Perahu Cinta Pangeran Flamboyan Bermata Elang (3)

0
1100
- Advertisement -

Pena : Sipil Institute

Sawerigading Sang Putra Mahkota Kerajaan Luwu dikenal di lingkungan istana sebagai pemburu cinta yang bersedia mengembara ke dalam neraka sekali pun untuk mendapatkan cintanya. Menurut penikmat sastra Nirwan Ahmad Arsuka dalam catatannya La Galigo, Odisei, Trah Buendia, ia menemukan narasi yang mengatakan ketika Sawerigading jatuh cinta kepada seorang putri yang sudah meninggal, seluruh armadanya di kumpulkan lalu dengan brutal ia menyerang alam arwah yang terlarang dan mengacak-acaknya untuk merebut kekasihnya dari tangan dewa. 

Sebelum terlalu banyak kesadisan dan kegilaan yang dilakukan untuk memperjuangkan dan merebut cintanya, sang adik yang sangat dicintainya We Tenriabeng menemuinya. Bissu belia yang bahkan  kecerdasannya mengalahkan dewa-dewa ini berupaya keras menghadapi kakaknya yang lebih mencemaskan dari setan sekalipun. Segala macam penjelasan kosmis pemali insest dan kabar adanya

Putri Cina (We Cudaiq) yang lebih cantik dari sang adik, tak dapat lagi masuk dalam benak pangeran kepala batu yang terus mendesaknya menikah.

Setengah putus asa We Tenriabeng yang hanpir luluh melihat cinta tak terbatas ini, mencoba memperlihatkan bayangan I We Cudaiq di kuku jarinya. Lalu dimintanya si kakak berbaring dan ditiupkannya sebentuk mimpi. Sebuah mimpi erotis di dalamnya Sawerigading dengan ganas bercumbu dengan si Putri Cina dalam satu sarung. Meski tak cukup ampuh We Tenriabeng pun berjanji, “Jika We Cudaiq tak lebih cantik darinya, Sawerigading boleh balik lagi ke Luwu. Si adik kembar akan menerima suntingan kakaknya. Kita runtuhkan langit, kita ubah hukum dewata, kita kubur rembulan, melangkahi pemali, duduk bersanding bersaudara”.

- Advertisement -

Sawerigading pun akhirnya luluh hatinya dan menerima janji adiknya. Persiapan keberangkatan pengembaraan membelah samudra untuk mencari dan merebut cinta sang Putri Cina We Cudaiq segera dilakukan. Langkah pertama yang disiapkan adalah perahu besar yang akan mengangkut seluruh armada Sawerigading. Pasukan kerajaan pun di perintahkan pergi ke hutan mencari pohon kayu paling besar untuk dibikin perahu. Ketemulah pohon kayu besar “walenrennge” yang cocok dibikin perahu. Namun setelah ditebang berulangkali tidak bisa sama sekali terputus dan tetap berdiri tegak kokoh tidak memperlihatkan tanda-tanda mau tumbang.

Kondisi ini dilaporkan ke istana sehingga Sawerigading akhirnya terjun langsung ke lokasi di perbatasan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara melihat pohon kayu walenrennge yang tidak mau tumbang itu. Sawerigading kemudian berjalan mengitari sambil mengucapkan sesuatu. Selang beberapa saat, terdengarlah suara gemuruh seperti hembusan angin puyu mengiringi tumbangnya kayu raksasa tersebut. Saking besarnya, ketika tumbang memutus gunung disampingnya yang bagi penduduk Kolaka Utara disebut “Bulu Poloe”. Karena gunung terputus tertimpa, pohon tersebut langsung masuk dan tenggelam ke dasar lautan tidak muncul-muncul lagi ke permukaan. 

Beberapa hari kemudin di tempat tenggelamnya kayu tersebut, muncullah ke permukaan 7 perahu sudah lengkap dengan masing-masing nahkoda 12 orang. Siapakah yang menyulap pohon kayu raksasa walenrennge menjadi 12 perahu dalam sekejap di dasar laut? Ternyata nenek Sawerigading bersama orang-orangnya yang tinggal di dasar laut membuat perahu itu.

Sekarang 12 perahu lengkap nahkoda dan armadanya sudah siap. Petualangan samudera armada Bugis yang mendebarkan dan mengharu biru segera dilaksanakan menuju negeri Cina. Ketika layar sudah terkembang, takkan surut lagi sebelum sang pangeran tampan rupawan bermata elang ini merebut cintanya We Cudaiq di negeri Cina. (Bersambung)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here