PINISI.co.id- Wakil Jaksa Agung Dr. Sunarta menyampaikan Reformasi Birokrasi merupakan langkah awal untuk melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, efektif, efisien, pelayanan prima dan memuaskan. Reformasi Birokrasi yang menjadi komitmen seluruh institusi beserta aparatur pemerintah, termasuk dalam hal ini Institusi dan Aparatur Kejaksaan dapat dinilai dari seberapa besar perubahan mendasar yang dilakukan secara bertahap dan diharapkan mampu membentuk karakter aparatur birokrasi secara pribadi maupun kelembagaan, yang pada akhirnya berdampak positif dari perubahan tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat.
Hal inilah yang menjadi diantara syarat dari penilaian mandiri reformasi birokrasi yang diamanatkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mendapatkan predikat Zona yang berIntegritas. Zona Integritas adalah predikat yang diberikan kepada pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
“Saya memahami membangun Zona Integritas tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Hal ini tercermin dari masih terdapatnya satuan atau unit kerja di Lingkungan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara yang belum memenuhi kriteria untuk diusulkan menjadi satuan atau unit kerja yang akan memperoleh predikat Zona yang berIntegritas dengan Wilayah Bebas Korupsi (WBK). Akan tetapi, hal tersebut bukanlah berarti menjadi hambatan melainkan sebuah tantangan bagaimana caranya Kita memprioritaskan dan berupaya melakukan pembenahan,” ujar Wakil Jaksa Agung.
Untuk memprioritaskan dan melakukan pembenahan tersebut, Wakil Jaksa Agung menyampaikan maka dapat dimulai dengan upaya strategis membangun karakter aparatur dan organisasi yang berintegritas, dengan harapan setiap institusi dan aparaturnya memiliki akuntabilitas dan kualitas kinerja yang semakin baik, sehingga harapan publik terhadap pelayanan yang berkualitas, hasilnya tuntas dan terukur serta mudah diakses, dengan sendirinya akan terwujud.
“Integritas merupakan sebuah pondasi dan nilai utama dalam membentuk kepribadian seorang insan Adhyaksa menjadi lebih baik dan berbudi, karena integritas adalah wujud dari keutuhan prinsip moral dan etika. Tanpa integritas, maka nilai-nilai moral dan etika yang ada dalam dirinya akan sirna dan akan menghitamkan hati nuraninya. Dengan berintegritas, torehan prestasi penegakan hukum oleh Kejaksaan yang telah dicapai dan sudah mulai diakui oleh masyarakat, tidak dengan mudah tenggelam karena adanya perbuatan-perbuatan tercela oknum Kejaksaan, sekaligus tentunya berdampak positif dalam mewujudkan komitmen dan keinginan kuat menghadirkan lembaga Kejaksaan, khususnya unit kerja saudara di Lingkungan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara sebagai birokrasi yang bersih dan bebas dari korupsi,” ujar Wakil Jaksa Agung.
Aktualisasi integritas tersebut, dapat mempedomani Employer Branding Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni “Bangga Melayani Bangsa” dan Core Values Aparatur Sipil Negara (ASN) bernama “BerAKHLAK, yakni: Berorientasi Pelayanan, yaitu Komitmen Memberikan Pelayanan Prima Demi Kepuasan Masyarakat.
Akutanbel, yaitu Bertanggungjawab atas kepercayan yang diberikan. Kompeten, yaitu Terus belajar dan mengembangkan kapabilitas. Harmonis, yaitu Saling peduli dan menghargai perbedaan. Loyal, yaitu Berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
Adaptif, yaitu Terus berinovasi dan antusias dalam menggerakan serta menghadapi perubahan. Kolaboratif, yaitu Membangun kerja sama yang sinergis. Selain berpegang Core Values dan Employer Branding ASN, Wakil Jaksa Agung juga meminta untuk manifestasikan Trapsila Adhyaksa yang merupakan Corporate Culture Kejaksaan sebagai jati diri (Employer Branding) aparatur Kejaksaan RI yang mendasarkan nilai-nilai dasar (Core Values) doktrin Tri Krama Adhyaksa bernama Satya Adhi Wicaksana.
“Saya berharap dalam mengejawantahankan Core Values dan Employer Branding ASN serta Corporate Culture Kejaksaan, jangan sampai dipandang sebagai beban atau keterpaksaan, melainkan harus dipandang menjadi budaya yang terbangun dengan sendiri atas dasar kesadaran dan keikhlasan, yang diikuti dengan sebuah komitmen dan konsistensi yang kuat dengan menitikberatkan penegakan hukum berorientasi pada keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum, tanpa mengabaikan hati nurani,” ujar Wakil Jaksa Agung. (Syam)