Kerja di Rumah: Pengalaman Seru Mentan SYL, Ketum KKSS dan Ibu-Ibu Dosen

1
3235
Dosen Fakultas Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta, Andi Ulfiana sedang melakukan kuliah virtual kepada mahasiswanya di Jakarta, (20/4/20).
- Advertisement -

PINISI.co.id- Kebijakan bekerja di rumah untuk meretas penularan virus korona baru, sedikitnya menambah berbagai pengalaman baru bagi yang selama ini bekerja di kantoran. Rupa-rupa hal yang unik, baru, lucu dan tidak terbayangkan sebelumnya dialami selama beraktivitas di rumah.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sudah hampir sebulan bekerja di rumah dinasnya akibat penerapan pembatasan sosial pandemi Covid-19. “Internet mendukung kerja dari rumah, sebab pasokan pangan pun harus selalu tersedia 24 jam,” kata Syahrul, seperti dikutip Kompas, (12/4/20).

Menurut mantan Gubernur Sulawesi Selatan ini, dalam kondisi apapun, di mana pun, kapan pun dan dengan cara apa pun,  kami harus tetap kerja, menyusun program dan kebijakan memberi akses, tak hanya ketersediaan pangan, tetapi juga memberi semangat dan memastikan kondisi kesehtan para pelaku pertanian dapat berproduksi,” kata Dewan Penyantun Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (BPP-KKSS) ini.   

Meski rapat koordinasi dilakukan secara virtual, Syahrul beberapa kali turun ke lapangan guna mengecek stok gula dan beras.

Pembatasan sosial juga memaksa Ketua Umum KKSS Muchlis Patahna bekerja dari rumahnya di kawasan Tanjung Barat, Jakarta Selatan. “Selama pandemi Covid-19, kantor saya buka tutup, tergantung kondisinya,” kata Muchlis.

- Advertisement -

Namun, di rumah, Muchlis bisa leluasa mengontrol karyawannya dan rapat virtual ia manfaatkan aplikasi Zoom yang lagi trendi belakangan ini. 

Jika pun bekerja di luar ruang, Muchlis mematuhi standar yang digariskan WHO yaitu mengenakan masker dan sarung tangan. “Ini berjaga-jaga agar kita terhindar dari wabah Covid-19,” ujar Muchlis.

Pengalaman Ibu-ibu Dosen

Dosen Fakultas Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta, Andi Ulfiana punya kisah yang unik saat melakukan tutorial kepada 30 mahasiswanya di kediaman masing-masing. Ulfi, sapaan karib Ulfiana, yang selama ini merasa nyaman mengajar di lingkungan kampus UI yang rindang, serta merta terusik selagi ia memaparkan materi kuliah.  Gangguan pedagang sayur, penjual roti, suara sepeda motor yang memekakkan kuping, ditambah pedagang keliling lainnya yang lewat di depan rumahnya, di Asem Baris, Jakarta Selatan, kerap menghilangkan konsentrasinya.

“Manalagi kalau selesai memberikan kuliah, saya sering lupa mematikan mikrofon komputer. Kendala lainnya, jaringan sering putus, mahasiswa banyak yang mudik. Selagi mahasiswa di kampungnya, sinyal sering timbul tenggelam,” tutur Ulfi.

Tak jarang Ulfi meminta anaknya membantu penggunaan aplikasi terkini guna memudahkan ia berkomunikasi dengan mahasiswanya. “Anakku banyak membantu menyetel panggilan video untuk melakukan kuliah virtual,” kata Ulfi, kepada PINISI.co.id.

Pengalaman serupa dialami Ratnawati Zainal, kawan Ulfi sesama lepasan SMA PPSP Makassar. Ratna, begitu ia disapa, mengajar di Institut Teknologi Indonesia (ITI) Serpong, Tangerang Selatan, Banten.  Ratna acap dihantui rasa jengah mengajar dari rumah lantaran ia  harus mempelajari hal-hal teknis yang asing baginya. “Kadang bete mengajar di rumah, mana liburnya terlalu lama sampai Juni,” ungkap jebolan ITB ini.

Untuk melawan kebosanan, Ratna bermain bersama cucu semata wayangnya yang masih berusia setahun. Sang cucu bisa mengusir rasa penat jika Ratna mulai lelah.

Namun mengajar dari rumah ada hikmahnya. Dosen kelahiran Makassar ini lebih leluasa menyiapkan materi kuliah agar lebih rapih dan bisa memberi kuliah dengan kelonggaran waktu. “Saya juga bisa mempunyai waktu lebih luang untuk keluarga,” kata Ratna.

Sementara Ulfi memanfaatkan belajar kepada anaknya cara praktis membuat video, lalu mengunggahnya ke kanal Youtube. “Di rumah saya bisa memasak untuk suami,” imbuh perempuan bertahi lalat di dagu ini.

Lain halnya, pasangan Andy Riadi dan Rosmariani, berikut dua putranya; semua belajar dan bekerja dari rumahnya di bilangan Tanah Baru, Depok, Jawa Barat. Meski kantornya selemparan batu dari rumah, Andy bekerja dari rumah seturut protokol kesehatan untuk menghindar dari kerumunan. Konsultan beberapa proyek ini merasa senang dapat mendampingi dua anaknya belajar, sementara istrinya, Rosmariani merasa nyaman dan betah memberi kuliah online dari lantai dua kediamannya.

Lebih dari itu, Rosmaniani sepuasnya menyalurkan hobi lamanya memasak, termasuk menyiangi kuliner Soppeng — daerah asalnya. “Lebih enak mengajar di rumah, sehingga waktu lebih banyak untuk keluarga. Saya bisa masak beberapa resep,” kata Rosmaniani, yang karib disapa Ummeng.

Ummeng adalah dosen terbang yang mengajar di Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin dan Universitas Indonesia, dan membimbing mahasiswa S1, S2, dan S3. “Saya lebih punya waktu istirahat dan sementara tidak terbang ke mana-mana,” ungkap Ummeng sumringah.

Berbeda dengan pengalaman Ir. Idham Chalid, M.MT, pejabat di BUMN Pertamina. Meski bekerja di rumah sudah sebulan, namun pria asal Makassar ini tetap menggunakan jam kerja orang kantoran. “Saya mulai on pada pukul 8.30 dan berakhir pukul lima sore,” ujar Proyek Leader EPCI Fasilitas Produksi Lapangan Randugunting ini.

Di rumahnya di daerah Sunter Jakarta Utara, Idham betah di kamar kerjanya seharian. Ia melakukan rapat dunia maya lewat aplikasi M-Team untuk memonitor karyawan di lapangan. “Enaknya kerja di rumah, saya bisa menunaikan shalat tepat waktu. Makan dan minum sepuasnya, tapi risikonya berat badan saya naik sekarang,” katanya terkekeh.

 [Lip]

1 COMMENT

  1. mantap nih ibu2 dosens. semoga bisa mengambil hikmah dari wabah ini dan semoga cepat berlalu. terima kasih Ka’ Lippo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here