Harum. Harapannya, BUMN-BUMN tambang bisa mengambil hal-hal positif dari Cisanti untuk diaplikasikan dalam mereklamasi lahan bekas tambang di penambangan masing-masing.
Kasdam Brigjen Dian mengucapkan selamat datang kepada seluruh hadirin. Sebagai pejabat yang belum lama menjabat, ia mengaku langsung terlibat pula dalam program Citarum Harum warisan Doni Monardo. “Jika Sungai Citarum makin baik kondisinya, itu bukti bahwa Satgas bekerja. Meski begitu, kami tetap memohon arahan kepada pak Doni serta para senior.
Tampak hadir dan menyampaikan testimoni, Mayjen TNI Purn Yosua Pandit Sembiring. Mantan Pangdam XVII/Cendrawasih itu adalah Kasdam III/Siliwangi era Pangdam Doni Monardo. Karenanya, ia tak bisa melupakan bagaimana awal mula lahirnya Program Citarum Harum.
“Saat wisuda purna wira di Magelang beberapa waktu lalu, pak Doni memang mengatakan rencana beliau mengadakan acara seperti yang kita saksikan hari ini. Sampai kemudian pak Doni menelepon dan mengajak ikut acara ini. Meski sejak itu kami jarang bertemu, tapi saya yakin moment ini memang bakal terjadi. Saya kenal betul karakter baliau,” kata Sembiring, sambil memandang Doni Monardo yang duduk di sebelah kirinya.
Sungai Citarum sangat besar arti, nilai, dan manfaatnya bagi masyarakat. Mengaliri tiga waduk sekaligus, Saguling, Carita, dan Jatiluhur. Ada jutaan orang yang menggantungkan hidupnya pada sungai ini. “Tiba saatnya saya mengetahui perihal status Citarum sebagai sungai terkotor di dunia,” ungkap Yosua.
“Kalau tidak salah urutannya, sungai terkotor pertama adalah Sungai Sarno Italia. Yang kedua, sungai Gangga di India. Ketiga sungai Pasig di Filipina. Keempat, Citarum di Indonesia. Dan kelima sungai Yellow River di Tiongkok,” katanya.
Konon, pernah ada statement kampanye saat pilkada yang mengatakan, bahwa di tahun 2017, air sungai Citarum sudah bisa diminum. “Faktanya, malah mendapat predikat sungai terkotor di dunia. Jadi, terus terang, sebelum Citarum Harum sudah banyak program memulihkan kondisi Citarum, tapi baru Citarum Harum yang berhasil,” katanya, bangga.
Yosua Sembiring menengarai, ketidakberhasilan program-program pemulihan Citarum yang terdahulu, karena dikerjakan secara sektoral. “Pak Doni masuk menjadi Pangdam kalau tidak salah 14 November 2017, empat bulan kemudian lahir Perpres Nomor 15 tahun 2018. Perpres ini mengatur dan melibatkan semua pihak. Dan sebelum lahir Perpres, kami hampir tiap hari rapat tiga kali, persis seperti orang minum obat,” katanya disusul tawa hadirin.
Selesai rapat bisa jam 22.00 atau 23.00, masih harus menyiapkan surat-surat. Praktis jam 02.00 dinihari baru istirahat. “Sejak itu saya banyak suntik vitamin,” katanya, lagi-lagi sambil tertawa.
Sejak menangani Citarum bersama Doni Monardo, sejak itu pula Yosua Sembiring menjadi “jenderal pro lingkungan”. “Karena saya paham betul penting dan strategisnya lingkungan dan ekosistem yang terjaga. Alhasil, ketika saya menjadi panglima di Papua, saya babat semua tambang-tambang liar. Tidak sedikit yang mencoba-coba menyuap,” katanya.
Yosua juga terinspirasi saat Doni Monardo membabat penambangan liar di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku. Itu pula yang ia jadikan pedoman. “Agak ngeri juga permainan para penambang liar itu. Tapi prinsip saya, lu jual gua beli, tidak ada urusan,” katanya tegas.
Begitu dalam ia tenggelam dalam program Citarum Harum, sampai-sampai anak-anaknya pun ikut melibatkan diri. “Mereka yang bikin taman di Cisanti. Sempat diwawancarai media segala…. Saya senang, anak-anak pun mulai peduli dengan Citarum,” kata Yosua.
Ia merasa sangat beruntung pernah bekerja langsung di bawah komando Doni Monardo. “Kita semua pasti tahulah, beliau seorang perwira pekerja keras, punya integritas, kapabel, dan visioner. Karenanya, saat menjadi Kasdam semua staf saya dorong untuk mengikuti irama beliau. Kalau beliau lari 150 km per jam, paling tidak kita mendekati angka itulah…. Saya motivasi mereka, ruh komando tidak harus menjadi prajurit komando, tapi warisi spiritnya, yaitu pantang menyerah,” ujar Yosua.
Happy dan Was-was
Sementara itu, mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Anang Sudarna menambahkan, “Saya hadir di sini dengan dua perasaan: Happy dan was-was. Happy karena bisa silaturahmi dengan para pelaku dan penggiat Citarum Harum. Was-was tentang bagaimana nasib Citarum pasca berakhirnya Perpres tahun 2025,” katanya.
Air di Sungai Citarum memang sudah jauh lebih bersih dibanding empat tahun lalu. Yang perlu dikaji saat ini adalah apakah masyarakat sudah terlibat secara maksimal. Tidak saja membersihkan air, tapi juga menjaga kualitas kebersihan, bersih lingkungan, bersih rumah, bersih udara. Jadi selain bicara kualitas air, juga kualitas udara.
Karena itu, Citarum Harum perlu dibarengi program pengelolaan sampah. Menurut penelitian, sampah rumah tangga 56 – 58 persen adalah sampah organik. Selebihnya ada sampah kertas, plastik, gelas, kain, dan sebagainya. Itu artinya, sebagian besar sampah bisa dimanfaatkan.
Kalau tidak salah ada sekitar 1.400 desa yang berada di tepian Sungai Ciliwung, mulai dari Cisanti sampai Muara Bendera dekat Muara Gembong, Bekasi. Jika semua desa itu bisa mengelola sampah dengan baik, niscaya kualitas hidup masyarakat juga akan jauh lebih baik.
Bicara setelah Anang, adalah Prima Mayaningtyas, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat. Ia membenarkan, bahwa perhatian terhadap Citarum sudah ada sejak dahulu kala. Pernah ada program Citarum Bergetar, Citarum Geulis, Citarum Bestari. “Baru di Citarum Harum bisa dikatakan berhasil,” katanya.
Dalam banyak kesempatan Gubernur Ridwan Kamil mengatakan, bahwa yang bergerak di lapangan adalah TNI. Kualitas air Citarum tahun 2018 cemar berat 33,43 persen, naik menjadi 55 persen di kadar tercemar ringan. “Kami memantau di 150 titik, dan 100 titik di antaranya dilakukan sinkronisasi. Kualitas ketercemaran belakangan naik menjadi 50 persen, tapi masih dalam kategori tercemar ringan. Kami yakin masih terkendali sepanjang koordinasi tetap terjalin,” ujarnya.
Keberhasilan Citarum Harum bahkan sudah terdengar oleh telinga dunia. Gubernur Jawa Barat diundang ke Glasgow untuk presentasi Citarum Harum. Di sana, Gubernur Ridwan Kamil menyebutkan peran besar TNI dalam keberhasilan itu. Semua peserta sempat kaget, demi mendengar peran yang begitu besar dari TNI dalam pemulihan lingkungan.
Prima juga mendapat keluhan dari Dansektor mengenai sulitnya berkomunikasi dengan pejabat lingkungan hidup di tingkat kabupaten/kota. Untuk itu, ia telah mengeluarkan SK tentang naradamping dari Gubernur sebagai fungsi koordinator dengan naradamping di tingkat kabupaten/kota, agar bisa lebih sinergis dengan para Dansektor. “Saya berharap, tahun 2025, program Citarum Harum bisa sukses,” harap Prima.
Ada Tentara
Aktivis lingkungan Irma Hutabarat yang tampak hadir di Cisanti, unjuk kenangan saat dirinya bergelut dengan pemulihan situ Cisanti “sendirian”. “Saya beberapa kali mengadu ke pak Doni saat beliau menjabat Pangdam Pattimura. Tapi saat itu, beliau sedang sibuk dengan program emas biru dan emas hijau di sana,” katanya.
Tiba saatnya Doni Monardo bergeser menjadi Pangdam III/Siliwangi, 2017. Ia termasuk yang diundang, bersama Ipong Witono dari Wanadri, dan lain-lain. Doni minta masukan. “Sejak itu, ada anggota prajuritnya yang empat bulan di Cisanti tidak pulang-pulang.
Sampai sekarang, Irma masih rajin ke Cisanti menanam vetiver untuk mencegah longsor di daerah-daerah dengan tingkat kemiringan terjal. “Sejauh ini saya melihat masyarakat tertib, tapi karena ada tentara. Persoalannya, setelah 2025, apakah tanpa tentara kondisi masyarakat di bantaran Citarum masih bisa tertib?” tanya Irma.
Acara siang itu juga dihadiri Dini Dewi Heniarti, dosen hukum Unisba yang menjadi “the women behind” lahirnya Perpres 15/2018. “Pertama kali ketemu pak Doni saya benar-benar merasa tertampar. Beliau mengatakan, banyak sarjana hukum yang hanya menyalahkan tentara, tentang HAM-lah, tentang demokrasi-lah…. Mana sarjana hukum yang bicara HAM Lingkungan?”
Lalu Doni pun bicara panjang lebar tentang ekokrasi, ujungnya ke program Citarum Harum. Ia membutuhkan draft Perpres untuk memayungi program tersebut. Dini pun merencanakan seminar nasional tentang Citarum. Sebuah seminar yang bermuara pada lahirnya Perpres.
“Saya pikir ngapain nunggu selesai seminar. Saya langsung kebut bikin draft Perpres. Empat jam selesai. Jam 08.00 sampai jam 12.00. Lalu jam 14.00 saya menghadap Kasdam pak Yosua. Beliau sedang diinfus vitamin. Tapi buru-buru infus dicabut, dan beliau langsung ikut rapat dalam kondisi kurang fit. Luar biasa semangatnya,” kenang Dini Dewi.
Dini mengaku memang tidak banyak berkotor-kotoran di Citarum. Ia bermain di ranah akademik. Hasilnya, sangat banyak mahasiswa S1, S2, bahkan S3 yang menulis skripsi, tesis, dan disertasi yang mengangkat Sungai Citarum. “Karena dikerjakan menggunakan teori dan metodologi ilmiah, maka hasilnya pun menjadi ilmiah. Jika ada yang membantah, harus melakukannya dengan cara yang sama,” katanya.
Peran TNI memang sangat dominan. Itu tergambar dari skripsi, tesis atau disertasi mengenai Citarum Harum. Tergambar bagaimana TNI menjadi penggerak bersama unsur masyarakat yang lain. Kolaborasi pentahelix. Peran TNI mengubah dan mengakselerasi program. “Dalam melakukan penelitian, para mahasiswa juga pasti mewawancarai para Komandan Sektor, di samping masyarakat,” ujarnya.
Berikutnya, berbicara Ipong Witono, tokoh Wanadri. “Kami memiliki program kaderisasi. Termasuk aktivis Wanadri yang aktif di Citarum Harum. Selama ini kami banyak berkiprah di Sektor 22, Citarik,” katanya.
Ipong juga mengagumi sepak terjang Doni Monardo. Bukan saja saat menjadi Pangdam III/Siliwangi dan memberi komando langsung keberhasilan Citarum Harum, tapi juga ketika Doni Monardo mendapat penugasan sebagai Kepala BNPB/Ketua Satgas Covid-19.
Ia bahkan masih teringat, ketika ada seorang aktivis mengkritik Doni Monardo di media massa. “Pak Doni bertanya kepada saya, ‘pak Ipong kenal penulisnya kan? Bisakah saya diperkenalkan? Saya ingin belajar dari dia’. Sungguh sikap yang sangat mengagumkan. Dan sejak itu, rasanya tidak ada satu pun aktivis atau penulis yang mengkritik program Citarum Harum, sebaliknya bahkan memberi dukungan yang luar biasa,” kata Ipong.
Reriungan siang itu juga dihadiri Dirut PTPN VII, Didik Prasetyo. Mantan Komut PT PAL itu ternyata memiliki hobby yang sama dengan Doni Monardo. “Benar pak Doni. Ke mana pun saya pergi, selalu bawa bibit pohon. Setiap melihat ada lahan kritis, langsung saya tanam pohon di situ. Pokoknya saya maunya nanam pohon terus…. Kebetulan disiplin saya dari Kehutanan,” ujar Didik.
Setelah mendapat tugas menjadi Dirut PTPN VIII yang banyak bersinggungan dengan Citarum, ia pun mengikuti dengan seksama program tersebut. “Saya sangat mengapresiasi keberhasilan program Citarum Harum. Harapan saya, success story Citarum Harum bisa ditularkan ke tempat-tempat lain. Masih sangat banyak sungai yang tercemar berat. Masih banyak sekali lahan kritis di negeri ini,” pungkasnya.
Media Darling
Para Komandan Sektor angkatan pertama juga diberi kesempatan berbicara. Adalah Brigjen TNI Purn Yudi Zanibar yang menjadi jubir. “Kami benar-benar terbakar ketika Panglima (Pangdam Doni Monardo-pen), mengatakan, jangan sampai maung jadi meong, gara-gara kita tidak peduli dan membiarkan masalah pencemaran Citarum terjadi di depan mata,” ujarnya.
Ia pun mengenang suka-duka saat-saat awal menjadi Dan Sektor Satgas Citarum Harum. “Pak Doni ketika itu bilang, jangan bangga sudah menanam sejuta pohon. Aku ingin tahu, berapa pohon yang hidup. Kalau cerita menanam pohon, barangkali sejuta dua juta, semiliar pohon bisa ditanam, Bahkan kalau perlu lautan pun ditanami pohon. Pak Doni menekankan, berapa pohon yang jadi, atau yang hidup, itu yang beliau catat,” katanya.
Doni Monardo ia sebut panglima yang konsekuen. “Bayangkan, untuk operasional lapangan kami hanya diberi uang 800 ribu rupiah. Tapi setelah menghadap panglima, saya dikasih lima juta,” katanya sambil tertawa.
Karenanya, kepada Dan Satgas yang sekarang bertugas, ia menekankan agar jangan menyia-nyiakan tugas itu. Harus dijadikan pengalaman berharga. “Dulu kami tidak ada uang. Perpres belum turun, yang penting kami hajar dulu. Bekerja untuk lingkungan, seperti kata pak Doni harus diniatkan untuk ibadah, jangan niat yang lain,” katanya, seraya menambahkan, “dan kalau sudah pensiun seperti saya, ujung-ujungnya masuk PPAD.”
Hadirin tertawa mendengar paparan Yudi yang energik, spontan, dan tak jarang mengundang tawa. Termasuk Doni Monardo. Ia tertawa lebar ketika disinggung PPAD. Ya, Doni Monardo saat ini juga menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat PPAD (Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat).
Alhasil, ia bersyukur ketika bintang jatuh ke pundaknya. “Bayangkan, seorang pamen khusus bisa langsung jadi Brigjen. Saya kira itu buah dari kebaikan yang kita tanam. Kerja ikhlas. Kerja yang mungkin biasa-biasa saja, tapi semata-mata kerja mencari ridho Allah,” ujar Yudi.
Yang juga sangat mengesankan adalah, sosoknya yang seolah menjadi “media darling”. “Semua wartawan asing mewawancarai saya. Jadi gambar saya ada di mana-mana, bahkan nyebar ke seluruh dunia. Apa tidak bangga,” katanya sambil tertawa.
Sampai saat ini, Yudi masih menyimpan kontak para wartawan dari 25 negara. “Bahkan video-video presentasi, baik yang digunakan oleh Kodam, oleh Dinas Lingkungan Hidup, itu video saya…. Bener kan bu Prima?” kata Yudi kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jabar, Prima Mayaningtyas. Prima mengangguk dan tertawa.
Setelah Yudi, giliran bicara berikutnya adalah Dan Sektor aktif. Tampil menjadi jubir Kolonel Inf Belyuni Herliansyah, yang saat ini menjabat Dan Sektor 2 Satgas Citarum yang ada di sekitar Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung.
Sebelum bertugas di Sektor 2, ia sudah beberapa kali menjabat Dan Sektor di sektor-sektor lain, antara lain Sektor 8, 10, dan 13. “Kendala dan tantangan di masing-masing sektor berbeda. Ada satu peristiwa saat kami sangat sulit mengajak aparat Pemda untuk bersama-sama membersihkan sampah. Akhrinya kami kerjakan secara mandiri. Sampai akhirnya ada institusi yang meminjamkan eskavator, meski tanpa BBM,” katanya jujur.
Sampah-sampah itu kemudian ditimbun dalam lubang-lubang besar yang telah dibikin sebelumnya. Di atas timbunan sampah, mereka membangun taman, sarana olahraga, dan fasilitas umum lain sehingga menjadi bermanfaat buat masyarakat. “Sejauh ini, keterlibatan Pemda Tingkat Dua masih belum optimal. Karenanya saya mengajak aparat Pemda agar berpikir bagaimana melanjutkan program ini pasca 2025. Jangan sampai Citarum kembali kotor penuh sampah,” kata Belyuni.
10 Pohon Sehari
Forum Cisanti Sabtu siang itu juga menjadi sangat terhormat karena hadirnya Eyang Memet. Tokoh Sunda yang dikenal sebagai aktivis penanam pohon. Ia rajin menanam pohon sejak usia 12 tahun. Eyang Memet, bernama lengkap Achmad Surahman. Ia tinggal di Kampung Papakmanggu, Pasir Jambu, Kabupaten Bandung. Di sana pula kebun bibit CV Walatra ia kelola dengan tekun.
Hingga hari ini, di usia yang lebih 70 tahun, Eyang Memet masih aktif menanam pohon. Sepuluh pohon tiap hari. Sungguh aksi luar biasa dari seorang manusia hebat.
“Terima kasih pak jenderal (Doni Monardo). Anda masih berbicara tentang purwadaksi. Itu kenangan waktu kita awal berjumpa. Pertemuan ini menjadi sangat bermakna. Saya pribadi berpendapat, orang yang cepat melupakan sejarah patut diragukan kredibilitasnya, dan jenderal Doni sangat menghargai sejarah,” katanya.
Eyang Memet pun masih teringat jelas kata-kata Doni Monardo saat pertama kali rapat di Makodam III/Siliwangi. “Pak Doni waktu itu berkata, kita semua sudah bekerja. Kita semua sudah bekerja tapi belum pernah bekerja sama. Itulah yang melahirkan konsep kolaborasi pentahelix. Insya Allah inspirasi pak Doni akan terjaga. Dua minggu lalu kami berkumpul dengan para aktivis pecinta alam yang ada di Jawa Barat. Spirit Bapak menjiwai pertemuan kami,” katanya, haru.
Jika ada yang ia harapkan saat ini adalah, hadirnya kebun bibit di tiap-tiap sektor. Tidak hanya terkonsentrasi di satu sektor. Konsep pembibitan dan penanaman pohon dengan kearifan lokal di masing-masing lokasi. “Menanam pohon tidak hanya dari sisi konservasi, tapi juga dari sisi religi, bahkan sisi budaya dan ekonomi,” katanya.
Kepada Doni Monardo ia menyampaikan bibit pohon kina yang akan ditanam mulai November 2022 ini. Ia berharap, dengan memperbanyak penanaman kina, akan mengurangi efek banjir tahunan yang selalu melanda Bandung. “Pohon kina ini punya nilai historis tinggi di Bandung. Mungkin banyak yang lupa, bahwa di Bandung ini ada PPTK, Pusat Penelitian Teh dan Kina. Alhasil, dengan menghidupkan lagi kina di Bandung, tidak saja bermanfaat dari sisi konservasi tapi juga bernilai ekonomi,” tambah Eyang Memet.
Eyang Memet berharap ada dukungan dari para pihak terhadap tekadnya menanam 30.000 bibit pohon kina tahun ini. “Saya bertekad mengawali. Apalagi saya sudah terbiasa menanam pohon, sejak rambut hitam sampai rambut saya putih semua,” ujarnya.
Lebih terhormat lagi, karena forum siang itu juga dihadiri pejabat Kemenko Maritim dan Investasi (Marves). Hadir dan memberi testimoni, Mochamad Saleh Nugrahadi, Ph.D, Asisten Deputi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Konservasi Sumber Daya Alam pada Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kemenko Marves RI.
Ia diminta menghadiri acara siang itu oleh Nani Hendiarti, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kemenko Marves. “Bukan berarti Ibu Nanti tidak ingin bertemu pada Dan Sektor, tapi insya Allah beliau akan segera bertemu bapak-bapak sekalian,” katanya membuka testimoni.
Saleh me-rewind kunjungan Menko Marves Luhut B Panjaitan ke Bandung, 7 September 2021. Ketika itu, Menko Luhut menerima laporan pelaksanaan Perpres Citarum Harum. Semua laporan telah diteruskan ke Presiden Joko Widodo melalui surat resmi Menko tanggal 17 Maret 2022. “Intinya, pekerjaan bapak-bapak sudah sampai dengan resmi kepada pimpinan tertinggi,” katanya.
Menko Luhut juga selalu antusias memantau perkembangan Citarum Harum. Bahkan dalam kunjungan kerjanya ke Jatiluhur dan Bojongsoang beberapa waktu lalu, Menko Luhut mengajak dua mitranya, yaitu Dubes Jerman dan pejabat Bank Dunia. “Pak Menko sangat sering mempromosikan bagaimana perkembangan Citarum di forum-forum internasional,” kata Saleh.
Seperti sering diungkapkan Menko Luhut, bahwa pekerjaan Citarum Harum adalah pekerjaan hati. Program kemanusiaan. Tanpa hati dan rasa kemanusiaan yang tinggi, tidak mungkin Citarum Harum berhasil.
Yang juga diberi waktu untuk memberi testimoni adalah Kepala Desa Tarumaja Ahmad Ikhsan. “Sebagai kepala desa Tarumajaya, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, serta mengapresiasi program Citarum Harum pak Jenderal (Doni Monardo-pen),” katanya.
Ia melanjutkan, “Saya lahir di sini. Ada perubahan yang sangat luar biasa khususnya di desa kami. Di mana kedung yang semula airnya berwarna cokelat sekarang sudah hijau. Mudah-mudahan diikuti desa-desa yang lain.”
Ikhsan yang juga ketua Apdesi (Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia) ini mengetahui persis, desa-desa yang ada di Kecamatan Kertasari yang jumlahnya ada delapan desa. “Persoalan sampah pun sudah tertangani dengan sangat baik. Tiap desa ada unit pengelolaan sampah sendiri. Dengan adanya program Citarum Harum, desa-desa sudah bisa mengelola sampah secara mandiri. Terima kasih, jenderal,” kata Ikhsan pula.
Desa yang ia pimpin memiliki luas 3.900 hektare dengan jumlah penduduk 16.000 jiwa. Sebagian besar mereka tinggal di bantaran Sungai Citarum. “Jika diperkenankan kepada Dinas Lingkungan Hidup, kami masih membutuhkan satu unit pengolah sampah untuk Dusun Lodaya. Dusun itu juga dekat dengan lokasi PTPN VIII. Banyak warga dan karyawan membuang sampah di kebun teh,” katanya. Permintaan itu juga ia tujukan kepada direksi PTPN VIII. “Bahkan ke kementerian pun kami sudah bersurat. Semoga ada yang segera memenuhi permintaan kami satu unit pengolah sampah,”
Terakhir, ia minta otoritas yang kompeten untuk menetapkan hak dan kewajiban bagi petani kopi yang ada di wilayahnya. Dengan adanya kejelasan, diharap masyarakat lebih antusias berkebun kopi, yang diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Cucuran Semangat
Sebelum statemen pamungkas dari Letjen TNI Purn Doni Monardo selaku penggagas Citarum Harum, giliran berbicara Ketua Harian Satuan Tugas Citarum Harum Mayjen TNI Purn Dedi Kusnadi Tamim.
Kepada para mantan Dan Sektor maupun Dan Sektor Aktif, Dedi juga menyampaikan apresiasinya. “Berkat kerja keras semuanya, Sungai Citarum lebih baik, bisa dinikmati dari hulu sampai hilir. Tak lepas pula dari peran dinas-dinas terkait, unsur LSM dan unsur masyarakat lain serta media,” katanya.
Ia sangat optimis akan keberhasilan program ini. Terlebih di beberapa sektor ada keterlibatan aktif para tokoh.
Kepada Dan Sektor ia berpesan agar tidak sekali-kali mengotori apa yang sudah dilakukan para pendahulu. “Mungkin banyak peluang untuk berbuat kotor, tapi ingatlah, yang kita lakukan semata-mata untuk masyarakat, untuk kepentingan generasi mendatang, dan semua kita kembalikan kepada Tuhan,” tambah Mayjen Purn Dedi.
Sisa waktu Perpres hingga tahun 2025 harus dioptimalkan. “Khsusus kepada pak Doni, saya mohon terus memberikan cucuran semangat serta petuah yang bisa kita jadikan pedoman dalam melaksanakan program Citarum Harum hingga tuntas,” harapnya.
Terkait perubahan perilaku masyarakat, menjadi tugas semua Dan Sektor khususnya dan Satgas pada umumnya. Dedi sempat berkomunikasi dengan Doni Monardo terkait kemungkinan perpanjangan Perpres. “Tapi pak Doni mengatakan, kalau Perpres diperpanjang, itu artinya kita tidak berhasil menangani Citarum. Waktu yang tersisa, adalah tantangan bagi kita semua untuk bekerja lebih maksimal,” pungkas Dedi. (*)
Catatan Egy Massadiah dan Roso Daras