PINISI.co.id- Belum lama ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) telah menangkap Hakim Agung dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi di Mahkamah Agung (MA).
Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua KPK, Firli Bahuri saat pihaknya melaporkan laporan terkait hasil penangkapan, tindak pidana korupsi mengenai pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (22/9).
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih (KPK), Firli menyebut, pada kegiatan tangkap tangan, tim KPK telah mengamankan 8 orang pada hari Rabu, 19 Januari 2022 jam 15.30 WIB di wilayah Jakarta dan Semarang.
“Delapan orang yang diamankan tim KPK di antaranya, DY (PNS Kepaniteraan MA), MH (PNS Kepaniteraan MA), EW (Kepaniteraan MA), AB (PNS MA), EL (PNS MA), MA (PNS MA), YP (pengacara), dan ES (pengacara),” kata Firli.
Terkait kasus penangkapan Hakim Agung ini, institusi MA kembali jadi sorotan. Banyak pihak menilai lembaga penjaga marwah keadilan Republik Indonesia itu kini sedang dilanda masalah integritas.
Namun, hal itu dibantah Ketua Forsimema, Syamsul Bahri. Ia menyebut, kasus yang menimpa lembaga tertinggi peradilan Indonesia itu murni persoalan personal alias oknum, bukan masalah institusi.
“Yang perlu dibedakan adalah duduk perkaranya. Benar bahwa pihak KPK melakukan penahanan terhadap para oknum hakim MA yang diduga terlibat dalam praktik tindak pidana korupsi. Tapi, ini adalah masalah personal. Jadi, tidak bisa digeneralisasi ke masalah institusi. Secara kelembagaan, MA sejauh ini sudah cukup bagus dalam penguatan kapasitas internalnya,” ungkap Samsul di Jakarta, Selasa (4/10).
Ia mengatakan, di internal MA sendiri kini tengah dilakukan banyak pembaruan dalam hal penguatan penanganan perkara. Adopsi teknologi modern disertai peningkatan kapasitas SDM pun terus dilakukan.
“Harus diakui bahwa di masa kepemimpinan pak Syarifuddin banyak pembenahan yang berhasil dilakukan. Misalnya, reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya melalui peningkatan kualitas penanganan perkara hukum dengan bantuan teknologi informasi,” ungkapnya.
Ia merincikan, sejumlah transformasi pada kelembagaan MA itu dilakukan melalui Kerjasama dalam beberapa ruang lingkup.
“Pertama, pengembangan dan implementasi SPPT-TI. Kedua, pertukaran dan peningkatan kualitas data administrasi penanganan perkara tindak pidana melalui SPPT-TI. Ketiga, pemanfaatan data dan dokumen elektronik hasil pertukaran data administrasi penanganan perkara tindak pidana dalam SPPT-TI,” jelasnya.
Berikutnya, lanjut dia, terdapat pengamanan data dan informasi penanganan perkara tindak pidana yang dipertukarkan dalam SPPT-TI, pengusulan penyempurnaan dan penyesuaian proses-proses kerja dalam rangka meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi administrasi penanganan perkara tindak pidana, termasuk dalam hal ini pelimpahan berkas secara elektronik
“Kemudian, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi termasuk namun tidak terbatas pada penerapan tanda tangan elektronik tersertifikasi selanjutnya disebut TTE Tersertifikasi terkait administrasi penanganan perkara tindak pidana dan peningkatan pengelolaan pengetahuan (knowledge management); dan Penyampaian Informasi Publik Penanganan Perkara Tindak Pidana yang dipertukarkan dalam SPPT-TI sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, di MA juga kini tengah mengembangkan sistem E-Berpadu sebagai sarana yang mrmudahkan para pencari keadilan. Dengan begitu, menurut dia, tidak benar kalau menuding lembaga MA belum banyak lakukan perubahan.
“Mahkamah Agung saat ini telah mengembangkan aplikasi Berkas Perkara Pidana Terpadu secara Elektronik atau disingkat e-Berpadu, yaitu aplikasi yang dapat memberikan layanan bagi proses administrasi perkara pidana pada tahapan pra persidangan, seperti pengajuan penetapan ijin penyitaan dan penggeledahan, serta pelimpahan berkas perkara pidana secara elektronik,” bebernya.
Dikatakan, Aplikasi e-Berpadu ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi sumbatan-sumbatan yang terjadi dalam proses pengajuan dan penerbitan dokumen-dokumen administrasi perkara, maupun kendala dalam proses pelimpahan perkara, baik pelimpahan perkara dari penyidik ke penuntut umum, maupun pelimpahan perkara dari penuntut umum ke pengadilan. (Syam)