Kolom Fiam Mustamin
ADEGAN seorang siswi di panggung memegang tropi. Ia terdiam sejenak memandang ke tropi di tangannya tentang apa yang akan ia katakan dihadapan guru dan teman-teman wisudawan perpisahan itu.
Seperti judul diatas ia yang menyebut dirinya Ina, menceriterakan tentang siapa ayahnya. Ayahnya adalah seorang aktor dalam seni peran. Ayahnya hanya seorang figuran pelengkap.
Ayahnya mengatakan tak memilih-milih besar kecilnya peran.
Katanya, tak ada peran kecil yang ada aktor kerdil, diucapkan dengan logat Batak ayahnya. Logat Batak mengingatkan saya dengan dosen penyutradaraan Wahyu Sihombing, sutradara Ed Pesta Sirait, aktor Maruli Sitompul dan El Manik.
Adegan itu menampilkan reaksi ayahnya di sekwen lain.
Adegan Keharuan
KASIAN ayah, dan Ina memutuskan tidak akan melanjutkan pendidikan di bangku kuliah untuk tidak memperpanjang episode perjuangan keras ayah dengan peluh keringat dan air mata.
Bila saja Ina tidak pernah dilahirkan, mungkin ayah tidak seperti keras begini perannya untuk mengasuh Ina.
Kelahirannya memisahkan Ibu dan Ayahnya, yang diucapkannya dengan eksperesi suara yang bergetar dan linangan air mata.
Ia dapat mengendalikan emosinya tidak berkepanjangan dan tetap terkendali layaknyaa peran seorang aktris.
Ayah paling menyenangi peran sebagai ayah Ina.Adegan itu di insert ke beberpa guru dan teman laki wisudawan dengan ekspresi haru.
Di akhir adegan ayah muncul berjalan menuju panggung, disambut Ina dengan teriakan tak menduga.
Itu ayahku … sembari mengangkat tropi di tangan ya dan ayahpun menyambutnya dengan gerakan tangan simbol I am the winners.
the end.
Legolego Ciliwung 28 Maret 2022